BAB XXVII

154 31 3
                                    

Helio kini sibuk membolak-balik halaman buku jurnal ayahnya. Hanya demi lencana asing yang dicoba untuk mencari nama dan pemilik asalnya.

"Oh? Ini dia."

Pemuda tan itu berhenti disatu halaman. Menampilkan sebuah gambar yang mirip dengan lambang pada lencana yang mereka temukan. Yang lainnya pun sontak berkumpul mengerubungi untuk ikut melihat.

"Tertulis di sini kalau lambang lencana itu berasal dari kota Vrachos," ungkap Helio.

"Vrachos? Kota di tengah padang?" celetuk North.

"Kau tau kota itu?" Pertanyaan Helio mewakili seluruh tatapan mereka.

"Tentu. Kota itu termasuk wilayah bagian kanan negara. Tanggung jawab keamanan tentara Sosta. Aku pernah ke sana sebelumnya," jelas tentara putih itu.

"Lantas mengapa lencana mereka ada di sini? Apa mereka ikut berperang melawan tentara Aristera?" tanya Markus.

North menggeleng seraya dua bahu terangkat. Beralih ke Jade, pemuda itu pun tidak memiliki jawaban sama sekali.

"Mungkin mereka punya hubungan dekat atau sesuatu," pikir Helio. "Tapi intinya bukan itu. Sekarang, waktunya untuk melanjutkan perjalanan."

Pemuda tan itu menutup bukunya lalu berdiri. Diikuti North dan Markua yang menegakkan badan.

"Apa kita masih berpatokan pada peta Ayah Markus, Helio?" tanya North.

Pemuda yang ditanya terdiam sejenak. Dirinya baru hendak menjawab namun, Markus lebih dulu bersuara.

"Lebih baik ambil jalan sendiri. Lagi pula seperti kata ayahku. Bentuk daratan bisa saja berbeda yang mana kita sudah berada di generasi yang berbeda dengan mereka."

Helio menjentikkan tangannya. "Kau benar. Mungkin juga jalur ayahmu akan sama seperti yang kita lewati, tapi tidak ada salahnya untuk mengikutinya juga, kan?"

Markus mendelikkan bahunya. "Terserah padamu."

"Jadi keputusannya?" suara North.

Helio melirik. "Kita lihat saja jalannya nanti."

Sementara pemuda-pemuda itu sibuk membicarakan rute perjalanan mereka, Juan di tempatnya hanya duduk diam sambil menatap.

"Kalian ... mau ke mana?" tanyanya sedikit ragu.

"Ke kota lain melanjutkan perjalanan, tentu saja," balas Helio tanpa menatap. Pemuda itu fokus menyiapkan kuda cokelatnya.

"Kalian ingin keluar dari kota ini?" tanyanya kembali mendapat anggukan sebagai balasan. Bahkan North menoleh ke belakang menatapnya.

Juan kemudian berdiri. "Kalian tidak boleh pergi."

Markus menoleh. "Kenapa tidak?"

"Karena ...." Pemuda tinggi itu terdiam.

Sudah lama sekali untuknya melihat pendatang selang beberapa tahun tumbuh sendirian. Sudah lama sekali bagi Juan untuk kembali mendapat makanan layak dan air mineral mengisi tenaganya. Sudah lama sekali selain orang-orang mati yang terjebak dalam dendam sebagai bayang-bayang teman hidupnya. Sudah lama sekali.

Kerelaan itu membesar. Juan tidak ingin tinggal sendirian. Setelah sekian lama, tentu saja tidak. Mereka adalah orang yang nyata. Manusia yang sama seperti dirinya. Juan tidak ingin meninggalkan kesempatan.

Helio naik di atas kuda cokelatnya dan menatap. "Kau tidak punya alasan menahan kami, bukan?"

Mata pemuda tinggi itu melirik. Masih dengan mulut yang terkatup rapat. Pupilnya sedikit bergetar sebelum terbuang menatap yang lainnya.

Sky Dream || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang