30. Run Away.

313 19 0
                                    

***

Davina melangkah dengan mantap menuju ruangan Axel. Di tangannya, ada sebuah surat pengunduran dirinya. Ini sudah dia pikirkan beribu-ribu kali, meski rasanya dengan berat hati ia harus melepaskan hasratnya pada dunia desain, namun berada di dekat Axel adalah hal paling salah untuk saat ini.

Raline yang tengah meniup-niup kepulan asap di cangkir kopinya, terperangah senang begitu melihatnya.

"Wah, cepat sekali bulan madunya, Nona!" serunya riang.

Davina tersenyum, "Kami merencanakannya bulan depan." ucapnya.

Raline tertawa, "Aku iri!" ujarnya.

Davina ikut tertawa sebentar, hatinya terasa sedikit ringan dengan keceriaan gadis itu.

"Baiklah, aku ke sana dulu!" pamit Davina seraya menunjuk ke ruangan Axel.

Wajah Raline berubah sedemikian rupa, lalu memicingkan mata.
"Tuan Brighton sepertinya sedang kesal," bisiknya sambil sesekali melihat ke arah pintu ruangan Axel,"sudah ada 3 karyawan yang dipecat seminggu ini!" lanjutnya.

Davina melebarkan matanya terkejut. "Benarkah?!" ucapnya kaget.

Raline mengangguk, "Entahlah, sepertinya Tuan Axel sedang ada masalah, sehingga salah ketik satu huruf saja membuatnya berang." terangnya seraya memutar bola matanya. 

Davina menghembuskan nafasnya yang sebentar tertahan, ia mengerjap.

Bagaimana dengan rencananya untuk mengundurkan diri?

"Baiklah, aku akan masuk," kata Davina tersenyum tipis.

Raline mengangguk mengiyakan.

Dengan menarik nafas panjang, Davina mengetuk pintu ruangan Axel, terdengar sahutan Axel dari dalam sana. Davina memejamkan mata, suara Axel membuat jantungnya berdetak tidak nyaman. Teringat waktu ...

Davina menghela nafas untuk ke sekian kalinya, mencoba tenang, kemudian membuka pintunya.

Tampak laki-laki itu tengah duduk di kursi kebesarannya, menekuri layar monitor di hadapannya. Tanpa berniat untuk menoleh melihat kedatangannya. Davina melangkah perlahan mendekati meja.

"Selamat pagi, Tuan Brighton," ucap Davina, berusaha agar suaranya tidak gugup.

Axel sontak menoleh ke arahnya, matanya yang semula terlihat dingin seketika seolah terkejut melihat Davina. Lalu meredup sambil cepat memalingkan pandangannya.

"Ada apa?" tanyanya.

Davina tertegun, ada kilasan sakit yang menusuk di hatinya mendengar suara Axel yang dingin dan kaku seperti itu. Dengan menguatkan hati, ia pun maju dan meletakkan surat pengunduran diri di atas meja.

"Ini surat pengunduran diri dariku," ucap Davina, "seharusnya aku memberikannya lebih awal."

Axel menghentikan gerakan tangannya yang sedang menggulirkan mouse pad. Terdiam. Membuat suasana terasa hening dan menegangkan bagi Davina.

"Kau tahu konsekuensinya?" tanya Axel tanpa menatap Davina.

Davina menelan saliva, kedua tangannya mengepal erat berusaha agar terlihat tenang. Ia lalu mengangguk.

"Tentu." jawabnya singkat.

Hening kembali. Lalu ...

"Kau tidak bisa begitu saja berhenti bekerja walaupun aku menyetujui surat pengunduran dirimu, dan kau membayar pinalti," kata Axel mendongak menatap Davina, hingga mata mereka beradu.

"Projek perusahaan yang kau pegang bukan hanya satu, dan kau seharusnya bertanggungjawab atas itu semua!" kata Axel, "kau ... harus menyelesaikan itu semua, karena orang lain tidak akan mampu memperbaikinya."

Being Your MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang