***
Liberty hanya duduk bersedekap tangan, melihat Falisha yang justru tampak tenang dan santai menonton televisi. Dimana layarnya yang lebar itu sedang memutar salah satu serial Netflix. Adegannya menampilkan sepasang kekasih yang sedang bercumbu. Liberty menahan nafas melihatnya, mengingat yang dilakukannya dengan Mori. Reflek ia memegang pipinya yang terasa memanas.
Falisha meliriknya. Melihat dengan santai, selagi ia duduk menyamping sambil tersenyum simpul memperhatikan Liberty. Menyadari jika dirinya diperhatikan, Liberty pun menoleh.
"What?" ujarnya ketus.
Falisha tertawa renyah, suaranya sangat lembut. Sikapnya juga anggun dan tenang. Wajahnya terlalu cantik, pikir Liberty. Siapa yang akan mengira jika dia adalah laki-laki. Liberty mendengus seraya memalingkan muka.
"Aku tidak menyangka jika Axel bisa menyukai gadis remaja juga," ucap Falisha, membuat Liberty kembali menoleh hendak protes, namun saat melihat Falisha yang tersenyum padanya, kata-kata pedas yang sudah berkumpul di ujung lidahnya buyar seketika. Terlihat wanita itu berkata demikian tanpa terasa merendahkan atau melecehkan.
"Apa maksudmu?" dengus Liberty.
Falisha kembali tertawa kecil, "Axel memiliki standar yang tinggi jika menyangkut wanita, jadi sangat mengejutkan jika dia mau berbaik hati pada gadis remaja sepertimu," tuturnya, lalu menatap Liberty, "kuharap dia tidak berlaku kasar padamu, Liberty." tambahnya. Dengan sorot mata menyiratkan kecemasan.
Liberty pun tanggap. Ia mengerti apa yang dimaksud oleh Falisha.
"Tidak! Sama sekali tidak seperti itu!" sanggah Liberty mengibaskan tangannya cepat-cepat, sampai ia meringis pelan memegangi tangan kanannya yang dibalut perban. Matanya melebar saat melihat ada rembesan darah di perbannya.
Falisha pun tampak terkejut melihatnya. Tanpa banyak bicara, ia segera beranjak bangkit berdiri. Berjalan ke arah dapur, menghilang sebentar di balik dinding, kemudian kembali muncul dengan membawa kotak P3K di tangannya. Membuat Liberty semakin terkejut melihat betapa Falisha tahu setiap seluk beluk penthouse milik Axel ini.
"Kemari!" Falisha menarik tangan Liberty dengan lembut, membuat gadis itu tak urung bergeser mendekat dengan canggung.
Falisha menggunting ujung perban dengan hati-hati. Dengan pelan membuka setiap lilitannya dengan lembut, sesekali ia melihat pada Liberty, takut jika gerakannya menyakiti gadis itu. Sementara Liberty, daripada merasa sakit, ia justru merasa canggung dan duduk dengan kaku di dekat Falisha. Sungguh, jika saja Axel tidak mengatakan jika wanita cantik yang ada di hadapannya ini sebenarnya adalah seorang laki-laki, ia tidak akan sekaku ini.
Diam-diam Liberty mengumpat dalam hati.
"Apa yang terjadi?!" Suara Falisha yang terdengar berseru tertahan, terkejut melihat luka di telapak tangan Liberty. Dia meringis ngilu melihatnya.
"Ya, sedikit kecelakaan," jawab Liberty menarik sudut bibirnya.
Falisha menarik nafas dalam-dalam, dengan wajah menahan ngeri, ia segera membersihkan sisa darah di sekitar jahitan luka.
Liberty berjengit kaget ketika dingin cairan pembersih luka menyentuh lukanya, sedikit meringis karena perih.
"Maaf!" kata Falisha menyadari itu. Tangannya menekan-nekan gumpalan kapas dengan cairan pembersih luka, sesekali ia meniup-niup luka itu.
Liberty semakin tercengang. Gerak gerik Falisha terlalu lembut untuk seorang transgender, juga bagaimana ramah dan hangatnya dia. Wajahnya halus tanpa cela, dengan riasan sederhana namun terlihat elegan. Tampak berkelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being Your Mama
General FictionBlurb singkat : Davina yang harus berhadapan dengan anak remaja putri, dari Gregory Smith, tunangannya. Yang menolak kehadirannya sebagai calon istri ayahnya. Juga menghindari cinta segitiga yang menjebaknya bersama atasannya, Axel William Brighton...