23. Boss Don't Kiss.

447 26 0
                                    

***

Liberty berangkat sekolah dengan wajah riang. Merasa menang karena berhasil membuat Davina pergi dari rumah mereka. Meski rencananya belum sepenuhnya berhasil karena Greg masih bisa menemuinya kapan saja. Namun, untuk sementara ini kekesalannya sedikit berkurang karena tidak harus melihat kemesraan dua orang dewasa itu di rumahnya.

"Hai, Libb!" sapa Annabelle menjajari langkahnya, "ada sesuatu?" tanyanya ikut tersenyum melihat wajah Liberty yang tampak ceria pagi ini.

Liberty tertawa kecil, "Tidak ada," jawabnya, "hanya saja aku berhasil membuat tunangan ayahku pergi dari rumah." lanjutnya berujar riang.

Mata Annabelle membeliak lebar, "Benarkah? Kau serius?!" pekiknya tertahan, tanpa repot-repot menyembunyikan ekspresi gembiranya.

Liberty melirik kesal, "Jangan mulai, Annabelle!"

Annabelle tertawa, "Liberty, ayahmu itu salah satu pria paling hot di kota ini, tidak ada salahnya remaja sepertiku mengidolakannya!" ujarnya terkikik.

Liberty memutar bola matanya malas. "Sebenarnya berita apa yang kau baca?" tukasnya heran.

"Internet, Libb! Gunakan ponselmu!" cibir Annabelle menggeleng pelan.

"Aku tidak suka melakukan hal yang tidak penting!" kata Liberty acuh.

"Jangan bilang kau juga tidak punya aplikasi sosial media?!" tebak Annabelle gemas.

Liberty mengendikan bahu, "Ada, nanti kuberi link-nya!" ujarnya seraya berlalu berjalan mendahului ketika langkah mereka mencapai kelas Liberty.

Annabelle hanya menggeleng seraya ia sendiri berlalu ke kelasnya sendiri.

Liberty baru saja duduk ketika guru matematika mereka datang bersama seseorang. Yang membuat matanya melebar.

"Pagi semuanya! Hari ini aku ingin memperkenalkan guru baru kalian, Andreas Wilson," kata Miss Seline tersenyum mengedarkan pandangan ke seluruh isi kelas. Terdengar suara gaduh, dan pekikan tertahan dari para gadis di sekitar Liberty.

"Untuk perkenalan, hari ini Mr. Wilson akan langsung mengajar kalian menggantikanku," Miss Seline melempar senyum pada sosok itu, "oke, selamat belajar, jaga tingkah laku kalian!" pungkasnya lalu berpamitan segera keluar dari kelas.

Suasana semakin ramai, yang didominasi oleh suara para gadis yang terkagum-kagum pada guru baru mereka. Sementara Liberty hanya bisa mengatupkan rahangnya setelah beberapa saat terbuka tanpa sadar. Sulit untuk mempercayai jika sosok di depan sana, yang tengah tersenyum lebar, adalah Mori.

***

Waktu yang ditunggu akhirnya tiba. Suara bel istirahat membuyarkan konsentrasi para siswa, yang sedang berpikir keras memelototi soal kuis yang diberikan guru baru mereka. Mereka mendesah lega ketika mendengar suara bel.

Mereka pun membereskan alat tulis mereka, beranjak keluar dari ruangan satu persatu. Sebentar beberapa dari mereka menyapa Andreas a.k.a Mori yang masih duduk di meja depan.

Liberty buru-buru memasukkan alat tulisnya ke dalam tas, ikut berbaur dengan siswa lain berjalan keluar dari kelas. Mencoba menghindari pandangan Mori.

"Liberty, bisa tunggu sebentar!"

Liberty membeku, memejamkan mata dengan wajah pasrah. Bahunya luruh kemudian berbalik dengan malas.

Mori tersenyum geli melihat gadis itu jelas malas menghadapinya.

"Ya?" sahut Liberty.

"Kau tahu nilai matematika milikmu dibawah rata-rata," kata Mori.

Being Your MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang