***
Greg mengepal menahan emosi, menatap anak semata wayangnya yang kini bersikap semakin keterlaluan. Mungkin jika saja Davina tidak bersama mereka, ia bisa saja lepas kendali. Namun kelebat bayangan wajah Regina selalu berhasil membuat emosinya kembali reda. Dan secara mengejutkan hal itu pula yang dilihatnya setiap kali ia melihat wajah Davina.
Pada akhirnya, yang dia bisa hanya memejamkan mata lalu menarik nafas dalam-dalam.
"Baiklah, terserah kau saja," tukasnya mengibaskan tangannya, "lakukan semaumu, Liberty, Papa tidak akan menghalangi."
Liberty tertegun mendengarnya, untuk sesaat wajahnya terlihat terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya dari mulut. Namun kemudian, wajahnya mengeras dengan mata mulai berkaca-kaca.
"Aku pikir Papa masih menginginkanku untuk pulang!" ucapnya tersendat, lalu beranjak berdiri dan langsung berlari menuju kamarnya.
Davina hanya bisa membuka mulutnya tanpa kuasa menahan gadis itu, lalu menoleh pada Greg.
"Selanjutnya apa?" sindirnya.
Greg mengangkat alis, "Apa?! Dia tidak mau pulang!"
Davina meluruhkan bahunya, menatap datar. Ayah dan anak sama-sama keras kepala, gerutunya dalam hati.
"Baiklah, terserah kalian entah sampai kapan seperti ini," tukas Davina agak kesal, "dia hanya merajuk dan aku hanya mengikuti, Greg! Setidaknya biarkan saja, asal dia bisa ikut pulang sekarang!"
Greg terdiam, dia mendengkus. Menarik nafas dalam-dalam, berpikir sejenak.
Memang benar yang dikatakan Davina, namun ia sendiri tak tega membiarkan istrinya yang tengah hamil muda seperti itu sendirian di apartemen.
"Baiklah, biar nanti Margareth menemanimu di sana," ujarnya kemudian.
Namun Davina menggeleng, "Tidak! Jangan Margareth, biarkan Paula saja," ucapnya, "aku lebih tenang jika Margareth yang mengurusinya!" lanjutnya.
Greg mengangguk membenarkan, ia lalu terdiam menatap Davina. Melihat bagaimana wanita itu rela mengalah untuk putrinya yang keras kepala.
"Terimakasih, Sayang! Dan maafkan aku jika harus seperti ini!" ucapnya penuh sesal seraya meminta Davina untuk mendekat.
Davina pun tersenyum, menggeser tubuhnya merapat, memeluk suaminya itu. Greg pun mencium samping kepalanya dengan penuh sayang.
***
Axel meringis selagi Falisha membersihkan luka-lukanya. Melihat bagaimana wanita itu begitu telaten merawatnya, Axel tanpa sadar tersenyum.
"Apa?" tegur Falisha tanpa mengalihkan pandangannya daria kegiatannya mengobati luka di wajah Axel.
Yang ditanya hanya terkekeh pelan.
"Siapa yang menyangka jika kau masih satu gender denganku, Fal," ucap Axel, "seandainya kau wanita sungguhan, sepertinya hanya kau kandidat yang cocok jadi pendampingku!" lanjutnya lalu tertawa, namun kembali meringis pelan.Falisha pun tersenyum gemas, sengaja menekan kapas ke luka Axel, sehingga laki-laki itu melotot seray meringis menahan sakit.
"Jangan membuatku tersipu, Axel! Kau tahu jiwaku sebenarnya seorang wanita!" celetuknya.
Axel ingin tertawa mendengarnya, namun kembali tertahan karena wajahnya yang terasa kaku dan perih.
"Aku benar, Fal! Kau terlalu sempurna sebagai seorang transgender!" ujarnya.
Falisha tertawa renyah mendengarnya.
"Oke, aku anggap itu pujian, Axel William!" tukasnya riang.Axel menggelengkan kepalanya, apa yang diucapkannya memang benar. Sosok Falisha terlalu anggun dan elegan sebagai seorang transgender, mungkin memang benar jiwanya tertukar sejak dia lahir. Axel terkekeh sendiri dengan pemikirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being Your Mama
General FictionBlurb singkat : Davina yang harus berhadapan dengan anak remaja putri, dari Gregory Smith, tunangannya. Yang menolak kehadirannya sebagai calon istri ayahnya. Juga menghindari cinta segitiga yang menjebaknya bersama atasannya, Axel William Brighton...