32. First Wound.

311 20 0
                                    

***

Seharian mencari, Greg tak menemukan petunjuk kemana Liberty pergi. Dia pulang pada saat larut malam, dengan wajah terlihat lelah.

Davina dan Elena yang memang menunggu sedari tadi segera menyambutnya di ambang pintu.

"Bagaimana?" tanya Davina cemas. Elena pun mengangguk tak sabar menunggu jawaban Greg, meski dari ekspresi pria itu jelas, belum ada kabar baik.

Greg menghembuskan nafas lelah seraya menggeleng lemah. "Bahkan anak buahku belum bisa menemukan kemana anak itu pergi," ucapnya lesu.

Davina merangkulnya, memberikan pelukan hangat untuk menenangkannya. Greg pun menumpukkan kepalanya di bahu Davina dengan lelah.

"Ini semua salahku!" ucapnya melemah. "Liberty semakin tak terkendali, dan aku tak bisa melakukan apa-apa."

"Dia akan baik-baik saja, Greg," kata Davina sembari mengelus punggung pria itu.

Greg kembali menegakkan tubuhnya, mengangguk lesu. Davina pun menggandengnya pergi ke kamar mereka. Elena pun hanya termangu dengan wajah cemas.

Merasa cemas akan kondisi Greg juga, Elena membantu menyiapkan makanan karena sudah pasti Greg belum makan sesuap pun sejak siang. Ketika sudah siap, ia pun membawakannya ke kamar.

Namun ketika mencapai pintu, ia tertegun mendapati pintu terbuka sedikit. Sebentar Elena pun berhenti, takut jika kedatangannya mengganggu. Tapi telinganya menangkap isak halus dari dalam.

Suara Davina.

Elena pun mendorong pintu perlahan, dan ia mendapati Davina tengah menangis sendirian di tepian kasur. Sementara Greg tak terlihat.

"Ada apa, Sayang?" kata Elena bergegas mendekat, ia meletakkan nampan makanan di meja kecil sebelum menghampiri Davina.

Davina cepat menghapus air matanya, lalu tersenyum.
"Tak apa, Elena," tepisnya, "terimakasih sudah membuatkan makanan untuk Greg," ucapnya kemudian.

Elena terdiam, menelisik wajah Davina yang seolah menahan tangis dibalik senyum terpaksa di bibirnya.

"Ada apa, Dear?" desaknya menyentuh tangan Davina. Hatinya berkata jika ini bukan masalah Liberty saja.

Davina menggeleng seraya menarik bibir mencoba untuk tersenyum.
"Mungkin hanya perasaanku saja yang sedang sensitif, jadi ..." Davina tak menyelesaikan kalimatnya.

"Aku disini, kau bisa bicara agar beban di hatimu berkurang," kata Elena meyakinkan.

Davina terisak, ia tertunduk. "Aku memang bukan ibu bagi Liberty, dan aku juga mungkin yang menyebabkan semua ini," tuturnya tersendat, "mungkin akan lebih baik jika Regina masih hidup dan aku tidak bertemu dengan Greg," Davina tercekat.

Elena tertegun, "Greg mengatakan itu semua?!" ucapnya tak percaya.

Davina menjawabnya dengan isak tangis tertahan.
"Mungkin hanya Regina yang bisa membuat Liberty tetap disini, Elena," ucap Davina.

Elena segera merangkul bahu Davina yang terguncang halus, wanita muda itu pun menangis di bahunya. Elena mengelus rambutnya membiarkan Davina menumpahkan isi hatinya. Dan ketika ia tak sengaja melihat ke arah pintu, bahunya luruh saat melihat Greg berdiri di sana. Menatap ke arah mereka dengan mata penuh sesal, sebelum kemudian berbalik dan pergi dari ambang pintu.

***

Axel memperhatikan gadis yang kini tengah makan dengan lahap di hadapannya. Mereka sedang berada di sebuah restoran cepat saji 24 jam.

"You want some more?" tanya Axel ketika melihat nampan gadis itu hampir kosong, dia baru saja menghabiskan sebuah burger big mac, kentang goreng jumbo, dan segelas Pepsi.

Being Your MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang