BAB 14 - SINGKAT NAMUN TERPATRI DI HATI

129 15 1
                                    

"inilah dia,.. Menu utama makan malam kita,.. Kalian harus merasakan resep masakan bude Temoto,.."

Waseso nampak berjalan keluar dari ruangan bekas dapur, sambil membawa nampan berisi sayur tumis kangkung hasil masakannya sendiri,..
Lalu segera diletakkan diatas meja makan kayu reyot berbentuk persegi panjang dengan jumlah enam kursi yang diposisikan sedemikian rupa mengelilingi meja tersebut.
Sepiring besar tumis kangkung itu disandingkannya dengan sebakul nasi yang masih terlihat mengepulkan asap,..
Sepiring kecil sambal uleg, dua ekor ikan kali berukuran lumayan besar dan delapan ekor burung puyuh bakar.
Waseso kemudian duduk pada kursi makan yang berada di ujung kanan.
Di ujung satunya berseberangan adalah kang Aji, kemudian disebelah kiri Waseso adalah pakde Surjana dan istri.
Duduk disamping kanan Waseso adalah temannya yaitu Kinda,..
Lalu disampingnya lagi adalah teman baru mereka Ni Luh, si biarawati muda dan sangat cantik, meski rambutnya telah dicukur habis.
Dia yang tadi siang telah ditolong oleh Kinda.

"sebelum mulai makan,.. Saya ingin mengucapkan terimakasih dahulu kepada pakde dan bude Surjana serta kang Aji,.. Karena berkat merekalah yang meminta ikut mengembara,.. sehingga dalam perjalanan kami yang santai,.. namun akhirnya malah membawa saya bertemu dengan satu-satunya teman saya waktu kecil dahulu,.. hehe,.."

Nampak sambil tertawa ringan Waseso mengerling kearah kanan.
Semua yang ada disitu segera ikut tertawa lantang mendengar kata sambutan dari Waseso dan gerakan bibir Kinda yang nampak di monyongkan kearah Waseso.

Setelah puas tertawa, barulah Waseso melanjutkan :

"mari kita makan !!,.."

Sambil tangannya maju hendak meraih piring didepannya.
Namun niat itu dia batalkan demi mendengar Pakde Surjana berkata :

"eittt,.. nanti dulu,.. aku juga ingin mengatakan sesuatu,.. Saya dan keluarga berterimakasih kepada nak Waseso yang telah menolong kami dan mengijinkan kami sekeluarga untuk menumpang hidup jalan bersamanya,.. Semoga kami tidak menjadi beban sepanjang perjalanan,.."

"beban bagaimana sich pakde ini,.. Kan tadi barusan saya bilang,.. Justru kalau kita tidak jalan bersama,.. tentu saya sudah mblangsak dan tidak bakalan bertemu dengan orang terpenting dalam hidup saya,.. ahahaha,.."

Waseso tertawa karena lengan kanannya ditinju oleh Kinda setelah perkataannya tadi.
Mereka semua ikut tertawa demi melihat kelakuan kekanak-kanakan sepasang sahabat itu.

"aku juga berterimakasih,.. karena si sedeng ini telah membuat ilmu silatku menjadi lebih tinggi dan terutama tenaga dalamku juga telah naik satu tingkat,.."

Demikian Kinda juga turut andil berkata, disusul dengan dua kali tinjunya menyusul dilayangkan tepat mengenai lengan kanan Waseso lagi,..
Demi dilihatnya sang pemuda menirukannya memonyongkan bibir.

"aku juga ingin berterimakasih kepada nona Kinda,.. Maaf,.. Adik Kinda,.. Atas pertolongannya sehingga aku bisa terbebas dari para penculik,.."

Demikian Ni Luh juga ikut membuka suara.
Perkataannya tadi dia ralat, demi melirik yang dimaksud sedang memelototkan mata kepadanya karena memang sebelum ini atas permintaan Kinda?
Dia harus memanggil adik kepada nona penolongnya tersebut, yang usianya memang lebih muda dua tahun darinya.

"adik bau,.. engkau tahu darimana kalo Ni Luh sedang dalam bahaya?,.."

Tanya Waseso kepada Kinda.
Yang lain juga ikut memperhatikan dan tampak menunggu jawaban Kinda :

"waktu itu,.. aku sedang di kota,.. setengah hari perjalanan dari sini,.. Saat aku membeli pakaian, aku melihat gerak-gerik mencurigakan dua orang penjahat gagak tombak yang juga sedang membeli pakaian, namun yang dibelinya kok pakaian wanita?,.. Jadi yaaa,.. Aku membuntuti mereka sampai ke tempat tadi dan ternyata benar dugaanku,.. kak Ni Luh ini ditawan mereka bertiga dan akan di persembahkan kepada pimpinan mereka,.."

