***
Davina melangkah sembari berusaha agar tidak gugup di depan Greg. Pria itu langsung berdiri begitu melihat Davina datang, tak sabar dan segera memburu memeluknya.
"Maafkan aku!" bisiknya.
Davina yang tengah mencari kata-kata langsung membeku, perasaan cemasnya seketika hilang lenyap. Ia pun membalas pelukan Greg.
Maafkan aku juga, Greg!
Greg melepas pelukannya, tersenyum lega melihat wajah Davina.
"Kau lapar? Mau makan dimana?" tanyanya lembut sambil mengusap-usap rambut Davina dengan penuh sayang.Davina terenyuh, hatinya terasa diremas melihat perhatian Greg padanya.
"Terserah kau saja!" ucapnya dengan suara hampir tercekat, menahan tangis. Mencoba untuk tersenyum.
"Hei, kau menangis?" ucap Greg menahan senyum, seraya memegang wajah Davina.
"Nggak! Aku gak apa-apa!" tepis Davina dengan dialek Indonesia-nya, berusaha menghindar dari tatapan Greg.
Greg tertawa gemas sambil kembali memeluk Davina, menyandarkan kepala wanita itu di dadanya. Justru Davina semakin tersentuh, dan tak bisa menahan air matanya. Ia pun menangis di dada Greg.
"Baiklah, ayo masuk!" ujar Greg sambil membuka pintu mobil, "sebelum orang lain berpikir aku sebagai laki-laki brengsek karena membuat wanita menangis di depan umum!" katanya lagi seraya terkekeh.
Davina pun masuk, Greg tersenyum menatapnya sebelum menutup pintu mobil. Davina mendongak ke jendela lantai atas, ia tahu jika Axel memperhatikan mereka dari sana. Hatinya gamang, perasaannya kacau memikirkan ciuman Axel tadi. Yang dia ingin lakukan saat ini hanya menangis karena perasaan bersalah terhadap Greg.
Di lantai atas, Axel berdiri melihat mobil Greg meluncur keluar dari parkiran. Ia menghela nafas berat. Tangannya terangkat meremas rambutnya. Menggeram lalu menghembuskan nafas dengan kasar.
"Apa yang sudah kulakukan?!" keluhnya pelan. Ia mengakui tak bisa menahan diri dan mencium Davina begitu saja. Wanita itu pasti semakin membencinya.
***
Mori baru selesai mengajar, kacamata baca bertengger di hidungnya. Sesekali ia tersenyum singkat membalas sapaan para siswa yang menyapanya sambil mengumpulkan kertas ujian di mejanya. Menghindari kontak mata dengan siswi yang terang-terangan menggodanya, dengan penampilan yang menggugah naluri lelaki.
Dia menarik nafas lega ketika kelas sepenuhnya kosong, dan mulai membereskan kertas ujian anak-anak serta buku pelajaran ke dalam tasnya. Dari sudut matanya, dia melihat Liberty berjalan di lorong kelas, cepat-cepat ia pun merapikan semuanya asal-asalan. Kemudian bergegas keluar dari kelas dengan langkah memburu.
Tepat di depan pintu kelas, mereka bertabrakan. Gadis itu memekik dan terjatuh di lantai bersama kertas ujian dari tangan Mori yang jatuh beterbangan dan menebar di lantai.
"Liberty!"
Beberapa siswa berdatangan, membantu Liberty berdiri dan sebagian memunguti kertas.
"Ah, maaf merepotkan kalian!" ucap Mori tersenyum seraya berterimakasih menerima kertas-kertas itu.
Liberty menepuk-nepuk pakaiannya seraya mendelik ke arahnya dengan kesal. Mori memiringkan kepalanya.
"Kau!" tunjuknya pada Liberty, "bantu aku membawa semua ini!" perintahnya sambil menyodorkan tumpukan kertas di tangannya. Memasang wajah kaku tanda tak ingin dibantah.
Liberty merapatkan bibirnya, ingin menolak namun situasinya tidak memungkinkan. Maka dengan terpaksa ia pun menyambar kertas dari tangan Mori. Mendesah keras menahan jengkel, lalu mengikuti laki-laki itu. Siswa lain mungkin melihat itu sebagai hukuman karena sudah menabrak guru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Being Your Mama
Ficção GeralBlurb singkat : Davina yang harus berhadapan dengan anak remaja putri, dari Gregory Smith, tunangannya. Yang menolak kehadirannya sebagai calon istri ayahnya. Juga menghindari cinta segitiga yang menjebaknya bersama atasannya, Axel William Brighton...