Dua malam kemudian,..
Sedari tadi Waseso merasa gelisah sendiri, oleh karenanya dia memilih untuk lebih banyak mendengar berbagai obrolan yang saling bersahutan dari terutama kesebelas gadis.
Adapun Fahira hampir mirip sebagaimana Waseso, yang juga lebih banyak terlihat asyik mengunyah makanan sambil sesekali menimpali atau terlihat aktif memutar meja atas, jika ada yang berminat untuk mengambil tambah nasi, sayur atau lauk.Memang suasana kehangatan di atas meja makan telah kembali seperti semula sejak ketegangan tempo hari.
Maka dari itu dikarenakan takut menimbulkan ketegangan susulan, kemarin Waseso juga menunda niatnya untuk mengutarakan rencana perpisahannya, sebagaimana niat ketiganya yang lalu.Sebenarnya perasaan si pemuda begitu campur aduk antara bangga, senang namun juga sedih.
Bangga dan senang, karena dia melihat sendiri bagaimana usaha mereka semua membuahkan hasil bagi penduduk desa Watubok, baik yang warga asli maupun pendatang.
Warga ini sudah beraktivitas rutin dengan aman, layaknya sebuah desa normal.
Sudah begitu semua gadis pendekar terlihat sangat menikmati peran penting mereka masing-masing dan begitu antusias terlibat langsung dengan aktivitas warga desa.Sedih,..
Karena dia harus berpisah dengan kesemua gadis.
Dimana si pemuda memang berniat untuk melanjutkan perjalanan dalam upaya menemukan desa dan warga lain yang membutuhkan bantuan uluran tangannya,..
Karena si pemuda beranggapan bahwa masih banyak terdapat orang-orang menderita di seluruh penjuru negeri.Ketika dilihatnya semua sudah selesai makan dan hampir seluruh gadis sedang duduk santai?,..
Si pemuda mulai membuka percakapan, meski lebih ditujukan kepada Werni ;"kak Werni,.. mulai tadi pagi,.. aku menggembleng kakak seperguruanmu suami istri, yang mempunyai niat untuk menetap di desa ini,.. karena kulihat mereka selain baik juga cukup bisa diandalkan untuk memimpin barisan keamanan desa,.."
"iya benar adik Eso,.. paman dan bibi Setra orang baik kok,.. mereka juga nggak neko-neko,.. lagian hanya mereka sepasang suami istri yang memutuskan menentang arus dan tidak mengikuti jejak semua adik seperguruan,.."
Waseso mengangguk setuju.
Padahal ada alasan lain yang sengaja disembunyikannya.
Yaitu entah mengapa, dia teringat saat masih bocah dahulu,..
Bagaimana sepasang pendekar yang adalah mendiang ayah ibunya, saat mengambil peran menjadi pemimpin keamanan desa mereka yang Waseso sendiri sudah lupa nama desanya.Sepertinya Shinta mengerti bahwa topik utama bukanlah soal sepasang pendekar bekas anak murid perguruan Elang Biru.
Oleh karenanya, sambil menatap si pemuda dia bertanya :"kak Eso ada rencana apa?,.."
Tepat dan persis ke pokok permasalahan, demikian Waseso membatin dan mau tidak mau akibat sudah kepalang tanggung dia berkata :
"yaaa,.. menurutku,.. harus ada pemimpin yang mempunyai cukup ilmu untuk menjaga terjaminnya keamanan desa ini,.. meski saat ini berkeliarannya orang partai gagak tombak sudah mulai sangat berkurang,.. juga gerombolan penjahat berkedok prajurit,.. juga hampir dikatakan tidak pernah terlihat datang,.."
"terus?,.."
Kini giliran Bening turut mencecar.
Bahkan saat diliriknya, kesemua gadis sedang memperhatikan seperti menunggu sebuah berita penting."yaaaa,.. sudah saatnya desa ini mandiri, karena menurutku masih banyak desa lain yang membutuhkan bant,.."
"horeeee,...."
"asyikkk,....."
"yeeiiiiii,......"
"cihuuiii,....."
Bahkan Kinda dengan tanpa malu mencium satu pipi Waseso meski hanya sekilas.
Tentu saja,..
Keadaan riuh ramai dimana hampir semua gadis telah bangkit berdiri dan saling berpelukan?
Membuat si pemuda dibikin bingung, padahal dia belum selesai ngomong.
Tetapi kesadarannya segera pulih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Dibalik Layar
Aktuelle LiteraturSebuah kisah yang menceritakan tentang bocah lelaki berusia delapan tahun, yang harus bertahan hidup demi memenuhi janji terakhirnya kepada mendiang kedua orang tua serta berbagai pilihan yang harus dia ambil dalam upaya melukis takdirnya sendiri. ...