Selesai berkata nampak dilihatnya Waseso sedang memandangnya penuh rasa terimakasih.
Tentu saja hati Kinda merasa senang dan bangga.
Yang lain juga memberikan tatapan pujian kepadanya.

"aku juga ingin berterimakasih atas yang disampaikan ayah tadi dan juga kepada pemilik rumah ini yang telah meninggalkan sekarung gabah, tanaman cabe,.. bumbu-bumbu,.. tomat,.. kangkung,.. serta terimakasih untuk burung puyuh liar serta dua ekor ikan yang akan menjadi lauk istimewa kita semua malam ini,.."

Demikian kata kang Aji, dimana semuanya mulai tertawa lepas ketika mereka mendengar disebutnya jenis sayuran.
Setelah tertawa, semuanya kini memandang kearah bude Surjana, satu-satunya orang yang belum menyampaikan pidato.
Dengan senyum layaknya seorang ibu, dia berkata :

"aku bersyukur kepada Sang Khalik,.. karena menjadi saksi atas apa yang kalian semua tadi katakan,.. Dan terlebih aku sangat bersyukur karena diberi kesempatan untuk bisa menikmati makan malam bersama dengan orang-orang yang aku kasihi,.. tanpa ada rasa khawatir atau takut sedikitpun selayaknya kehidupan normal,.."

Selesai dengan perkataannya dia menengok kanan-kiri, karena tak di dengarnya suara sedikitpun diantara mereka dan malah pada diam membisu.
Bahkan dilihatnya kedua mata Kinda dan Ni Luh telah sembab menahan haru, bahkan mata Waseso pun nampak berkaca-kaca.

Yaaa,..

Kalimat bude Surjana tadi, mengembalikan kenangan indah sang pemuda dan juga sekaligus membangkitkan semangatnya untuk bertindak aneh di kemudian hari.
Dimana hal tersebut tidak selayaknya dikerjakan oleh seorang pendekar tulen,..
Apalagi yang dikaruniai kesaktian sangat tinggi sepertinya.

"mari kita makan,.. keburu burung puyuhnya terbang,.."

Demikian celetuk pakde Surjana memecah keheningan dan disusul oleh tawa bahagia kelima orang lainnya.
Maka semuanya mulai menyantap hidangan sambil saling melontarkan bahan percakapan.
Meski demikian,..
Diantara mereka hanya Waseso saja yang berperilaku layaknya sebagai pendengar setia sambil asyik menikmati makanan.

Sepuluh tahun lamanya si pemuda tidak pernah bergaul atau bahkan mendengar suara manusia.
Itulah kenapa dirinya terlihat sebagai satu-satunya orang yang paling pasif dalam obrolan.

Meski demikian, dalam setiap kesempatan dirinya selalu mencuri pandang kearah teman masa bocahnya dan dia diliputi oleh kekaguman, meski disertai sedikit saja pemikiran aneh.

Yaaa,..

Waseso benar-benar kagum dengan temannya ini yang walaupun dari cara penampilannya terlihat asal-asalan dan secara fisik mirip seorang pemuda, apalagi postur tubuhnya terbilang tinggi.

Bahkan sedikit lebih tinggi jika dibandingkan Ni Luh,..
Padahal gadis yang disebut barusan sama tinggi dengan kang Aji.
Namun temannya yang berpisah dengannya saat masih sama-sama bocah dahulu ini?,..
Telah tumbuh menjadi seorang gadis yang Waseso bisa melihat betul,..
Bahwa dibalik gaya rambutnya yang serampangan awut-awutan, namun raut wajah temannya ini menampakkan kecantikan dan kejelitaan khas.

Meski demikian ada sedikit hal yang menjadi tanda tanya si pemuda terhadap bentuk tubuh temannya itu yang menurutnya aneh.
Karena meski telapak tangan juga kesepuluh jari tangan adalah lentik terkesan kecil, alias sama dengan ukuran jari-jari milik Ni Luh,..
Tetapi mengapa lengan, pundak juga bahu Kinda seperti terlihat besar dan tentu saja?,..
Nampak tak sebanding dengan anggota tubuh yang tadi disebut, juga tak sesuai dengan ukuran leher juga bentuk kepala kawannya itu?
Sehingga gemuknya tubuh Kinda, hanyalah pada anggota tubuh yang terbalut pakaian yang dia kenakan saja.

Namun demikian hal itu tidak dipusingkan lebih lanjut oleh si pemuda dan dia kembali mengulangi perbuatannya semula, yaitu mencuri pandang sebagaimana tadi serta tidak bisa menutupi tatapan kekagumannya terhadap Kinda, sang teman masa bocah dahulu.
  



BERSAMBUNG

Pendekar Dibalik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang