BAB 22 - KEMBALINYA PEDÀNG MUSTIKA

108 13 5
                                    

Telah dua hari ini Kinda merasakan hati yang begitu gembira, melanjutkan kembali  perjalanan melancong bersama keluarga beuussssarrrnya.

Dia berjalan, mengunyah panganan, juga sambil sesekali melihat atas pohon, ke arah si burung kecil berwarna kuning yang terbang dari dahan ke dahan, dalam rangka mengikuti perjalanan sang majikan.

Kinda yang biasanya paling cerewet, kali ini dikalahkan oleh keceriaan Laksita yang terlihat sangat lincah, bergerak kesana kemari memetik berbagai bunga cantik yang ditemuinya sepanjang perjalanan.
Hasil petikannya, sebagian besar diselipkan ke telinganya sendiri, bahkan secara paksa dia pasang ke telinga Ni Luh, Werni bahkan juga Kinda.
Sesekali terdengar ketawa geli dari ketiga wanita tersebut.

Bagaimana tidak?,..

Jika masing-masing telinga mereka, baik yang kanan maupun kiri sudah terpasang dua jenis bunga berbeda, namun Laksita masih juga memaksakannya masuk lagi dengan bunga jenis lain?
Tentu saja mereka semua merasa geli dengan kelakuan gadis itu.

Tetapi mereka menyadari, bahwa selama di dalam perkampungan?,..
Hanya Laksita seorang yang sangat jarang keluar dari gubuk-gubuk pengobatan pengungsi, karena pasiennya banyak.

Keluar hanya untuk makan siang, itupun sesekali melakukan rutinitas kebutuhan pribadinya sendiri seperti mandi, mencuci pakaian, dll. 
Waktu paling longgarnya hanya ikut makan malam bersama,..
Setelah itu tidur, besok paginya kembali lagi dilanjutkan seperti hari sebelumnya.

Oleh karenanya, mereka maklum dan turut terbawa energi keceriaan gadis cantik jelita itu.

Sekarang dia tidak lagi mengenakan pakaian adatnya yang telah disimpan.
Dan kini telah memakai baju adat wanita bangsa ini.
Baju tersebut dibuatkan oleh Ni Luh yang menjahitnya sangat pas dan cantik membungkus tubuh dan kulit Laksita yang berwarna putih susu, namun juga ada warna semburat kemerahan.

Kegembiraan juga ditunjukkan oleh Ni Luh yang selalu tersenyum bahagia.
Sambil berjalan dia merangkai bunga-bunga hasil petikan Laksita yang telah kewalahan dengan "panennya".
Dalam aktivitasnya tersebut, dia mengingat kejadian seminggu yang lalu, ketika dia mencoba mendekatkan Laksita kepada salah satu adik seperguruan kang Daruna,..
Pemuda itu sebenarnya sebaya dengan si gadis,..
Gagah dan sangat tampan, serta jelas menunjukkan rasa tertariknya kepada Laksita.
Namun hasilnya?,..

Ni Luh malah diomeli oleh Laksita.
Ingat hal tersebut, dia senyum-senyum sendiri dan bersumpah tidak akan pernah lagi mengulangi.

Werni juga demikian,..
Dia ini berlaku layaknya ibu muda yang membawa satu kantong berisi makanan ringan hasil buatannya.
Dia sibuk berteriak dan memanggil Laksita, jika gadis itu tak menampakkan batang hidung karena berseliweran kesana-kemari.

Setelah datang dan menghampiri, Werni segera menyuapi si gadis dengan tangan kanan.
Bahkan aksinya menyuapi ini, juga dilakukannya terhadap Ni Luh dan Kinda.
Kelompok empat wanita muda cantik nan jelita ini, adalah rombongan kedua terdepan.

Dimana rombongan pertama dan jauh paling depan sana, adalah kang Daruna beserta adik-adik seperguruannya.
Mereka berperan sebagai pembuka dan pembersih jalan, jika bertemu dengan pengganggu.

Kelompok ketiga adalah pemuda-pemudi pengungsi, serta beberapa orang-orang tua yang sehat dan ingin berjalan kaki.
Kadang ada yang bergantian menggendong bocah kecil pada bahu mereka, yang jika si bocah sudah terlihat mengantuk diserahkan ke pedati belakang yang ditarik oleh kuda.

Disusul adalah pedati yang mengangkut ibu-ibu, dibelangkangnya pedati lagi,..
Juga termasuk pedati khusus orang sakit, terus pedati lagi,..
Mengular,..
Pedati yang mengangkut barang-barang dan terakhir pedati yang mengangkut sapi perah betina, bernama plentong.

Pendekar Dibalik LayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang