BAB III

328 45 0
                                    

Helio berakhir duduk menunduk berdampingan dengan ibunya. Setelah seorang anak melapor pada salah satu pengajar, baru Helio bisa dihentikan dari aksi brutalnya. Pelaku yang berubah menjadi korban pun di rujuk pulang. Dan selama Helio duduk di sidang, yang dia dengar hanyalah kata maaf yang terus terlontar dari mulut ibunya bersama amukan Ibu pemuda yang dia hajar. Tangannya terkepal kuat di atas paha.

"Helio memang anak kurang ajar! Setiap hari selalu membuat masalah! Kali ini dia berniat membunuh anak saya! Bagaimana tidak mungkin saya melaporkannya pada pihak yang berwenang?! Dia bisa saja mencari korban lain untuk dihajar hingga mampus!"

Raut Helio mengkerut. Merasa kalau gendang telinganya bisa pecah kapan saja. Ibu dari pemuda yang dia hajar terus mengoceh dengan suara melengking.

"Maaf, Bu. Saya mohon untuk tidak melaporkan anak saya. Saya terima apa pun hukumannya selain itu. Saya mohon sekali lagi dan maaf," tutur Ibu Helio.

"Itu juga salah kamu! Salah mendidik anak sampai menjadi begal seperti ini. Ibu macam apa kau ini?!"

Ibu Helio membungkuk beberapa kali dan terus berujar maaf.

"Pantas saja suami kamu memilih untuk menjelajahi dunia. Mengurus anak saja tidak ada becusnya."

Suara kursi berderit seketika terdengar. Helio berdiri dari duduknya setelah lantunan buruk itu masuk ke telinga. Dia menatap tajam pada Ibu pemuda yang dia hajar.

"Lihat? Dia bahkan berani menatapku seperti itu! Memang anak durhaka!"

"Helio, sudah. Kau duduk saja. Biar Ibu yang urus." Ibu Helio berusaha untuk mendudukkan pemuda itu kembali walau ditolak berkali-kali.

"Memang pantas anak manjamu itu kuhajar. Atau lebih baik, kubunuh saja tadi," ucap Helio.

"Helio!" tegur ibunya. "Jangan memperburuk keadaan."

Sedangkan Ibu yang lainnya melotot kaget. "Apa kau bilang?!"

"Saya yakin Anda tidak tuli, Nyonya," balas Helio.

"Kau ...!"

"Hal yang kulihat di sini, anak itu memang salinan dirimu. Sok paling berkuasa dan bermulut besar. Nyatanya tidak punya apa-apa," katanya. "Kalau Anda merasa paling besar di sini, jangan sekolahkan anak manjamu di sini. Sekolah ini hanya untuk anak sederhana dengan ekonomi miskin."

Ibu itu kehilangan kata-kata. Bahkan wajah hingga lehernya sudah kepalang merah saking kesalnya.

Sesi perdamaian itu diputuskan selesai meski masalah tidak menghasilkan damai sama sekali. Ibu Helio masih sempat membungkuk untuk mengucapkan maaf sebelum menarik Helio keluar dan pulang. Meninggalkan wanita itu dengan teriakan-teriakan penuh kekesalan dan sumpah serapah. Guru yang ada di sana mencoba untuk menenangkan walau kentara dari raut wajah mereka pun terlihat lelah dengan sifatnya.

Helio sudah menjauh dari sekolah kisaran puluhan meter. Ibunya masih memimpin di depan dan dia hanya bisa menatap punggungnya. Helio tahu kalau wanita itu tengah kesal saat ini. Dan Helio juga tahu kalau ibunya tidak akan memarahinya di tengah jalan karena junjungan etika perasaan.

Karena itu Helio hanya bisa menutup mulut rapat, mengekor sambil tertunduk. Memeluk tas sampingnya di mana buku jurnal Ayah yang sudah terbelah dua dan berantakan tersimpan bersama cap bangsawan. Helio rela mati-matian mencarinya. Tidak peduli kalau serangga atau hewan lain sampai menggores kulit cokelat manisnya.

Sky Dream || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang