BAB 34 - SEDERHANA

99 11 2
                                    

Saat tiba di jalan masuk perkampungan, kesembilan gadis bertemu dengan empat pendekar muda yang baru saja berjalan keluar dari kampung, namun keempatnya terlihat seperti menunjukkan raut wajah kesal.
Sementara di depan salah satu rumah yang biasa dijadikan dapur umum?,..
Nampak ibu-ibu yang biasa membantu Werni sedang berkumpul seperti membicarakan sesuatu yang serius.
Demikian juga di tengah kampung, beberapa bapak-bapak juga sedang berkumpul.

"ada apa ya kak?,.."

Kinda bertanya kepada empat pendekar muda tersebut.
Yang menjawab adalah yang paling tampan dan gagah diantara mereka :

"tadi kami menangkap orang gila, yang kedapatan sedang mencuri singkong di utara sumur sana,.."

Tangannya menunjuk ke arah utara ke sebuah ladang singkong milik warga.
Sambil pasang senyum ganteng yang memang sudah ganteng, si pendekar tersebut melanjutkan :

"saat sedang kami hajar dan akan kami usir,.. tuan muda tabib datang dan malah membelanya,.."

Kesembilan gadis tidak menyahut atau bahkan merespon senyum gantengnya,..
Tetapi malah asyik menatap ke arah dekat sumur sana, dimana terlihat Waseso sedang duduk berhadapan dengan seseorang.
Dan si pemuda juga terlihat seperti sedang mengoleskan sesuatu di wajah, serta kedua tangan orang tersebut.
Nampak juga tubuh Werni sedang berjalan mendekati mereka keduanya.

Kesembilan gadispun berlalu menuju kedalam kampung.
Adapun si pendekar ganteng yang sedang caper tadi, karena merasa tak dihiraukan hanya bisa garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

Kedatangan sembilan gadis segera disambut oleh pakde Narwa dan salah satu ibu yang sering membantu Werni, mengekor dibelakang pakde Narwa.
Setelah meminta tolong kepada pakde untuk mengurusi semua pedati yang mereka tuntun, mereka segera dihampiri oleh ibu tadi yang menunjukkan muka muram.
Semua gadis mengira, mungkin itu ada kaitannya dengan orang gila yang dibilang tadi.

Ternyata dugaan mereka keliru.

Ibu itu menceritakan bahwa dia merasa sedih karena dari sejak tadi malam,..
Werni tidak bersedia makan dan tidak mau bangun, bahkan sampai ini tadi.
Katanya dari semalam dia melihat Werni hanya tiduran dan menangis terus.
Mendengar hal itu, tentunya kesembilan gadis merasa terkejut.

Mereka kemudian melihat ke arah tiga orang yang sedang duduk di dekat sumur sana, dimana yang dibilang orang gila itu hanya nampak punggung belakangnya saja.
Adapun Waseso dan Werni menghadap kemari, meski begitu terlihat Werni seperti sedang mengusap pipinya yang basah sambil mendengarkan pembicaraan orang.

"itu aja non Werni barusan keluar dari bilik, karena mendengar keributan tadi,.."

Si ibu melanjutkan, juga menceritakan keributan yang dimaksud,..
Dimana empat pendekar muda yang sedang menghajar orang gila itu, disuruh berhenti dan keempatnya diminta pergi oleh Waseso.

Akhirnya Laksita dan kawan-kawan berjalan mendekat untuk mencari tahu apa yang terjadi.
Namun mereka heran karena baik Waseso dan Werni sedang tertawa?,..
Lebih tepatnya, Werni tertawa namun sekaligus mengeluarkan air mata,..

Setelah mendekat, mereka sama-sama menduga bahwa itu pastilah seorang perempuan, terlihat dari pakaian sejenis daster kumal serta dekil yang dipakai.
Apalagi rambutnya juga dibiarkan panjang awut-awutan hingga punggung belakang,..
Ditambah suara yang dikeluarkan adalah suara perempuan, meski nadanya aneh.

Tetapi ketika mereka ikut bergabung dengan Werni dan setelah melihat orang tersebut?,..
Barulah kesembilan gadis mengerti, mengapa semua orang tadi menganggapnya gila.

Yaaa,...

Karena yang berada di depan mereka ini, adalah seorang pria yang sebenarnya masih muda,..
Berusia sekitar tigapuluh lima tahun, berbadan kurus, berkumis, berjenggot, berambut panjang, namun memakai pakaian wanita sejenis longdress yang dekil serta bersuara wanita,..

Pendekar Dibalik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang