BAB VI

273 37 0
                                    

Seperti hari biasa dermaga selalu ramai dengan orang-orang. Penduduk kota sederhana ini memang kebanyakan mengambil pekerjaan sebagai tukang angkut. Paling sedikit dari mereka adalah seorang petani yang mengisi waktu luang menunggu hasil panen jadi. Meski dikenal sebagai kota kecil yang benar-benar sederhana, warga mereka juga terkenal akan kegigihan bekerja.

Salah satu kapal pendatang milik bangsawan yang terlihat begitu ramai dilalu-lalang. Orang tua Markus terlihat berada di gerbang kapal menyapa dan berterima kasih pada orang-orang yang membantu mengangkut barang mereka. Markus hanya menatap dari kejauhan. Tepatnya di kepala kapal, menyaksikan puluhan manusia dengan sedikit perasaan berharap.

Pemuda itu lalu menghela napas. "Untuk apa juga aku berharap padanya? Aku sudah pamit semalam," ujarnya kemudian berlalu masuk.

Sementara itu, dikumpulan para orang-orang sibuk, seorang pemuda nampak mengendap-endap dengan tudung yang menutup kepala. Dirinya beberapa kali mengintip dari tiap kotak barang yang tidak bergerak. Mengambil langkah dengan kepastian hingga mendekati sisi gerbang landasan kapal.

Pemuda itu menggigit bibirnya. Mendapati orang tua Markus yang terlihat nikmat dalam aksi mengobrol dengan beberapa pengangkut barang. Kepalanya lantas berputar mencari ide cemerlang untuk bisa melewatinya. Tujuan pemuda itu adalah menyusup ke dalam kapal bangsawan.

Matanya menelisik pada puluhan manusia. Mencari seseorang yang mungkin bisa pemuda itu gunakan sebagai tameng pengalihan. Dia lalu tersenyum, mendapati seorang pemuda yang hendak mendorong barang angkut justru terhenti sebab sebuah panggilan. Buru-buru pemuda bertudung itu berlari ke sana dan mengambil bagiannya. Menatap sekitar sebentar untuk memastikan sebelum akhirnya mendorong troli menuju kapal.

"Ya, akan kulakukan. Aku masih perlu untuk mengangkut barang ini."

Pekerja yang asli kembali. Menatap heran kala tidak menemukan kotak maupun troli yang harusnya dia antar.

"Ke mana perginya?"

Adapun pemuda bertudung itu, aksinys terlihat berjalan begitu mulus. Tidak ada seorang pekerja yang terlihat curiga. Semuanya sibuk dengan urusan masing-masing hingga pemuda itu berhasil mendorong troli menyebrangi landasaran sandaran kapal.

Jantungnya mendadak bertalu-talu. Dia kian mendekat dengan posisi orang tua Markus. Sekuat hati untuk tidak mengambil perhatian dan menunduk lebih agar wajahnya tidak terlihat.

"Oh, kau."

Pemuda itu tiba-tiba berhenti. Mendengar derap langkah yang mendekat dari belakang. Dia kian gugup.

Ibu Markus mendekat. Menyentuh kotak kayu barang angkutan untuk dibuka atasnya. Wanita itu lalu menyungging senyum.

"Kau bisa taruh ini di bagian belakang kapal."

Pemuda itu mengangguk. Sejenak merasa takut akan ketahuan. Ibu Markus kemudian berlalu kembali menghampiri suaminya di depan gerbang kapal. Pemuda itu menghela lega. Lantas segera cepat mendorong troli menuju bagian belakang kapal yang disebutkan.

Dia sedikit celingak-celinguk. Mendapati cukup asing bentuk dari belakang kapal milik bangsawan. Terlalu banyak kayu berbentuk kotak dan tong. Belum lagi kebingungan akan meletakkan angkutannya di mana.

"Apa yang kau lakukan?"

Pemuda itu tersentak lagi kala seorang pengawal datang dan menepuknya dari belakang.

"Oh, ini. Nyonya menyuruhku untuk menaruhnya di belakang," jawabnya. Tidak terlalu mementingkan akan ketahuan. Toh, pemuda itu yakin kalau dirinya tidak dikenal.

Pengawal itu mengangguk. "Kau bisa menaruhnya di sana."

"Terima kasih."

"Kerjakan tugasmu dengan baik."

Sky Dream || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang