18. Teenage Problem.

461 22 0
                                    

***

Permintaan Greg seharusnya menjadi kabar yang membahagiakan bagi Davina. Namun kali ini terasa hambar. Ia merasa jika ajakan Greg terlalu terburu-buru, sementara masalah Liberty saja masih sulit untuk menerima. Mereka sudah memutuskan untuk menikah akhir tahun ini, dan itu masih hampir setengah tahun dari sekarang.

"Bagaimana?" tanya Greg, melihat Davina justru malah melamun.

Davina melepaskan pelukan mereka, lalu berjalan menjauh. Ia tak ingin Greg melihat kegelisahan di wajahnya.

"Aku tidak tahu, Greg," kata Davina, "Liberty masih sulit menerimaku di sini, aku tak bisa mengabaikan perasaannya begitu saja."

Seketika raut wajah Greg berubah dingin, "Lalu, bagaimana denganku?" tanyanya lagi, kali ini suaranya terdengar dalam.

Davina menelan saliva, ia tahu jika ini pasti akan menyinggung perasaan Greg. Ia berbalik, dan melihat Greg masih berdiri menatapnya dengan sorot mata kelam. Davina melihat kecemburuan dan keraguan yang tergambar jelas di kedua manik mata itu.

"Apa kau benar-benar percaya padaku, Greg?" tanya Davina, "apa keyakinanmu padaku mulai terusik?"

Greg terdiam, matanya lalu meredup seraya memalingkan wajahnya.

"Aku hanya takut kau berubah," hembus Greg dengan suara tercekat.

Davina segera menghampiri dan kembali memeluknya. "Bersabarlah, Sayang," bisik Davina, "jangan mengambil keputusan di saat hatimu dilanda keraguan," tambahnya menyentuh wajah Greg.

Greg memegang tangan Davina di wajahnya. Menatap lurus pada kedua mata Davina, wanita itu mengangguk meyakinkan tunangannya itu. Sampai kemudian Greg pun meluruhkan bahunya seraya menghembuskan nafas panjang.

"Maafkan aku," bisik Greg, dipeluknya Davina dengan erat.

Davina tersenyum, ia mengangguk di dalam dekapan Greg. Raut wajahnya pun terlihat lega.

***

Liberty baru saja menghempaskan pantatnya di kursi kantin, ketika Annabelle datang dan duduk di hadapannya. Gadis itu tersenyum ceria.

"Apa kau ada rencana malam ini, Libb?" tanyanya riang seraya menyuapkan sepotong brokoli.

Liberty mengangkat alis, sedikit tidak nyaman karena tiba-tiba saja Annabelle sok akrab dengan memanggil nama pendeknya.

"Selain makan malam bersama ayahku, sepertinya tidak ada!" jawabnya sedikit berbohong, berharap Annabelle jengah dan membatalkan rencananya entah apapun itu. Ia mulai menyendok sup krim dan menikmati makan siangnya.

Mata Annabelle melebar setelahnya, "Wow, ayahmu sepertinya keren, ya!" serunya antusias, "mungkin kita bisa belajar bersama di rumahmu malam ini, Libb!"

Liberty sekali lagi mengangkat alisnya sekali lagi, tak mengira jika reaksi gadis pemandu sorak itu justru terlihat antusias. Namun ia terlanjur berbohong dan merasa sungkan untuk menolak.

"Hanya kau saja!" tegasnya.

Annabelle bersorak kegirangan, "Great! Kita bertemu pulang sekolah nanti!" putusnya seraya beranjak, lalu melambai pergi.

Liberty melihat ke arah perginya Annabelle, tampak seorang siswa dengan baju olahraga Lacrosse menunggunya. Mereka langsung berciuman tanpa ragu begitu berdekatan lalu berjalan bersama meninggalkan kantin.

Liberty kembali memalingkan wajahnya, seraya menarik nafas panjang. Memikirkan suasana makan malam nanti yang pasti akan berlangsung sangat tidak menyenangkan.

Hingga akhirnya bel pulang sekolah pun berbunyi nyaring. Para siswa berhamburan keluar dari kelas memenuhi lorong. Liberty berjalan cepat-cepat, berharap agar tidak bertemu dengan Annabelle. Itu membuatnya terburu-buru dan tak melihat ke depan.

Being Your MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang