Siang itu rombongan keluarga Waseso berjalan meninggalkan perkampungan kosong yang baru saja mereka singgahi selama semalam.
Berjalan memimpin didepan sejarak sepuluh tombak, adalah Waseso beriringan bersama dengan Kinda.
Dibelakang mereka juga berjalan sangat santai, sebuah pedati yang ditarik seekor kuda jenis ras unggulan milik Kinda,..
Ditumpangi oleh pakde Surjana sebagai kusir, bude bertindak sebagai navigator, serta Ni Luh sebagai penumpang.
Berjalan dibelakang pedati, seperti sepasang muda-mudi yang sedang pedekate, adalah Kestri gadis yang tempo hari ditolong Waseso,..
Didampingi oleh kang Aji yang sangat jelas terlihat, seperti sedang memberikan presentasi kepada calon investor sambil menenteng tali rajutan bambu yang menuntun seekor sapi perah betina berwarna belang hitam putih yang seperti sedang asyik mengunyah sesuatu yang nampaknya sangat lezat,..
Sehingga tidak memperdulikan selingan suara tawa dua manusia didepannya.Waseso juga nampak sesekali melirik kebelakang dan dilanjutkan dengan senyum-senyum sendiri sambil membatin :
"syukur kemarin malam aku bertindak cepat,.."
**
Maksud yang dia ingin sampaikan adalah, sebenarnya sehari semenjak ditolongnya,...
Gadis tersebut memperlihatkan rasa ketertarikan terhadap tuan penolongnya.
Dan hal tersebut nyata sekali ditunjukkan saat mereka makan bersama.
Si gadis seperti memberikan perhatian lebih kepada pemuda pujaan hatinya, dengan cara selalu menawarkan :"tambah nasi kak?,.."
Atau
"lauknya tambah kak?,.."
Waseso yang memang masih polos dengan hal ikhwal lain jenis, awalnya tidak mengerti dengan tatapan Kestri kepadanya jika sedang membantu dirinya dan bude memasak menu makan.
Hanya memang sekilas, si pemuda sempat berpikir dan merasa agak sedikit ge er,.."apa iya sich?,.."
Begitu benaknya.
Tapi demi mendapat perhatian lebih tersebut, dia menjadi sedikit yakin bahwa dugaannya tidak meleset.
Namun setelah dia pikir, bahwa jika dia tidak segera bertindak benar?
Maka urusan dikemudian hari bakalan rumit.
Bukan karena dia tidak tertarik dengan Kestri, gadis desa nan anggun sederhana yang seingatnya, bahkan lebih cantik dibandingkan dengan mendiang ibunya.
Namun si pemuda merasa bahwa dia baru saja melangkah "keluar" dan berniat untuk bisa menjadi berguna bagi banyak orang?
Tetapi tiba-tiba tidak dilanjutkan, dikarenakan berguna hanya bagi gadis ini dan keluarga binaannya di kemudian hari?
Kan aneh,..Apalagi diliriknya, teman makan disampingnya sebelah kanan?,..
Nampak menyunggingkan kayak senyum nyindir dan bahkan Ni Luh yang duduk diantara Kinda dan Kestri, jelas sekali bertindak sebagai suporter utama.
Karena dia selalu menggeser beberapa menu makan mereka, ke dekat Kestri,..
Yang tentu saja dengan senang hati menawarkannya kepada pujaan hati seperti tadi.Apakah si gadis salah?
Tentu saja tidak,..
Siapa sich gadis yang tidak jatuh hati kepada pemuda yang baik hati, bahkan dalam kasus ini telah menyelamatkan satu-satunya harta berharga yang dimiliki?
Itulah mengapa baik Kinda maupun Ni Luh, sebagai sesama gadis sangat berlaku bijak menemui hal tersebut.
Tiba-tiba Waseso seperti memperoleh ide :"bude,.. saya mau tanya,.. mengapa dahulu bude lebih memilih pakde dan bukannya pendekar silat?,.. Karena semasa mudanya dahulu,.. bude yang cantik ini, pastilah ditaksir banyak pemuda dari kalangan manapun,.. Tapi jangan sebutkan alasan ketampanan pakde loh?,.."
Yang ditanya tentu saja kaget dan ketika melirik suaminya, dilihatnya juga sedang menatapnya dengan senyum kecil ingin tahu.
Demikian juga kang Aji dan Kestri, nampak menghentikan kunyahan mulut mereka dan seolah ingin mendengarkan pelajaran berharga.
Hanya Kinda dan Ni Luh yang keduanya nampak saling berpandangan, seperti sudah bisa menebak arah pertanyaan si pemuda.
Maka dengan tersipu, bude pun menjawab :
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Dibalik Layar
General FictionSebuah kisah yang menceritakan tentang bocah lelaki berusia delapan tahun, yang harus bertahan hidup demi memenuhi janji terakhirnya kepada mendiang kedua orang tua serta berbagai pilihan yang harus dia ambil dalam upaya melukis takdirnya sendiri. ...