BAB XVIII

141 32 0
                                    

Hingga malam menjelang, penduduk kota Nekros masih tidak menunjukkan diri. Rumah-rumah masih kosong semenjak awal mereka datang. Layaknya tidak ada kehidupan yang menyalakan kota. Hanya dilingkupi kegelapan yang terbentang luas sepenjuru kota.

Namun, hal yang indah menutupi hal itu. Langit terlihat sangat jelas penuh akan bintang. North menikmati waktu itu duduk di luar rumah sementara mereka seraya mengadahkan kepala. Jade sendiri beranjak masuk ke dalam. Mengisi tepat dirinya istirahat sebelumnya.

Markus pun terlihat seperti itu. Menggunakan beberapa tumpukan jerami sebagai alas kepala. Tidak terlalu memerdulikan pakaiannya yang bisa dipenuhi debu lantai.

"Langitnya indah ya, North."

Helio mendatangkan diri. Mengambil temat bersebelahan North dengan kaki terlipat. Tidak lupa membawa buku jurnal ayahnya. Ditaruh di atas pangkuan.

North melirik apa yang dilakukan lelaki itu. Mengukir beberapa tulisan dan gambaran yang terlihat rawang-rawang baginya.

"Kau bisa melihat dengan cahaya seperti ini?" tanya tentara putih itu.

Helio mengangguk. "Lumayan," jawabnya. "Aku sudah terbiasa. Lampu kamarku tidak jauh berbeda dengan terang ini," lanjutnya tanpa menatap lelaki itu. Menaruh perhatian pada lembar bukunya dan terus menggores sesuatu.

North lalu memeluk dua lututnya. "Kau berasal dari kota mana, Helio?"

"Tetramati, tepatnya desa Timur."

"Tetramati?" Helio mengangguk. "Kukira kau berasal dari dalam kota negara."

"Sudah kukatakan, aku ini penyusup," kekehnya di akhir. "Lagi pula, bukankah pakaianku cukup mencolok? Sangat jauh berbeda dengan penduduk kota mahal ini."

Helio terus menjawab tanpa memalingkan wajahnya. Membuat North menyunggingkan senyum tipis yang hampir tidak bisa terlihat dalam cahanya remang malam.

Sebab hanya seukuran sepetak, sore tadi Jade mengelili kota untuk mencari lantera. Sempat membuat tentara hitam negara itu terkejut mendengar rengekan Helio perkara ingin ikut dengannya. Meski dengan raut yang tidak pernah berubah. Dan North, sebagaimana kepribadian itu nampak terhibur dengan segala bentuk kelakuan pemuda kulit gelap tersebut.

Helio menghela napas seraya tersenyum. Terlihat puas dengan hasil yang dilakukan sedari tadi.

"Kau menggambar?"

Pemuda itu mengangguk lalu menunjukkan karya hasilnya. "Bagaimana? Tidak buruk, kan?"

North memberi anggukan dengan wajah yang setengah setuju. "Tidak bagus juga," ucapnya terus terang.

Helio hanya berkedip mengadahi.

"Itu buku apa?"

"Jurnal ayahku. Semua ini berisi catatan-catatan dirinya semasa mencari Tanah Yang Hilang," ujarnya seraya membuka lembar demi lembar buku tua tersebut."

"Oh? Lambang tentara Aristera," sebut North secara spontan kala menatap sebuah lambang yang familier untuknya.

"Benar. Aku juga cukup terkejut begitu mendapat lambang ini dalam buku ayahku. Dan begitu mendengar penjelasan dari ayah Markus, aku mendapat rasa takut beserta penasaran. Mengingat bagaimana tentara kiri kerajaan. Kau juga yang menyebutkannya sendiri tadi."

North mengangguk sekali. "Kuharap itu bukan hal yang buruk. Tentara Aristera bisa dikatakan sebagai tentara gelap. Tidak memiliki jiwa kemanusiaan, berdarah dingin, selalu menyelesaikan masalah dengan pertumpahan darah."

"Bagaimana dengan saudara tirimu?"

"Maksudmu, Jade?" Helio menggerakkan kepalanya naik-turun sebagai jawaban. "Dia berbeda," jawab North seraya tersenyum.

Sky Dream || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang