BAB VII

224 35 0
                                    

Ibu Markus datang dengan mampan teko teh dan sebuah cangkir. Itu diletakkan di atas meja di mana berbagai jenis kudapan Markus mengisi. Beberapanya sudah hampir habis karena pemuda cokelat yang disangka penyusup. Duduk tegak dengan mulut yang sibuk, beserta sebelah lubang hidung yang disumbat tisu.

Ibu Markus lalu mengambil duduk di samping suaminya. Menatap lurus pada Helio yang terlihat tenang menyantap kudapan anaknya. Markus sendiri hanya bisa menatap sinis pada pemuda dari samping.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Helio berhenti mengunyah dan menoleh. Pipinga terlihat penuh karena makanan yang belum dikunyah lagi.

"Sudah kubilang. Aku ingin jalan-jalan," jawabnya. Suapan dan kunyahannya kemudian berlanjut.

"Aku bertanya serius, bodoh."

"Jawabanku juga serius," balas Helio tanpa menatap. Terlalu senang menikmati kudapan Markus.

Markus menghela napas. Rasa pusing tiba-tiba menjalar di kepala. "Hanya orang gila yang ingin jalan-jalan dengan cara menyusup di kapal. Terlebih milih keluarga bangsawan. Ke mana otakmu?"

Helio menatap, lalu menunjuk kepala. Pemuda itu tidak mengatakan apa pun karena mulut yang terus penuh. Matanya berkedip dengan polos beberapa kali hingga membuat Markus bertambah pusing karenanya.

Orang tua pemuda bangsawan itu hanya tersenyum sedari tadi. Begitu mendapati Helio yang tertangkap seperti seekor kucing seraya mimisan, buru-buru Ibu Markus memberitahu pengawal untuk melepasnya. Ayah Markus sendiri hanya tertawa besar seperti bajak laut. Kembali terhibur dengan tingkah laku unik pemuda itu.

"Sungguh, kau benar-benar anak yang luar biasa, Nak Helio. Tidak pernah kupikirkan kau dengan begitu beraninya menyusup ke kapal ini," ujar Ayah Markus.

Mendengar itu Markus melepas decihan halus. Masih setia menatap Helio dengan mata sinis. "Jelas dia berani. Apa yang ditakutkan oleh anak gila?"

Pemuda cokelat itu sontak menoleh. "Aku tidak gila."

"Kau iya," sanggah Markus cepat. "Apa yang kau pikirkan sampai menyusup kemari? Kau tidak berpikir kalau tidak akan pernah kembali ke kotamu? Bagaimana dengan ibumu? Aku yakin dia pasti juga tidak tau tentang tindakan gilamu ini."

Helio menelan makanannya seraya meneguk teh. Pemuda itu lalu menghela napas kekenyangan yang makin membuat Markus bergidik jengkel menatapnya.

"Soal itu, aku sudah menulis surat," jawab Helio kemudian.

Markus menyerit. "Alih-alih memberitahu ibumu, kau hanya menulis surat?"

Helio mendelik. "Setidaknya aku meninggalkan jejak, tidak menghilang begitu saja," balasnya setengah sungut. "Lagipula itu ibuku, dia jelas sudah tau kelakuanku seperti apa. Mengapa malah kau yang kesal sekali?"

"Tentu saja aku kesal, bodoh!"

"Markus," tegur ibunya.

Pemuda itu menghela napas seraya memejamkan mata sejenak. Mencoba untuk menenangkan diri dari emosi sesaat.

"Kau menyusup ke sini hanya bermodal surat. Apa kau tidak memikirkan akan nasibmu selanjutnya? Kau pergi dari kotamu, Helio. Yang mana waktu kau kembali saja belum pasti kapan," tutur Markus.

"Aku memang tidak berniat kembali."

Kalimat itu membuat mata Markus sedikit terbelak kaget. Orang tuanya pun tidak jauh berbeda.

Sky Dream || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang