BAB II - PEMBANTAIAN

207 18 5
                                    

Setelah menaruh balik semua gelas dan piring ketempat semula,..
Nyonya Sodra segera bergegas ke ruang depan dan memeluk tubuh suaminya yang berdiri di tengah ruangan, dengan menyandang pedang di punggung.
Tangis dan air mata yang sedari tadi ditahan dia luapkan tuntas di dada suaminya tersebut.

Mendengar banyak langkah kaki dan suara tangis anak-anak kecil di luar?
Perlahan tuan Sodra melepaskan pelukan dan berbalik menuju pintu keluar.
Sang istri menyempatkan masuk ke kamar dan menyambar pedang yang tergantung pada dinding kamar,..
Lalu mengikuti sang suami yang sudah berada di pinggir jalan depan rumah mereka, sedang melepas kepergian rombongan pengungsi.

Dibelakang rombongan itu, barulah tampak Ki Sebrang dan beberapa laki-laki seumuran tuan Sodra serta dua orang perempuan dengan masing-masing membawa pedang berjalan mendekat.
Demikian pula disusul penduduk lain dari arah berlawanan yang juga datang turut berkumpul.
Ki Sebrang segera berkata :

"tuan Sodra,.. kami semua yang ada disini,.. datang dengan penuh kesadaran dan kerelaan,.. Kami tidak bermaksud untuk tidak patuh perintah tuan,.. Hanya saja, kami juga mempunyai hak untuk mempertahankan desa kita ini dari siapapun yang akan mengancam,.. meski kami harus kehilangan nyawa sekalipun,.."

"benar,.."

"iya,.."

"betul,..."

Demikian yang lain turut menyahut bergantian.

Lalu,..
Dua wanita yang turut hadir disitu dan berdiri di samping suaminya masing-masing,..
Salah satu diantara mereka yang berbaju hitam dengan garis putih juga berujar :

"bagi saya adalah lebih baik menemui ajal bersama dengan suami,.. daripada harus pergi mengungsi,.."

"iya,.. apalagi,.. kami suami istri juga sudah tidak memiliki keluarga,.."

Demikian timpal wanita yang berbaju hitam polos.

Nyonya Sodra mengetahui latar belakang kedua pasangan keluarga ini.
Sebelum dia dan suaminya menetap di desa ini?
Konon masing-masing memiliki satu anak lelaki yang telah di renggut secara paksa oleh gerombolan pasukan kekaisaran dan dibawa pergi dari desa mereka,..
Sayangnya keduanya tidak pernah kembali sejak saat itu.

Nyonya Sodra kemudian mengeluarkan lipatan kain kecil dari saku dan mengambil dua jepit rambut yang terbuat dari besi baja ukuran kecil dengan kedua ujung runcing,..
Lalu mengulurkannya kepada mereka berdua serta berkata :

"apabila kalian memerlukan untuk melindungi kehormatan kita, sebagai pilihan terakhir,.."

Keduanya tersenyum dan segera mengambil benda itu dari tangan nyonya Sodra,..
Dan setelahnya mereka memasukkan jepit tersebut kedalam mulut, diantara gigi dan bibir bawah bagian dalam.

Sebagai wanita mereka menyadari, bahwa meskipun mereka berdua adalah wanita dusun dan telah berusia setengah baya?,..
Namun dikarenakan mereka terbiasa melakukan aktivitas fisik rutin setiap hari,..
Ditambah juga rajin berlatih silat dan kanuragan dibawah arahan langsung nyonya Sodra?,..
Sehingga berpengaruh terhadap bentuk tubuh mereka yang masih kencang dan padat.
Tentunya akan beresiko menarik perhatian gerombolan yang terkenal biadab tersebut.

Setelahnya tuan Sodra mengambil alih percakapan :

"saudara-saudara sekalian,.. untuk menghadapi yang datang ini tidak ada cara lain, selain langsung menggempur pimpinannya sekaligus secara bersamaan,.. Langsung gunakan jurus pamungkas, seperti yang sudah kalian dapatkan dari kami suami istri,.."

Selesai dengan kalimatnya, tuan Sodra segera bergegas menuju jalan masuk desa,..
Yang tentunya juga segera disusul oleh sekalian yang berkumpul.

Belum sampai tiga rumah dilewati, mereka mendengar derap langkah kuda mendekat dari kejauhan.
Tuan Sodra menghentikan langkah dan berdiri tegap di tengah jalan,..
Adapun yang lain kemudian menyebar ke kiri dan kanan,..
Sehingga mereka dalam posisi seperti membentuk sebuah formasi barisan, memenuhi jalan desa.

Pendekar Dibalik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang