BAB XXXIX

133 30 0
                                    

Di saat malam semuanya tertidur dalam lelap. Para Troll kembali menjadi batu dan diam berkumpul di satu tempat. Membuatnya terlihat seperti kawanan telur.

Haryi masih terjaga. Meratapi buku jurnal perjalanan ayahnya di pangkuan. Di depannya, Jade dan North sudah tertidur lelap. Markus pun begitu di sampingnya. Juan entah ke mana. Katanya mencari tempat untuk urusan buang air kecilnya.

Pemuda tan itu menghela napas. Halaman buku yang terbuka menunjukkan barisan kalimat dengan huruf-huruf aneh. Bahasa Paramythi katanya. Helio sebenarnya di awal tidak terlalu memusingkan hal itu. Pikirnya hanya sebuah catatan kode-kode yang tidak terlalu penting namun, nyatanya justru terbalik. Setelah Troll-baba memeberitahu akan bahasa itu, rasa penasarannya timbul ingin memahami apa yang tertulis. Dan itu yang menjadi alasan dirinya masih terjaga hingga kini.

Juan kembali setelah beberapa selang menghilang karena urusan pribadi. Mendudukkan diri di samping Helio seraya bersandar pada akar raksasa di belakang mereka. Pemuda sipit itu menatapnya bergantian pada buku yang terbuka di pangkuan.

"Kak Helio belum tidur?"

"Belum kantuk, Juan. Tidur saja duluan."

Pemuda sipit itu hening beberapa saat. "Kak Helio penasaran sama arti tulisan itu, ya?"

Lantas Helio bergantian tidak memberikan jawaban. Tatapannya masih terpaku di bawah pada lembar catatan di pangkuan.

Juan menghela napas halus sebelum menyamankan sandarannya. "Aku tidak pernah kepikirkan kalau akan sampai di tempat seperti ini bersama kalian," ujarnya. "Dulu, waktu aku kecil. Lingkaran hidupku hanya dalam kota. Paling jauh ke pelantaran kebun penduduk. Ayah dulu sering membantu orang-orang di kala masa panen datang."

Helio melirik menatap pemuda itu bercerita.

"Aku penakut. Bahkan ke orang baru sekalipun. Orang-orang kota menyebutku anak tikus. Selalu kabur dan sembunyi meski tidak dikejar sekalipun. Aku hanya keluar rumah di saat Ayah ataupun Ibu hendak keluar. Sisanya seluruh waktuku berada di dalam rumah sendirian. Aku sempat merasa kasihan dengan orang tuaku karena sikapku yang tidak tau berbaur. Namun, mereka hanya menimpalinya dengan senyum selalu meski aku tau, ada harapan bagi mereka untuk aku tidak terus bergantung pada mereka."

Pemuda sipit itu membalas tatapan Helio. "Karena itu bagiku Kak Helio adalah orang yang hebat. Kak North cerita padaku bagaimana Kak Helio kabur dari rumah hanya demi mencari Sky Dream."

"Ah ... itu." Helio lantas membuang muka. Sedikit malu sebenarnya.

"Aku selalu berharap punya keberanian sebesar itu. Keluar rumah tanpa harus menunggu orang tuaku. Butuh waktu bertahun-tahun baru aku menyadari bahwa mereka telah tiada setelah insiden besar yang mengenai kota. Dan itu juga berkat kedatangan Kak Helio dan lainnya. Aku berterima kasih."

"Kau tidak perlu merasa seperti itu, Juan. Aku hanya melakukan apa yang menurutku harus kulakukan. Kau masih muda, seperti yang dikatakan orang tuamu. Waktumu masih panjang dan mereka ingin kau menggunakan itu dengan sebaik mungkin. Kau sendirian bukan dalam artian benar-benar sendiri. Mereka masih tetap ada bersamamu meski tidak bisa kau sentuh.

Berani? Ini bukan suatu kebanggan yang harus kau pandang bagus. Sejatinya, aku hanya sedang memberontak. Hidup berdua dengan ibuku membuatku tercekik dan tidak bisa bergerak. Aku bukannya tidak suka. Hanya saja, aku merasa kalau hak untukku melakukan sesuatu yang kumau tidak ada dan terbatas. Aku ingin bebas, dalm arti ingin menyalurkan semua apa yang kumau."

Juan mengangguk samar mendengar ucapan Helio. Buku di pangkuan pemuda itu kemudian di tutup. Kepala Helio terangkat menatap rimbunan dedaunan pohon yang kian mempergelap ruang.

Sky Dream || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang