Bab 51. Frankenstein.

152 8 4
                                    

***

Liberty berjalan menuju mobil dimana Mori sudah menunggunya sedari tadi.

"Ke rumah Claire!" ucapnya seraya menghempaskan punggungnya di kursi. Dan menatap ke depan.

Tapi nyatanya mobil tak kunjung melaju, Mori masih berkerut kening menatapnya.

"Apa?" ujar Liberty sedikit kesal.

Mori menghela nafas panjang, "Apa yang kau rencanakan, Libb?" tukasnya dengan nada menuduh.

Liberty memutar bola matanya dengan jengah, "Apa kau harus bertanya?" jawabnya balik bertanya.

Mori menggelengkan kepalanya, "Mau sampai kapan kau begini? Davina bahkan selalu baik dan mengalah padamu!" kata Mori prihatin.

Liberty mendengus, "Dia hanya wanita yang memakai topeng agar disukai oleh ayahku, apa kau pernah berpikir jika bahkan Snow White akan membalas dendam seandainya dia tahu jika ibu tirinya itu sangat kejam?!" ujarnya.

Mori mengernyit, "Itu beda soal, Sayang!" ujarnya seraya memberi tatapan datar pada Liberty.

Liberty hanya mengerling tak peduli. Membuat Mori gemas dan jujur saja, dia ikut mencemaskan Liberty. Jangan sampai gadis itu benar-benar bertukar peran menjadi sosok nenek sihir di film Disney itu.

"Sudahlah, terserah! Aku hanya mengkhawatirkanmu!" tukas Mori berujar pelan seraya menyalakan mobil dan segera menjalankannya.

Liberty hanya mendengkus menanggapinya. Sekilas dia melirik Mori yang mengemudi di sampingnya. Wajah lelaki itu tampak berkerut  dan masam. Dia tahu Mori hanya ingin memperingatkan saja, tapi semua ini sudah terlanjur menguasai pikirannya.

Liberty tidak mau jika sampai Davina benar-benar merebut Greg darinya.

"Berhenti!"

Mori menoleh cepat pada Liberty, mereka bahka belum sampai d rumah Claire.

"Apa?" tanyanya bingung.

Liberty menghembus nafas kasar. "Aku bilang berhenti di sini!" tukasnya lagi, kali ini dengan nada meninggi.

Mori terpaku, dia mengeratkan rahangnya da menepikan mobilnya ke pinggir. Liberty segera membuka pintu dan hendak turun, tapi baru saja dia berbalik badan, Mori menyambar lengannya.

"Kau mau kemana?" tahan Mori.

"Bukan urusanmu!" hempas Liberty, menarik lengannya namun Mori menolak melepaskannya.

"Tidak! Aku ingin memastikan kau tidak berbuat macam-macam, Libb!" tegas Mori.

"Sekali lagi kubilang ini bukan urusanmu!" bentak Liberty menunjuk ke wajah Mori, matanya membelalak marah.

Mori tertegun.

Liberty sudah benar-benar dikuasai kebencian. Dia tidak akan mendengarkan siapapun lagi selain pikirannya sendiri.

Maka ketika gadis itu berbalik dan membuka pintu mobil, Mori hanya terdiam membiarkannya turun dari mobil. Bahkan dia hanya memejamkan mata ketika Liberty menutup pintu mobil dengan kencang.

Mori lalu membuka mata dan melihat Liberty sudah berjalan menjauh daru mobilnya. 

"Harus bagaimana lagi aku bicara padamu, Libb?" desahnya seraya menggeleng pasrah.

Liberty memang tengah merencanakan sesuatu, dan Mori yakin jika itu pasti untuk mengerjai Davina lagi. Meski dibilang dia hanyalah seorang gadis remaja, tapi kebencian yang memenuhi hatinya mungkin bisa saja membuatnya berbuat ekstrem dan diluar nalar.

"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" hembus Mori resah, sejenak dia melihat ke arah Liberty pergi sebelum kembali mengoper persneling dan menjalankan mobilnya pergi dari tempat itu. 

Being Your MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang