13

23 5 0
                                    


Tiba-tiba kamera depan Vanya menyala setelah Vanya mengirim pesan tersebut, "Eh bangke kaget

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tiba-tiba kamera depan Vanya menyala setelah Vanya mengirim pesan tersebut, "Eh bangke kaget." Vanya terlonjat kaget. Ternyata Madeva memulai video call.

Vanya mengangkat telfon tersebut, kamar Vanya dalam keadaan gelap saat ini.

"Li?" panggil Madeva.

"EH LI? ASTAGA KAMU GA PAKE KERUDUNG? LI, PAKE DULU SANA!" Madeva memejamkan matanya.

Vanya terkaget. "Madev?"

"LI BURUAN PAKE KERUDUNG KAMU!"

Vanya mematikan fitur kameranya dan mengambil kerudung dari lemari dan memakainya. Dia kembali merebahkan dirinya dan menyalakan kembali fitur kamera.

"Nah. Lia yang ini kan cantik."

Vanya tersenyum malu. "Maaf Madev, aku kira ga keliatan tadi."

Madeva terkekeh. "No problem Li." Madeva ikut merebahkan dirinya di sebrang sana. "Li?"

"Iya?"

"Aku lebih suka kamu pake kerudung Li, cantik. Aku juga ga suka kamu buka aurat didepan aku, aku Cuma pacar kamu Li. Aku bukan cowo-cowo diluar sana yang suka liat cewenya buka kerudung didepan pacarnya tapi maksa cewenya make baju tertutup diluar. Tuhan kamu bisa marah loh Li, aku ga mau dimarahin Tuhan kamu. Lagi pula, aku janji ga bakal ngatur-ngatur cara berpakaian kamu, asal kamu tau itu benar/salah."

Vanya menahan nafasnya selama Madeva berbicara tadi. "Madev? Makasih."

Madeva mengerutkan keningnya. "Untuk apa Li?"

"Makasih udah ngejaga aku sebaik mungkin."

"Li. Tuhan aku juga pasti bakal marah kalo aku lukain hati kamu. Bunda juga pernah bilang gini Li 'cewe itu di jaga ya Bang, karena Bunda juga cewe.'"

"Makasih Bunda." Madeva disebrang sana tersenyum.

"Kamu mau nanya apa Li?"

"Kenapa kamu manggil aku Lia?"

Madeva terkekeh. "Lucu. Nama itu lucu buat aku Li. Lagi pula aku mau beda dari yang lain. Vanya? Semua orang bisa manggil nama itu, yang bisa manggil Lia Cuma aku aja."

Vanya tertawa. "Dasar buaya."

Bibir Madeva mengerucut. "Kok buaya si?! Aku tulus tau!"

"Bercanda Madeva Niel. Lagi pula semasa hidup aku emang baru kamu yang manggil aku Lia."

"Syukurlah, Kamu kenapa manggil aku Madev Li?"

"Suka. Madev. Ih gemes sama nama itu."

"Kamu tau arti nama Niel ga Li?"

Vanya menggeleng. "Gabungan nama Bunda sama Ayah. NIkela dan Elandro."

Vanya mengangguk. "Ohhh, lucu"

Madeva tersenyum. "Ada pertanyaan lagi"

Vanya mengubah ekspresinya menjadi serius. "Kenapa Ayah Naurel tau tentang kita?"

Madeva terkekeh. "Waktu nimbang kamu nelfon aku kan? Nah disitu aku baru turun dari mobil. Karena posisinya kita baru selesai latihan, jadi aku berangkat bareng sama Jefran Naurel, kita naik mobil Naurel. Nah pas turun pas banget nih kamu nelfon, Ayah Naurel disamping aku, dia sempet baca nama kontak kamu. Trus disana juga ketauan kalo lockscreen aku foto kamu. Aku diledekin abis-abisan disana."

Vanya menggeleng-geleng. "Kamu ceroboh banget si Madev?"

Madeva mengerutkan keningnya. "Kenapa Li?"

Vanya mengubah posisinya menjadi tengkurap. "Kamu juga kan yang cerita-cerita sampe satu club tau? Bahkan kayanya sampe semua sabeum Jakarta tau deh."

"Aku salah ya Li? Aku Cuma bangga aja bisa dapetin kamu Li"

Vanya menghembuskan nafasnya. "Ga gitu Madev. Aku Cuma takut ketauan Mama. Ini pertama kalinya aku pacaran intens. Papa aku strict parent. Walau aku yakin si Mama udah tau masalah ini, dan kayanya dia mutusin buat diem-diem aja dan ga ngungkit masalah ini. Yeah i hope."

"Li, maaf"

"Gapapa Madev. Doa aja Mama ga ngomong ke Papa. Lagian Mama suka deh kayanya sama kamu."

"Loh kan aku Cuma ngincer anaknya."

"Ga suka yang cinta Madeva Niel. Astaghfirullah. Suka karena kamu sopan. Dia ngomongin kamu mulu. Cape aku dengernya."

"LI? Yes!" Madeva terduduk disebrang sana. "Semoga Mama setuju sama kita ya Li." Tampak jelas wajah bahagia dari muka lelaki tersebut.

Vanya tersenyum kecut. "Tapi Tuhan kita ga akan setuju Madev..."

Ekspresi Madeva langsung berubah. Hilang sudah kebahagiaan didaerah wajahnya. "Semoga ada jalan lain Li." Diam sejenak menyelimuti. "Kamu udah makan? Aku mau makan dulu ya Li, laper"

Jujur saja, mata Vanya sudah berair sekarang. "Oke, aku juga makan dulu deh. Makasih Madev"

Madeva mengangguk dan mematikan telfonnya.

Sepasang kekasih itu sama-sama merebahkan diri dikamar masing-masing, menatap kosong langi-langit kamar. Tuhan... Sakit.

"Rasa sakit aku ke kamu worth it Li. Malah jauh lebih besar rasa sayang aku ke kamu."

"Madev. Aku mau kamu, kamu yang menjadi hamba Allah."

Air mata mengalir dari mata kedua orang tersebut.

Air mata mengalir dari mata kedua orang tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



JADI GIMANA? SEJAUH INI BISA BEDAIN MANA KISAH NYATA DAN MANA KISAH KHAYALAN AUTHOR GA NIH? COBA TEBAK MANA AJA YANG KISAH NYATA.

SEMOGA KALIAN SUKA YA. JANGAN LUPA VOTE!

Pertama dan NormaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang