"Masuk"Martis sedang bersantai sambil memakan buah anggur kesukaannya saat pintu kamarnya tiba-tiba diketuk. Sengaja ia tak meletakkan pelayan atau untuk berjaga didepan pintu kamarnya, kadang Martis ingin hidup layaknya manusia biasa bukan seorang pangeran maupun putra mahkota.
Lagipula ibunya terlalu optimis mengenai bahaya bisa datang dari mana saja. Tak semua hal harus dianggap serius, terlalu serius kadang menjadi sugesti dan berakhir menakuti diri sendiri. Parno, sebutan mudahnya.
"Archeron?" melihat adiknya yang muncul, Martis tergesa melompat berdiri dari posisi duduk santainya ditepi kasur.
"Aku mau bicara serius." Archeron tak menanggapi senyum manis Martis, ekspresi wajahnya dan tatapan matanya masih sama saja.
"Apa hal serius yang membawamu ke sini?" Martis mengerutkan dahinya, "Dan bagaimana keadaanmu? ini.. kenapa masih berdarah-darah?"
Archeron melihat ke arah bajunya yang dilihat oleh Martis, ia langsung menutupnya dengan tangan. "Kau adalah putra mahkota, lakukan sesuatu untukku. Bisa,kan?" tanyanya tak mau berbasa-basi.
Martis berkedip, ia bingung. "Apa hal yang mengganggumu?"
Tanpa pikir panjang Archeron menjawab. "Ibu. Ibu membuat Catarina bekerja didapur, aku tidak setuju. Catarina... dia milikku."
Kening Martis dibuat tambah bergelombang setelah mendengar kalimat terakhir yang Archeron lontarkan, tapi lalu ia tersenyum memahami. "Kalian berteman baik ya, kurasa aku sangat salah paham terhadap gadis itu. Akan kucoba bicarakan dengan ibu dan mengusahakan secepatnya."
"Sekarang." Tukas Archeron menuntut, "Jangan mengusahakan, tapi harus!"
Martis mengulum senyum tipis, tangannya terulur mengusap rambut hitam Archeron. "Pasti, tapi kau harus berjanji satu hal dulu padaku"
"Apa itu?"
"Sembuhkan lukamu, rawat dirimu, jangan bertarung dengan siapapun sampai kau benar-benar pulih."
Archeron meremas tangan kanannya, ia tidak bisa berjanji untuk yang satu ini. "Aku tetap akan berlatih." Putusnya tak mau dibantah.
Martis mendesah ringan. "Tapi jangan berlatih terlalu keras, setuju?"
Tanpa diduga Archeron mengangguk.
"Sini biar kulihat lukamu" lanjut Martis separuh khawatir namun Archeron menggeleng untuk yang satu ini.
Sudah ada satu orang yang merawatnya, Archeron tidak perlu satu atau dua orang tambahan lagi. Archeron cukup senang bersama Catarina, walau gadis itu lebih sering mengoceh dan menasehatinya dengan hal-hal tak berguna seperti menjelaskan bumi dan matahari itu bulat.
"Kalau kau membutuhkan sesuatu jangan sungkan untuk memintanya padaku. Aku kakakmu, kita bersaudara dan aku akan selalu membantumu setiap saat. Jangan bersikap asing atau membenciku, aku sangat menyayangimu dan akan berusaha lebih baik menjadi seorang kakak yang bertanggungjawab." ucap Martis panjang lebar berharap hati Archeron terenyuh walau nyatanya tidak.
Setelah selesai dengan urusannya, Archeron pergi meninggalkan Martis bersama ribuan pertanyaan di kepala laki-laki itu. Salah satunya mungkin mempertanyakan sikap Archeron yang sedikit lebih ramah daripada terakhir kali.
Martis sudah mendengar kekacauan yang nyaris membuat Archeron mati. Terlihat mustahil jika ada orang dengan luka tusuk yang menolak untuk dirawat lebih jauh setelah dijahit untuk masih bisa memasang ekspresi datar begitu.
"Hanya kali ini saja." Archeron mempertegas seolah mengingatkan bahwa jarak diantara mereka masih ada karena jika bukan demi Catarina, Archeron tak akan pernah sudi meminta bantuan seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Archeron
Fantastik"Tadinya aku benci sekali pada antagonis bajingan sepertimu, tapi sekarang aku tahu semenjijikan apa kehidupan yang kau jalani. Archeron De Louis, aku bersumpah akan membawamu ke tahta!" *** Archeron De Louis, karakter antagonis kejam dalam sebuah...