Kelima pemuda yang melakukan perjalan di bawah tebing. Layaknya tempat rahasia, dipenuhi tumbuhan hijau yang subur dan lebat. Tenang tanpa aura berbahaya. Udara dingin yang menyapu kulit. Embun yang menguap menjadi gumpalan air menjadi makanan yang menyuburkan.
Kali ini Helio berjalan di posisi paling belakang seraya menggiring empat kuda sekaligus. Suasana mereka tenang. Sesekali North membuka suara berbicara pada Juan ataupun saudara tirinya. Sementara Markus masih menjadi pawang terdepan memimpin jalan sekaligus memastikan sekitar.
Helio berjalan dalam diam di belakang. Aslinya pikiran pemuda itu sedang berkelana. Buku jurnal ayahnya terbuka digenggam di tangan yang lain. Pandangannya lurus pada tulisan berbahasa asing. Hal itu masih mengganggu di dalam kepalanya. Meski semalam tenggelam dalam tidur yang lelap. Bangun kembali hal itu masih belum hilang sepenuhnya.
"Helio."
Pemilik nama dengan segera mengangkat kepala. "Ya?"
"Kau tidak apa?"
"Ah ... ya. Aku baik-baik saja," jawabnya pada tentara Sosta itu. "Ada apa?"
"Markus sedari tadi menyebutmu dari depan, tapi kau tidak memberi balasan."
Ucapan itu lantas mengalihkan perhatian Helio pada Markus di depan. Pemuda keturunan bangsawan yang terus menatap seolah menunggunya untuk bersuara.
"Ya?"
Markus memberi gerakan tangan memanggil untuk pemuda tan itu mendekat. Lantas tali kuda itu berpindah tangan pada Juan. Helio berjalan mendekati teman pertamanya dengan raut bertanya. Markus lalu menyentak dagu menunjukkan sesuatu pada pemuda itu. Helio melirik, dua alisnya lalu terangkat.
Sebuah bebatuan yang terukir sebuah lambang. Melingkar seperti pusaran dengan garis bergelombang. Sekitarnya tertarik dua garis yang saling bertemu di ujung layaknya sebuah panah.
Helio lalu membuka buku jurnal ayahnya. Ukiran itu terlihat tidak asing dan benar saja tertera dalam jurnal tersebut. Namun, Helio tidak bisa tahu apa dan maksud dari ukiran itu. Sekali lagi, tulisan bahasa asing Paramythi yang tertulis di bawah lambang membuatnya menggelangkan kepala.
"Bukan soal itu," pukas Markus mengalihkan kembali perhatian Helio. "Aku tidak terlalu yakin kalau itu mirip atau tidak, tapi aku pernah melihat ini sebelumnya."
Sebelah alis pemuda tan itu terangkat. Sementara Markus merebut jas bangsawannya dari Helio. Menampilkan pemuda itu kembali kesetelan awal yang terlihat sangat sederhana. Tangan Markus lalu menarik pelan ujung pakaian atas Helio membuat dirinya tertunduk. Kali ini keningnya berubah menjadi mengkerut.
Tangan Markus terlepas. Berganti Helio kini yang menarik ujung pakaiannya sendiri. Mereka di belakang yang penasaran lantas berjalan mendekati dan mengelilingi pemuda tan itu.
"Ukirannya sama dengan yang di batu itu," tutur Juan.
Helio tahu. Dia juga melihatnya, tapi kenapa? Sekarang isi pikirannya pun bertambah.
"Sebuah kebetulan yang ... tidak mungkin kebetulan?" ujar North.
Helio masih terdiam penuh kebingungan. Mengangkat kepala menatap Markus, pemuda itu masih setia menatapnya. Juga tidak tahu menahu bahkan ikut penasaran dengan itu.
"Aku tidak tau," jawab Helio kemudian.
Markus mengangguk. "Tentu saja tidak. Kau baru pertama ke sini. Kabur dari rumah demi menjadi pejalan kaki liar. Mendengar banyak cerita di kala tiba disuatu tempat. Aku tidak memaksamu untuk menjelaskannya."
Helio terdiam. Pandangannya kembali jatuh pada lambang di ujung pakaiannya dan ukiran pada batu secara bergantian.
"Kak! Lihat!"
Hingga sahutan Juan mengalihkan seluruh perhatian mereka. Entah sejak kapan anak muda bermata sipit itu sudah berada sediki memimpin di depan. Berdiri tegak seraya menatap dan menunjuk lurus pada apa yang dilihatnya. Keempatnya pun mendekati pemuda tersebut dan ikut menatap pada arah yang dimaksud.
Sebuah padang rerumputan tipis terpampang luas membentang. Di tengah-tengahnya berdiri sebuah menara tinggi. