[14] Minta apapun dariku

22.4K 3K 51
                                    


Archeron menyendiri, tepat setelah perdebatannya dengan Catarina di paviliun tadi saat gadis itu menolak ikut dengannya sedangkan kalau Archeron pergi begitu saja terdapat secuil kekhawatiran terlebih setelah kejadian orang yang mengaku sebagai kakaknya Catarina.

Meskipun sekarang orang itu sudah tidak mungkin memasuki wilayah istana, tetap saja Archeron khawatir jika jauh dari Catarina. Pasalnya gadis itu sudah melakukan banyak hal layaknya pengasuh termasuk memasak dan menceramahi agar ia tak salah jalan, Archeron tak mau terjadi kemungkinan terburuk seperti tahu-tahu Catarina menghilang.

"Boleh aku bergabung?" deheman disusul sebuah pertanyaan itu mengalihkan perhatian Archeron yang tengah duduk, dia mendongak dan menemukan Martis tersenyum manis ke arahnya.

Archeron tak begitu menggubris, baginya tidak ada kesempatan memperbaiki hubungannya dengan Martis tetapi Archeron tetap bergeser ke arah sudut kursi panjang yang diduduki, membiarkan Martis duduk disudut lainnya.

"Aku tahu kau pasti kesal karena perlakuan ibu berbeda terhadap kita." Ucap Martis langsung memulai dengan topik berat sedangkan Archeron nampak berpura-pura acuh walau sebenarnya mendengarkan.

"Aku masih tidak tahu apa alasannya, tapi sebisa mungkin aku tidak akan membiarkan ketidakadilan terus kau dapatkan. Setidaknya sebagai Putra Mahkota aku pasti bisa melakukan sesuatu, walaupun secara total aku telah gagal sebagai kakak." Martis menatap ke bawah ke arah kakinya, melihat ke arah Archeron pun percuma karena adiknya itu tak akan menggubris tatapannya.

"Kau tidak perlu terlalu mengasihaniku." Sahut Archeron bernada tak sinis.

Martis menghela nafas panjang, ia tak tahu bagaimana bisa cara pikir Archeron begitu buruk terhadapnya. Martis memang tidak membenarkan atas sikapnya yang selama ini bisa dibilang masabodo terhadap Archeron, namun setelah tahu semuanya Martis tidak bisa bersikap masabodo seperti sebelumnya terlebih lagi ketidakadilan ini dilakukan oleh ibu mereka sendiri.

"Archer, kau dan aku adalah saudara, Arthur juga saudara. Kau mungkin tidak bisa mempercayai siapapun lagi, tapi aku dapat menjamin kau bisa percaya padaku. Kau boleh minta apa saja padaku, Ibu tidak punya hak untuk menentang titah putra Mahkota tapi dengan syarat kita harus berdamai. Setuju?"

Archeron melirik sekilas. Keningnya berkerut sambil memikirkan ucapan panjang Martis barusan. Ada baiknya mungkin ia memikirkan lagi terlebih lagi syaratnya terlalu ringan, cukup menjentikkan jari semuanya selesai dan ia tinggal berpura-pura akur dengan kakaknya itu selama beberapa waktu kemudian menjauh lagi.

Ide bagus. Archeron menemukan hal yang paling ia inginkan hingga tanpa sadar senyuman lebar tercipta di bibirnya, tetapi ketika menoleh pada Martis senyum itu sudah lenyap.

"Kau bisa mengabulkan seluruh permintaanku?" tanya Archeron memastikan sekali lagi tak mau rugi tentunya.

Martis mengangguk yakin. "Akan kulakukan, tapi kita berdamai ya?"

"Baiklah" Archeron menyanggupi tanpa berpikir ulang. "Apa aku bisa aku mempercayaimu kali ini?"

"Percaya padaku." Sahut Martis yakin seraya mengusap lembut puncak kepala Archeron, kali ini adik laki-lakinya itu tidak menghindar.

"Bukankah terlalu berlebihan dengan mengatakan kau akan memberikan apapun yang kuinginkan?" Archeron mengangkat sebelah alisnya seakan meledek.

Martis menghela nafas ringan, ia bukannya kehilangan kesabaran tetapi mencoba berpikir sebelum memberi jawaban kemudian ia mengangguk.

"Seorang kakak akan melakukan apa saja untuk adiknya." Tegas Martis persis seperti omong kosong dalam dialog film.

"Pftt.." ia terkekeh, "terlalu naif."

ArcheronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang