***
Davina bergegas mengejar Greg yang memasuki kamarnya. Begitu ia membuka pintu, tampak laki-laki itu tengah berdiri membelakangi, kepalanya tertunduk dengan tangannya yang bersandar di kusen jendela kamar. Bahu kokohnya bergerak naik turun seolah menahan emosi yang bergejolak.
"Greg ..."
"Tolong pergi!"
Davina seketika merapatkan bibirnya. Suara Greg yang dalam terdengar semakin menakutkan saat marah seperti ini. Tak urung itu membuat ia sendiri gentar dengan perasaan sakit di hatinya. Perasaan bersalah pada Liberty semakin menguat, membuat air matanya pun menitik tak tertahan.
"Ba-baiklah," kata Davina sedikit gemetar, "aku keluar dulu!" lanjutnya dengan suara tercekat. Lalu berbalik badan, melangkah kembali menuju pintu.
Namun sebelum tangannya menyentuh gagang pintu, bahunya ditarik. Membuatnya berbalik dan kemudian kedua tangan Greg melingkupinya. Menahannya dan memeluknya erat.
"Jangan!" ucap Greg setengah berbisik, "tolong tetaplah disini!"
Davina tergugu, tangisnya pun pecah. Perasaan takut yang beberapa detik lalu melanda hatinya pun seketika hilang. Namun tetap saja, perasaan bersalah terhadap Liberty masih memenuhi rongga dadanya.
"Aku yang menyebabkan semua ini, Greg!" tangis Davina, tangannya membalas pelukan Greg.
"Tidak! Kau tidak boleh menyerah! Kumohon!" pinta Greg memejamkan mata, mencium sisi kepala Davina dengan penuh perasaan.
Untuk beberapa saat mereka hanya saling berpelukan, sesekali terdengar isak pelan dari Davina. Ketika perasaan mereka sudah tenang, Greg pun mengajak Davina untuk duduk, dan kembali meraih wanita itu ke dalam pelukannya.
"Kau tak bisa memaksakan kehendak begitu saja," ucap Davina lirih, "Liberty membutuhkan waktu untuk bisa menerimaku," lanjutnya sambil memejamkan mata menenggelamkan wajahnya di dada Greg.
Greg tak menjawab, hanya tangannya tak berhenti membelai rambut Davina dengan sayang. Terdengar helaan nafas panjang kemudian.
"Kuharap kesabaranmu lebih banyak dari yang kupunya." desahnya ikut memejamkan mata, menyandarkan kepalanya di atas kepala Davina.
***
Liberty menarik gelas minumannya yang baru saja disodorkan oleh bartender. Laki-laki muda itu tersenyum menatap Liberty, namun yang ditatap sama sekalipun menoleh. Wajah cantiknya yang terlihat datar, justru membuat pria manapun semakin penasaran. Ditambah penampilannya kali ini sedikit lebih berani dari biasanya.
Claire datang tertawa-tawa bersama seorang laki-laki yang memeluk pinggangnya. Tampaknya gadis itu mulai mabuk setelah menari di lantai dansa. Membuat efek minuman yang ditenggaknya semakin naik.
"Hei," sapa Claire begitu melihat Liberty. Ia lalu duduk di pangkuan laki-laki itu. Liberty meliriknya sebentar, dan mengenali jika laki-laki itu yang waktu itu bercinta dengan Claire saat pesta. Yang namanya mengingatkannya pada makhluk hijau bertelinga panjang di film Star Wars, Yoda.
"Kau baik-baik saja?"tanya Claire memperhatikan Liberty.
Liberty menoleh, namun ketika ia melihat Yoda tengah menatapnya dari belakang bahu Claire, seketika ia kembali memalingkan wajahnya.
"Sedikit kesal!" ujarnya, setengah menyindir. Membuat Yoda tertawa tanpa suara.
Claire tersenyum, "Kau boleh menginap selamanya di rumahku jika kau mau," kata Claire, lalu menyesap minumannya sejenak, "rumahku akan selalu terbuka untukmu kapan saja." tambahnya sebentar menyentuh tangan Liberty.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being Your Mama
General FictionBlurb singkat : Davina yang harus berhadapan dengan anak remaja putri, dari Gregory Smith, tunangannya. Yang menolak kehadirannya sebagai calon istri ayahnya. Juga menghindari cinta segitiga yang menjebaknya bersama atasannya, Axel William Brighton...