Waseso tertegun di pinggir sesuatu yang menyerupai jalan.
(lebih tepatnya bekas jalan umum yang sangat jarang dilewati, karena selain kondisi tanahnya lebih keras dan bersih dari tumbuhan liar, namun tidak nampak sedikitpun jejak kaki kuda ataupun bekas kotorannya).
Pemuda itu sedang berpikir arah mana yang akan diambil.
Kalau dia memotong jalan ini dan mengambil arah lurus?
Jelas sekali bahwa dirinya akan menempuh jalur dunia persilatan, karena daerah didepannya itu merupakan padang rumput dengan beberapa pohon liar yang tumbuh secara acak.
Ada yang besar dan kecil, persis seperti jalan padang rumput dibelakangnya yang barusan dilaluinya setelah sekitar tiga penanakan nasi tadi dirinya berjalan santai, meninggalkan batas luar lautan rawa beracun dan akhirnya sampai ditempat ini.
Kalau dia ke kiri atau ke kanan menelusuri jalan ini?
Berarti dia mengambil jalur masyarakat biasa.Masih dengan rasa bimbang, dia menoleh kearah sebuah pohon kapuk liar yang batangnya benar-benar sangat besar,..
Namun semua daunnya rontok alias gundul serta hanya menyisakan dahan-dahan kering.
Selain pohonnya besar, ada keanehan yang dilihat oleh Waseso yaitu; bentuk batang tersebut tegak berdiri layaknya pohon kebanyakan.
Tetapi setelah ketinggian sekitar tiga orang dewasa ditumpuk berdiri?,..
Batang tersebut seperti ditekuk belok kearah jalan dibelakangnya,..
Lalu seperti ditekuk lagi tegak, kearah atas dan barulah dahan-dahan lainnya tumbuh rimbun dari sana.
Waseso tersenyum sendiri demi menemukan sebuah penanda itu.Setelah menarik napas, barulah dengan ringan dia menghadap kiri dan melangkah menelusuri bekas jalan tersebut.
Menyadari sinar matahari yang agak menyengat kulit tengkuknya juga punggung dari arah timur laut sehingga berasa lumayan panas itu?,..
Segera dia berlari seperti terbang mengalahkan seekor kuda balap yang sedang dipacu.Entah sudah berapa lama dia berlari seperti itu, namun demi dilihatnya atap yang terbuat dari anyaman jerami kering sudah dekat di depannya sana?,..
Segera dirinya melompat naik keatas pohon dan memilih jalur tempuh dari pucuk pohon satu ke pucuk lainnya,..
Hingga akhirnya dia berhenti, agar bisa mengamati secara lebih jelas.
Dari pucuk pohon ketapang yang dipakainya bertengger, dia melihat dibawah sana sebelah kanan jalan?
Ada sekitar delapan rumah kayu yang seperti dibiarkan terbengkalai.
Kondisi sekitarnya sangat sunyi dan lengang, bahkan suara hewan peliharaanpun tak didengarnya sama sekali.Pemandangan ini mengingatkannya dengan kondisi perkampungan desanya yang telah ditinggalkan duabelas tahun yang lalu.
Menyadari bahwa ini hanyalah bekas perkampungan dan tidak ada bukti secuilpun yang menunjukkan adanya kehidupan?
Segera dia melenting dan sudah hinggap di pucuk atap rumah kedua dan seterusnya hingga meluncur turun kembali kejalan dan lari lagi.Tetapi,...
Belum ada tiga kedipan mata, nampak batang hidungnya kembali lari berbalik, menuju ke bekas perkampungan tersebut.
Terlihat beberapa kali kelebatan badannya keluar masuk setiap rumah,..
Tetapi hingga tiba di rumah terakhir?
Tak ditemukan juga apa yang dicari, barulah dia berhenti dan diam termenung sambil memandang sekelilingnya.Ketika matanya sekilas melihat kelebatan kecil kain dibawah tangga terbawah salah satu rumah, diapun meluncur kesana dan segera memungut kain yang sebagian besar potongannya tertimbun debu tebal.
Kain itu adalah kain hitam yang ukurannya cukup lebar dan ternyata adalah sebuah bendera panji dengan gambar burung gagak dan sebuah tombak bersulam benang putih, yang meskipun sudah buluk dan usang, namun masih terlihat kuat.
Setelah dia pungut dan dikibaskan ke udara sebanyak empat kali untuk menghilangkan debu-debunya,..
Barulah kain tersebut dilingkarkan ke pinggang dan berhasil menutup bagian bawah perut hingga keatas dua lutut.
Setelah dirasanya cukup, barulah dia celingukan mencari sumur dan segera dia meletakkan bawaannya yang diselempangkan di bahu,..
Benda itu mirip tas yang terbuat dari anyaman jenis batang kering daun tertentu dan rupanya dia bermaksud untuk mengambil bubuk busa dari dalam buntalan tas unik hasil kerajinan tangannya tersebut.
Sebentar dirinya melongok kedalam sumur karena dia tidak menjumpai adanya timba.
Pedang Pembelah Langit hanya dia letakkan disamping tasnya di dekat bibir sumur.
Lalu :
KAMU SEDANG MEMBACA
Pendekar Dibalik Layar
General FictionSebuah kisah yang menceritakan tentang bocah lelaki berusia delapan tahun, yang harus bertahan hidup demi memenuhi janji terakhirnya kepada mendiang kedua orang tua serta berbagai pilihan yang harus dia ambil dalam upaya melukis takdirnya sendiri. ...