BAB I

887 66 0
                                    

"Helio! Dasar anak nakal! Beraninya kau mencuri lagi! Kembali ke sini! Helio!"

Sahutan itu tidak pernah absen dari hari-hari. Dengan pelaku yang tidak pernah berubah. Penduduk kota bahkan sampai hapal seluk beluk kelakuannya.

Dan dirinya yang diteriaki seperti itu pun hanya dibalas dengan cengiran. Tidak patuh untuk berhenti dan kembali. Mulutnya terbungkam dengan roti selai nanas yang utuh. Kaki lincah yang terus berlari dan melompat. Melewati lorong kecil demi lorong dengan begitu gesit hingga berhasil kabur dari sang korban.

Helio sempat melirik ke belakang. Memastikan dirinya benar-benar sudah aman. Roti yang masih menutup mulut lantas dilepas dan digigit. Membuat selai nanas di dalam meleleh menyentuh lidah.

"Roti Bibi Teresa memang tidak pernah mengecewakan," celetuknya dengan cengir khas.

Lelaki itu celinguk, menatap sekitar. Kotanya makin hari kian ramai didatangi orang luar. Entah dari mana. Helio yang kebetulan berada di sisi tanggul tidak jauh dari dermaga menyaksikan beberapa kapal yang baru bersandar. Matanya menyipit sebab sinar matahari. Mulutnya masih setia mengunyah roti selai nanas curian.

Hingga satu hal yang membuat terhenti dari seluruh aksi. Helio buru-buru memasukkan seluruh sisa rotinya ke mulut. Meski kesusahan mengunyah karena itu, dia memburu kakinya mendekati salah satu troli pengangkut kotak kayu.

"Paman!"

Helio mengangkat tangannya seraya terus melangkah. Membuat sang empu yang membawa trali terhenti sejenak demi menatap.

"Oh, Helio. Sedang apa kau di sini?"

"Kabur dari Bibi Teresa."

Alis Paman itu terangkat. "Kau mencuri lagi?"

Bergantian dengan Helio yang mengangkat bahunya. "Aku sudah izin untuk mengambil rotinya. Dia saja yang tidak dengar."

Paman itu tidak merespon. Masih setia dengan ekspresi tidak percayanya. Secara, dia tahu betul parakan Helio ini.

"Dia mengigau akan membuat roti pagi ini. Aku sudah izin dan Bibi Teresa bilang iya."

"Kau izin dalam tidurnya, Helio."

"Sama saja, bukan? Yang penting aku sudah izin."

Paman menghela napas. Mendorong trali angkutan untuk memindahkan kotak kayu besar.

Helio mengekor. Sejatinya dia penasaran dengan kotak kayu itu. Terlebih dengan lambang yang terukir di tiap sisi kubusnya.

"Ini lambang apa, Paman?"

Paman mencuri pandang pada yang ditunjuk Helio sejenak. "Lambang bangsawan."

Helio mengangkat kepala menatap pria lebih tua itu. "Berarti ini milik orang bangsawan? Mengapa mereka mengirim barang ke sini?"

"Karena mereka perlu jasa kerja penduduk kita," jawab Paman. Berhenti mendorong troli lalu mengangkatnya untuk membuat kotak kiriman itu merosot turun. Helio membantu demi keutuhan barang tersebut. "Orang-orang bangsawan kebanyakan hanya bernilai pada otak dan kekuatan. Mereka tidak memiliki keahlian dalam membuat barang atau sesuatu. Mereka pengguna."

Sky Dream || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang