Dahulu ia begitu sedih tentang hidupnya. Mempertanyakan kenapa ibu kandungnya tak suka padanya, menangis karena luka dan rasa sakit tak terhingga yang selalu ia dapatkan. Lalu yang terparah adalah menyaksikan saudara-saudara hidup bahagia seolah mereka tak tahu apa-apa.Rasa iri, dengki, dan marah tumbuh berakar sejak ia kecil. Waktu itu ia hanya ingin disayangi oleh ibunya sendiri. Kesepian dan bersedih setiap hari sudah bosan rasanya. Archeron tidak ingin hidup lagi, ia ingin mati agar tujuan ibunya tercapai.
Namun pada suatu hari seseorang mengulurkan tangannya kepadanya. Seseorang yang memarahinya tanpa alasan juga seseorang yang mewakilinya untuk menangis kesakitan. Kehadiran seseorang itu membuat Archeron merasa terbiasa, ia terlalu terbiasa dengan sosok Catarina.
Kehangatan kasih sayang yang ia dambakan dari ibunya telah didapatnya dari orang lain yang lebih mengerti dirinya. Catarina adalah sosok itu. Gadis itu baik padanya, membantunya keluar dari keterpurukan dan gadis yang sama juga yang membuatnya memiliki motivasi untuk menjadi yang terkuat agar bisa melindungi balik gadis itu dari kejamnya dunia.
Namun nyatanya Catarina tidak selemah itu. Setelah Archeron sadar dari pingsannya dan benar-benar dalam penguasaan penuh terhadap tubuhnya sendiri tanpa basa-basi diraihnya lengan Catarina persis seperti ibu yang hendak menyeret anaknya pulang karena terlalu lama bermain.
"Ayo kita kembali." Ajakan yang dilontarkan pria itu pada Catarina namun gadis itu tak bergeming dari tempatnya sedikit pun.
"Aku tidak bisa." Tolak Catarina detik itu juga.
Wajah Archeron menampilkan ekspresi pias antara kecewa dan bingung. "Mengapa?" tanya pria itu heran akan jawaban Catarina.
"Aku pergi dari sana dengan kekacauan kalau mendadak aku datang lagi sama saja dengan mengacaukan ketentraman--"
"Baiklah." Pungkas Archeron memotong kalimat Catarina sampai gadis itu mengangkat satu alisnya bingung.
Catarina bisa menghela nafas lega sekarang, Archeron tidak tumbuh menjadi seseorang yang pemaksa. Pria itu lebih bijaksana---
"Jika kau tidak kembali tinggal kuhancurkan saja tempat tinggalmu beserta orang-orang didalamnya."
"Hah?" beo Catarina dengan mulut terbuka, ia tarik lagi kalimatnya barusan. Archeron sama sekali tidak bijaksana melainkan masih bocah pemaksa yang sekarang sudah mulai berani menyelipkan ancaman di dalam kalimatnya.
"Kenapa menatapku begitu?" tanya Archeron menatap balik dengan senyuman licik.
"Siapa yang menatap? dasar narsis!" cebik Catarina membuang wajahnya sejauh mungkin.
"Ya sudah. Kembalilah ke tempat tinggalmu yang menjijikan itu, hanya dalam waktu singkat akan kuratakan dengan tanah."
"Apa!?" Catarina melotot suaranya meninggi tetapi Archeron mengabaikannya, pria itu berbalik pergi seraya mengibaskan tangannya ke udara.
"Apanya yang apa?" sahutnya sudah berjalan menjauh dengan gaya angkuh. "Aku akan keluar dari sini dan memimpin pasukanku untuk menyerang tempat tinggalmu."
"Omong-omong itu bukan jalan keluar, itu ke arah rawa-rawa." Celetuk Catarina memberitahu dengan ekspresi wajah datar.
Nampak Archeron merasa malu. Pria itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Salah tingkah. "Siapa yang mau ke sana?" tanyanya balik. "Aku menghirup udara segar disekitar situ, aku tahu jalannya ke sini." Ia menunjuk ke arah kiri lalu melangkah.
"Itu ke arah jurang." Ujar Catarina membenarkan.
"O-oh... ada kupu-kupu!"
"Oh ada kupu-kupu!" Catarina menirukan ucapan Archeron dengan nada yang mengesalkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Archeron
Fantasia"Tadinya aku benci sekali pada antagonis bajingan sepertimu, tapi sekarang aku tahu semenjijikan apa kehidupan yang kau jalani. Archeron De Louis, aku bersumpah akan membawamu ke tahta!" *** Archeron De Louis, karakter antagonis kejam dalam sebuah...