***
Mori memalingkan wajahnya canggung, tampak gugup saat Liberty berjalan mendekat. Dan sedikit kaget merasakan tangan Liberty menyentuh wajahnya.
"Look at me, please," ucap Liberty setengah berbisik.
Mori menoleh, dan balas menatap mata Liberty yang mendongak padanya. Mata mereka pun saling mengunci. Mori memegangi tangan Liberty yang berada di pipinya. Matanya beralih menelisik wajah polos dan segar di bawahnya. Dan hinggap di bibir Liberty.
Liberty meredup, sedikit berjinjit mengangkat tumitnya. Mencium bibir Mori.
Mori terpejam, bibir lembut Liberty yang terasa lembab dan sejuk meraup bibirnya. Menyulut api yang sedari tadi berusaha ditahannya. Tangannya menarik pinggang Liberty merapat. Memeluknya erat.
Liberty memperdalam ciumannya, membuat Mori semakin tersulut. Hingga ciuman mereka berubah semakin panas. Sampai lipatan handuk itu terlepas dari tubuh Liberty, Mori segera merapatkan tubuh mereka tanpa menyisakan jarak.
Tangannya langsung menyentuh kulit tubuh Liberty yang masih terasa lembab oleh air, wangi sabun mandi yang lembut semakin membakar gairah keduanya. Hingga kemudian Mori menarik Liberty menuju tempat tidur tanpa melepaskan pelukannya.
Tanpa memberi jeda, Mori merebahkan Liberty di sana. Mengurungnya di antara tangannya, sambil tak henti memberikan kecupan dan ciuman singkat.
Suara desahan lolos dari bibir Liberty. Namun itu membuat Mori terhenti. Ia mengangkat kepalanya, dan mendapati wajah Liberty yang merona di bawahnya, dengan bibir terbuka terengah. Kabut gairah menyelimuti manik matanya.
"Ada apa?" bisik Liberty menyentuh wajah Mori.
Mori dengan sisa gairahnya, menatap nanar pada Liberty. Dia tampak terkejut.
"I-im sorry ...!" ucapnya lirih, seraya beringsut bangun dan duduk membelakangi Liberty.
Liberty membelalak, tak percaya dengan apa yang terjadi. Lagi-lagi Mori menolaknya.
"Kenapa?" tanya Liberty dengan suara tercekat, "kenapa kau menolakku, Mori?! Apa kau takut aku akan menangis?!" cecar Liberty. Matanya memerah menahan tangis.
"Apa kau takut aku akan menjadi parasit?!"
"Apa aku tidak menggairahkan seperti PEREMPUAN DEWASA YANG LAIN?!"
"Tidak!" Mori terengah, menatap Liberty dengan mata menyorot sesal.
"Lalu kenapa?" Lirih Liberty, air matanya meleleh di pipinya.
Mori mendesah keras, ia lalu berbalik. Menarik selimut dan menutupi tubuh Liberty.
"Kau tidak tahu seberapa besar aku ingin melakukan itu denganmu, Libb," kata Mori lemah, "hanya saja, aku tidak mau merusakmu!"
Liberty terisak, matanya berkaca-kaca menatap Mori. Perasaannya pada Mori bukan hanya sekedar untuk nafsu sesaat, ia merelakan semuanya untuknya. Dia mencintai Mori.
"Apa itu berarti kau hanya bercinta dengan gadis yang sudah tidak perawan?" tanya Liberty pelan.
Mori tertegun, ia lalu menoleh cepat. Menangkap maksud dari perkataan Liberty.
"Tidak! Bukan itu maksudku, Liberty! Sama sekali!" tepisnya menggeleng. Dipegangnya kedua bahu Liberty, menatap lurus pada manik mata gadis itu.
"Jangan pernah berpikir untuk melakukannya!" kata Mori, "keperawanan bukan hanya sebatas penentu usiamu, tak perlu malu untuk itu! Lakukanlah dengan laki-laki yang benar-benar mencintaimu dan kau juga mencintainya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Being Your Mama
General FictionBlurb singkat : Davina yang harus berhadapan dengan anak remaja putri, dari Gregory Smith, tunangannya. Yang menolak kehadirannya sebagai calon istri ayahnya. Juga menghindari cinta segitiga yang menjebaknya bersama atasannya, Axel William Brighton...