"Kenapa kau ke sini?" Archeron menyambut dengan kalimat pedas yang sama sekali tak ada sedikitpun nada bersahabat didalamnya ketika mengetahui kehadiran Louisa yang berusaha menemuinya didepan kamar.
Wanita itu langsung tersenyum. Dia sedang memainkan perannya setelah kematian Martis tentu saja. Setidaknya sampai sekarang hanya itu yang selalu Archeron tanamkan dalam hatinya. Bahwa tidak ada seorang pun yang bisa ia percayai kecuali Catarina. Kelihatannya gadis itu yang baik kepadanya selain itu tak ada yang benar-benar tulus bahkan ibunya.
Meskipun Catarina sudah menjelaskan bahwa mungkin saja ibunya hanya termakan mitos lama yang mengatakan Archeron akan menjadi penyebab kehancuran kerajaan sehingga terdoktrin dalam kepala mereka untuk melakukan penyiksaan pada Archeron tetapi hal itu justru membuat ramalan malah terjadi di kenyataan.
Wanita itu berusaha tersenyum tapi karena tak biasa senyum yang dihasilkan justru kaku dan terlihat ngeri. "Aku mengunjungimu." Ucapnya mengulurkan tangan hendak mengusap puncak kepala putranya tapi ditepis laki-laki itu.
"Aku tidak butuh." Tolaknya kasar menatap wajah wanita itu sesaat sebelum berjalan cepat melewatinya.
Louisa menghela nafas. Setelah kepergian Martis, tiba-tiba saja ia merasa kesepian. Sebagai anak laki-laki yang paling Louisa sayangi, tidak pernah sekalipun ucapannya diabaikan termasuk pesan terakhirnya sebelum meninggal waktu itu.
Sayangnya potret sosok ibu terlanjur buruk dimata Archeron. Laki-laki berambut hitam itu kembali ke taman tempat ia berlatih seperti biasa. Sudah sejak semalam ia tak menemui Catarina usai insiden di taman.
Perasaan apa ini...
Kepala Archeron menunduk. Rasanya seperti tidak bersemangat saat tidak ada Catarina yang biasanya menghampiri. Padahal biasanya Catarina selalu disisinya sebagai pelayan pribadi, tetapi sekarang gadis itu cenderung lebih sibuk pada urusan dapur istana dan bersih-bersih.
Dari kejauhan Isabel dengan rombongan pelayan lain yang seusia dengannya melihat Archeron yang termenung memandang pedangnya. Seolah-olah mengetahui perasaan kesepian yang melanda laki-laki itu dan secara kebetulan Catarina juga baru datang menyusul dengan keranjang berisi pakaian bersih.
"CATARINA!!!" Isabel berteriak memanggil.
Sontak kening Catarina berkerut usai mendengar teriakan maut. "Isabel, kau baik-baik saja?"
Isabel mengangguk cepat. "Aku sangat baik," tetapi diam-diam melirik ke arah Archeron yang berdiri dikejauhan dan mulai melihat ke arah sini.
Laki-laki itu menotice teriakannya beberapa saat lalu sesuai rencana. Isabel mengulas senyum mengabaikan pertanyaan Catarina. Dari ekor mata ia bisa melihat Archeron berjalan mendekat.
"Kenapa kau mendiamiku begini? apa ada hal yang salah dalam kepalamu? oh-hei, kau tersenyum sekarang. Isabel, kau benar-benar sakit." Omel Catarina persis seperti seorang ibu yang baru aku memergoki anaknya minum es.
"Selamat pagi yang mulia," Isabel berucap sambil sedikit merunduk hormat. "Saya mohon izin untuk melanjutkan pekerjaan." Pamitnya langsung berlari kecil menyusul rombongan yang sudah jauh didepan.
"H-hei..." tangan Catarina mengambang di udara. Tadinya dia mau meraih lengan Isabel namun gagal saat menyadari Archeron berdiri tepat satu langkah dibelakangnya, agak ke kiri.
"Kau sibuk sekali?" tanya Archeron menatap lurus pada keranjang yang dipeluk Catarina.
Tidak. Catarina tahu itu bukan pertanyaan melainkan cibiran. Tak ada seorangpun yang bertanya dengan nada seperti itu kecuali bermaksud menyindir seseorang.
"Ya seperti yang bisa kau lihat. Aku baru selesai mengangkat jemuran. Aku harus kembali bekerja sekarang." Tegas Catarina berpamitan akan tetapi Archeron menahan lengannya erat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Archeron
Fantasy"Tadinya aku benci sekali pada antagonis bajingan sepertimu, tapi sekarang aku tahu semenjijikan apa kehidupan yang kau jalani. Archeron De Louis, aku bersumpah akan membawamu ke tahta!" *** Archeron De Louis, karakter antagonis kejam dalam sebuah...