16. New Chapter.

372 27 0
                                    

***

Rapat berlangsung dengan baik dan sukses, meski pada awalnya semua orang harus menahan nafas dengan jantung berdebar menunggu tanggapan dari klien. Davina mendapat banyak ucapan selamat dari timnya dan juga karyawan lain.

Axel tersenyum puas dan bangga dengan pencapaian Davina. Jika saja dia tak menahan diri, mungkin dia sudah memeluk wanita itu di hadapan banyak orang.

"Kerja bagus, Nona Wijaya!" ucap Axel begitu langkahnya sampai di depan Davina, wanita itu menoleh dengan masih menyisakan senyum lebar. Dan matanya melebar sebentar ketika tiba-tiba menyadari Axel mendekatinya.

"Ah ya, terimakasih." balas Davina mengulas senyum. Kedua tangannya bertaut di depan, bersikap hormat pada Axel.

Wanita itu terlihat sedikit salah tingkah menyadari Axel menatapnya lebih dalam. Raline sengaja berdeham demi menyadarkan atasannya itu.

"Baiklah, lanjutkan pekerjaan kalian!" ujar Axel setelah mengerjap dan memalingkan wajahnya. Dan langsung berbalik, keluar dari ruangan. Raline mengangkat alisnya sambil berjalan, tersenyum berpamitan pada Davina.

Davina memutar tubuhnya, melihat ke arah pintu dimana punggung Axel menghilang di balik tembok. Ia lalu menghela nafas panjang, meluruhkan bahunya yang sedari tadi terasa kaku dan tegang.

"Terimakasih, Tuhan!" bisiknya menghembuskan nafas lega. Semua kalut dan usaha kerasnya membuat ulang rancangan itu, terbayar dengan memuaskan.

Davina tersenyum membalas rekan lainnya yang terakhir keluar dari ruangan. Setelah membereskan barang-barangnya, ia pun segera keluar. Dengan tujuan ke stand kopi, untuk sedikit beristirahat sebentar di sana.

Saat itu, ponselnya yang ada di saku rok sepannya bergetar. Davina melihat jam digital besar yang dipasang di dinding ruangan kantor, waktu menunjukkan sudah waktunya makan siang. Dan dugaannya benar, jika Greg-lah yang meneleponnya.

Entah kenapa, hatinya sedang tidak ingin bertemu atau bicara dengan tunangannya itu. Ada sesuatu yang mengganjal, dan itu membuat emosinya terganggu. Sejak pembicaraan mereka berdua tadi malam saat dirinya mengerjakan ulang rancangan.

Davina menarik nafas berat, "Maaf, Greg. Aku sedang tidak ingin bicara saat ini." bisiknya pelan. Membiarkan panggilan di ponselnya kemudian berhenti. Dan mengabaikan panggilan berikutnya.

Secangkir kopi dengan krimer mungkin akan sedikit membantu meredakan moodnya saat ini. Dan juga, tidak ada salahnya untuk makan siang di kantin kantor saja. Perusahaan sekelas Brighton tentu tidak akan memberi makan karyawannya dengan makanan biasa saja. Maka, alih-alih mengambil kopi, Davina terus berjalan menuju kantin kantor.

Kabar soal rapat barusan, rupanya menyebar cepat di antara para karyawan. Terbukti dari beberapa sapaan ramah dan sambutan hangat orang-orang yang berpapasan dengan dirinya. Davina hanya mampu tersenyum canggung membalasnya. Ajakan mereka untuk makan siang bersama terpaksa Davina tolak. Ia tidak terbiasa mengobrol selagi makan, dan lagi saat ini ia hanya ingin sendirian.

Setelah mengambil beberapa menu untuk makan, Davina mengambil kursi di sebelah sudut, agak menjauh dari kursi-kursi yang ramai oleh karyawan lain. Dan makan dengan tenang.

Davina tersenyum sendiri merasakan salad ayam yang ternyata sangat enak. Setelah ini mungkin ia akan lebih sering makan di kantin kantor saja, kekehnya dalam hati.

"Boleh aku duduk di sini?"

Tangan Davina yang hendak menyuapkan sendok salad pun terhenti di udara. Wajahnya mendongak dengan mata melebar.

Axel tampak berdiri di hadapannya dengan nampan makan siang di tangannya. Memiringkan kepala menatapnya.

"Boleh?" ulangnya.

Being Your MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang