***
Liberty berjalan bolak-balik di sekitar balkon kamarnya. Keningnya berkerut dalam seperti sedang berpikir, sesekali tangannya berganti posisi antara berkacak pinggang atau memegangi kepalanya dengan hembusan nafas terdengar gusar.
"Aku harus memikirkan bagaimana caranya agar Papa membencinya!" gumamnya, "aku tidak akan pernah rela dia menempati mansion Mama!"
Liberty tiba-tiba menghentikan langkahnya, dengan wajahnya berbinar seolah mendapat ide baru. Lalu bibirnya tertarik berlawanan dengan aura gelap menaungi wajahnya.
"Apa Papa bisa tetap bertahan jika Davina melakukan itu?!" ujarnya tersenyum licik, lalu tertawa membayangkan apa yang akan terjadi nanti.
"Baiklah, aku harus pergi ke suatu tempat terlebih dahulu!" ujarnya mengatupkan kedua tangannya dengan gembira. Lalu bergegas masuk ke kamarnya untuk berganti baju.
***
Falisha tengah membereskan pakaian Axel yang tersebar di penjuru ruang tamu, setelah semalam laki-laki itu pulang dalam keadaan mabuk berat. saat ia mendengar denting pelan lift khusus ke penthouse Axel tersebut. Ia pun menoleh, dan melihat Liberty muncul dari balik pintu lift yang terbuka.
"Liberty?" ucap Falisha sedikit heran.
Liberty tampak tersenyum canggung seraya melangkah masuk..
"Oh, hai, Fal!" balas Liberty tersenyum kaku.Falisha juga tersenyum, "Ada apa kau kemari? Mau menemui Axel?" tanyanya, masih dengan tutur kata lembut dan keibuan.
Liberty menggeleng.
"Eh, ada barangku yang tertinggal disini," ucapnya kaku, "aku akan mengambilnya dan pergi lagi."Liberty pun segera berbalik menuju tangga, naik ke atas sepertinya pergi ke kamar yang kemarin ia isi sewaktu tinggal disini. Falisha tak bicara lagi, hanya saja matanya tak melepaskan pandangannya dari Liberty hingga gadis itu hilang di ujung tangga.
Liberty sampai di lantai atas, sejenak ia bernafas lega karena bisa menghindari Falisha. Ia mengumpat dalam hati karena tak menduga jika Falisha ada di sini, karena Axel sudah dipastikan sedang ada di kantornya. Ini sudah jam 3 sore, maka tanpa membuang waktu, Liberty segera menjalankan misinya.
Mencari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk melakukan rencananya.
Beberapa menit ia habiskan hanya dengan mondar mandir di depan kamar Axel. Hingga kemudian ia melompat kaget saat mendapati Falisha tiba-tiba sudah berada di depannya.
"Ada apa, Liberty?" tanya Falisha tersenyum, "apa kau sudah mendapatkan apa yang kau cari?"
Liberty seketika tersedak mendengarnya, merasa tersindir.
"Ah, ya, sudah!" jawabnya mengacungkan sebuah hairdryer mini yang sengaja ia siapkan sejak dari rumah.Falisha pun mengangguk mengiyakan, ia mengerling.
"Sebelum kau turun bisakah kau membantuku?" tanyanya sambil mengangkat keranjang cucian kotor."A-apa?" kata Liberty gugup.
"Tolong ambilkan keranjang cucian di kamar Axel, itu tidak dikunci!" ucapnya menunjuk pintu kamar Axel dengan dagunya.
Liberty mengangguk cepat. "Baiklah!" jawabnya.
Falisha pun tersenyum manis, ia lalu berbalik dan berjalan pergi dengan keranjang cucian di kedua tangannya.
Liberty melihat Falisha sampai wanita benar-benar tak terlihat karena menuruni tangga. Barulah ia bernafas lega.
"Astaga! Dia seperti hantu!" gerutunya sambil mengusap dadanya, jantungnya serasa mau melompat keluar tadi saking kagetnya.
Setelah itu, segera saja Liberty bergerak cepat. Seolah mendapat jalan untuk memasuki kamar Axel tanpa harus sembunyi-sembunyi. Ia pun segera memasuki kamar Axel.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being Your Mama
General FictionBlurb singkat : Davina yang harus berhadapan dengan anak remaja putri, dari Gregory Smith, tunangannya. Yang menolak kehadirannya sebagai calon istri ayahnya. Juga menghindari cinta segitiga yang menjebaknya bersama atasannya, Axel William Brighton...