BAB 19 - KEKELIRUAN TAK DISENGAJA

129 11 4
                                    

Sore itu, Ni Luh sedang berbicara dengan Waseso berkaitan usaha yang dilakukan oleh si pemuda, terkait perkembangan kesembuhan penyakitnya.
Pembicaraan mereka berdua terputus, demi melihat kedatangan Kinda bersama seorang gadis yang sama tinggi dan berpakaian unik, serta sangat jelas menunjukkan,..
Bahwa gadis itu bukan berasal dari negeri ini maupun negeri Gunumlatar.

Dia mengenakan mantel perjalanan yang terbuat dari bulu binatang berwarna coklat tua.
Kepalanya ditutupi seperti mantel kecil, namun berbentuk mirip topi, dengan bagian kanan-kiri membentuk layaknya kuping kelinci panjang dan jatuh menutupi kedua telinga gadis jelita berkulit putih susu itu,..
Sehingga terkesan lucu namun justru mempermanis si pemilik wajah bulat telur dan bermata agak sipit.
Pada bagian punggung belakang nampak tersembul entah gagang pedang atau gagang pecut, karena tidak jelas.
Tetapi gagang tersebut dibebat sedemikian rupa dan ujungnya menjuntai seperti ekor tupai.

Gadis itu juga mengenakan celana panjang ketat, yang jelas mencetak bentuk kakinya yang terlihat sempurna dari paha hingga ke betis layaknya kaki belalang.
Sepatunya juga terbuat dari kulit binatang berwarna hitam putih, berbentuk tinggi hingga setinggi betis.
Sungguh perpaduan sempurna antara kecantikan dan penampilan luar,..
Yang tentunya akan membuat semua mata lelaki bakalan melirik ke arahnya sebanyak sembilan kali sembilan, kali delapan.

Waseso yang mengalami trauma setelah insiden meng-abukan tigabelas kunyuk, sudah mulai sering menggunakan ilmunya :

"Mengukur Kedalaman Samudera" setiap menjumpai orang-orang dunia persilatan, agar tidak sampai terulang kesalahan tangan.

(ilmu ini adalah sebuah pancaran tenaga sakti yang dikeluarkan dari kedua telapak tangan, untuk merasakan tingkat tenaga dalam yang dimiliki oleh orang yang menjadi targetnya)

Dalam batin, Waseso kagum dengan kemampuan tenaga dalam gadis ini yang masih dua tingkat diatas Kinda.
Namun demikian juga maklum, karena jika tidak memiliki "sesuatu" tentu saja tidak mungkin dia berani keluyuran sendirian hingga jauh ke negeri orang.

Sambil berjalan mendekat, Kinda sudah berkoar-koar :

"kak Waseso,.. kak Ni Luh,.. ini temanku kak Laksita,.."

"apakah anak itu bisa bicara bahasa asing?,.."

Bisik lirih Waseso kepada Ni Luh, maksud anak itu tentu saja adalah Kinda.

"mungkin saja,.."

Bisik Ni Luh juga.

Begitu tiba didepannya, Ni Luh dengan tersenyum ramah langsung mengulurkan tangan :

"hai,.."

Ni Luh hanya mengeluarkan ucapan tersebut, karena kata itu pastinya diketahui oleh semua bangsa, batinnya.

"hai,.."

Waseso membeo, sambil mengulurkan tangan juga.

Nampaknya yang disapa memahami keraguan Ni Luh dan Waseso,..
Karena dia melihat mereka berdua sekilas ragu-ragu, namun dia maklum karena kejadian seperti ini sering di alaminya.
Lalu dengan senyum ramah pula, dia menyambut uluran tangan Ni Luh dan Waseso bergantian :

"hai,.. senang berkenalan,.. saya Laksita,.."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pendekar Dibalik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang