BAB XXXI

156 32 1
                                    

Kelimanya perlahan keluar meninggalkan area kota Nekros dengan tanah kering dan retak-retak. Hanya kesunyian yang menggiring jalan mereka dengan empat ekor kuda.

Juan, pemuda baru yang bergabung bersama mereka memilih turun dari kuda Helio untuk berjalan kaki. Katanya sudah biasa dan kasihan bagi si kuda cokelat untuk menanggung beban dua orang.

Tidak sendirian. North juga memilih menggiring kudanya. Mereka tidak berjalan cepat atau lambat. Juga tidak terburu-buru walau kenyataannya mereka juga harus menemukan kota berikutnya untuk Jade. Tentara hitam kerajaan yang benar-benar pendiam.

Helio meringis tiba-tiba. Kain yang melindungi tubuhnya dari sinar matahari tiba-tiba terasa gatal.

Markus melirik. "Kenapa?"

Pemuda tan itu pun menoleh dari balik tudungnya. "Rasanya panas dan gatal. Apa kain ini bisa dibuka?"

Pemuda bangsawan itu mendelikkan bahu. "Tahan saja. Penyakit itu juga tidak bisa terkena sinar matahari."

"Tapi aku tidak tahan."

"Teguk air susunya." Ungkapan Juan sontak mengalihkan perhatian dua pemuda itu.

Helio menghentikan kudanya. Bersama Markus dan Juan yang juga mengikutinya. Di belakang, dua tentara itu ikut dengan pandangan heran.

"Ada apa?" tanya North.

Juan menoleh. "Kalian juga bisa meminum air susu itu sekarang."

"Maksudmu, susu pahit itu? Aku belum punya kesiapan lagi," alasan North.

Anggota pemuda baru mendelikkan bahu. Di atas kuda, Helio sudah meneguk air susu pahit sekali. Jangan tanya bagaimana reaksinya. Jelas tidak ada bedanya dengan mereka yang mencoba air itu dalam keadaan sadar sebelumnya.

"Kuharap lidahku tidak mati rasa setelah ini," celetuk Helio dengan wajah pucat kepahitan.

Markus menatap sekeliling. Mereka sudah berjalan kisaran dua kilo meter dari kota. Keluar melewati gerbang belakang hasil arahan Juan dan mendaki lereng.

Sekitar mereka jauh lebih baik. Kembali dihadapkan dengan rimbunan pohon dan semak-semak belukar. Daun kecil yang cukup rapat menutup langit hanya memberi sedikit cela bagi sinar matahari menerobos masuk menyinari jalan. Dalam keberuntungan pula, mereka bisa sedikit terlindung untuk tidak memperparah penyakit yang di derita.

Sebelum suara perut Helio kini mengambil seluruh perhatian. Terlalu besar bahkan Jade dan North di belakang mampu mendengarnya. Tentara Sosta itu tersenyum simpul dengan sedikit kekehan.

Pelaku penyebab suara itu sendiri pun ikut menatap perut dan menepuknya. Menghela napas sebelum mengangkat muka dan memandang lurus pada Markus.

"Sudah waktunya makan."

"Waktu makanmu itu yang justru setiap saat," koreksi pemuda bangsawan itu.

Helio mencibir dan beralih pandang. "Bisa kita istirahat sebentar?"

North mengangguk. "Bukan masalah."

"Tapi kita juga tidak bisa mengulur waktu. Luka Jade harus segera ditangani," ucap Markus lagi.

"Benar juga," katanya seraya melirik saudara tirinya yang tetap bertahan dengan wajah datarnya.

"Tapi aku lapar," keluh Helio.

"Kalau begitu, tahan. Jangan pikirkan kalau kau sedang lapar."

"Bagaimana bisa aku begitu? Perutku berbunyi terus seperti alarm."

"Alibimu. Kita harus cepat mendapat kota baru."

Sepasang pemuda itu kembali berdebat seperti biasa. Membuat Juan yang berdiri di antara kuda mereka terus menatap bergantian dengan kepala sedikit mengadah.

Sky Dream || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang