Bab 50. The Plan 2.

375 18 0
                                    

***

Dengan lembut, Falisha membantu Axel untuk duduk. Laki-laki itu meringis tertahan, sembari memegangi rusuk kirinya.

"Kita harus memeriksanya!" kata Falisha menatap lekat pada Axel.

Axel menggeleng pelan, "Tidak usah! Mungkin hanya memar!" tolaknya seraya berusaha bersandar. Falisha dengan sigap segera mengambil bantal dan meletakkannya ke belakang punggung Axel.

Axel tersenyum dengan perlakuan lembut Falisha.

"Terimakasih!" ucapnya.

Falisha menggumam mengiyakan, selanjutnya dia pergi ke arah dapur, kemudahan kembali muncul membawa nampan dengan baskom kecil berisi es batu dan handuk.

"Berbaringlah! Aku kompres memarnya!" perintahnya.

Axel sama sekali tak membantah, dia lalu memutar posisi. Dengan dibantu Falisha, dia berbaring sambil meringis menahan sakit. Sampai akhirnya dia berhasil merebahkan kepalanya di atas bantal, wajahnya perlahan terlihat lega.

Falisha tanpa ragu membuka kancing kemeja Axel, dahinya berkerut seraya menarik nafas berat begitu melihat luka di sisi tubuh Axel. Tampak memar membiru.

"Setelah sakitnya reda, aku akan membawamu ke rumah sakit!" ucap Falisha tegas. Wajahnya tampak serius saat mengisi handuk dengan es batu itu dan menempelkannya ke atas memar Axel.

Axel hanya mengangguk seraya meringis menahan sakit saat handuk itu ditempelkan di rusuknya. Jika seperti itu, Falisha sedang tidak ingin dibantah. Lagipula ada benarnya, dia merasa ada yang tidak beres dengan rusuknya, sepertinya retak atau sedikit patah.

"Baiklah, besok kita pergi!" tukasnya mengalah.

Falisha diam tak menjawab, dia lalu beranjak kembali ke ruangan lain, lalu kembali membawa kotak obat. Dia mengeluarkan pil pereda sakit, tak lupa juga menuangkan segelas air.

"Minum ini dulu, biar sakitnya berkurang!" ucapnya, lagi-lagi Axel hanya menurut saja.

Sepertinya Falisha memang sedang marah atau apa, maka dari itu Axel hanya menuruti semua perintahnya.

"Apa kau tahu jika semua itu hanya jebakan Liberty?" ucap Falisha dengan nada suara yang dingin.

Axel mengangguk.

"Lalu kenapa kau masih pergi ke sana? Kau tahu apa akibatnya jika saja penjahat itu benar-benar ingin menyakiti kalian?!"

Baik, ini dia. Falisha mulai mengeluarkan semua unek-uneknya. Axel hanya diam mendengarkan tanpa berniat membantah.

"Apa dia sebegitu berharganya di matamu, Axel?" 

Axel langsung menoleh menatap Falisha, ia ingin menyangkal tapi sepertinya mereka sama-sama tahu kebenarannya. Axel akhirnya menghela nafas panjang.

"Aku masih tak bisa melepaskannya, Fal," ungkap Axel, matanya lari ke ujung meja, "Davina masih saja mengganggu pikiran dan hatiku!" 

Falisha terdiam. Dia menatap Axel lalu tanpa berkata apa-apa lagi, dia beranjak berdiri. 

"Fal!" panggil Axel pelan, pegangan tangannya terlepas, tanpa bisa menahannya dan membiarkan wanita itu melangkah menjauh menuju kamarnya. 

Axel tahu Falisha marah padanya, tapi dia tak berpikir akan semarah ini. 

"Maaf, Fal, tapi aku memang masih mencintai dia!"

***

Keesokan harinya, Falisha membawa Axel ke rumah sakit. Dan laki-laki itu menurut saja karena semalaman dia juga tidak bisa tidur meskipun sudah mengkonsumsi obat pereda sakit dan mengalam demam tinggi.

Being Your MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang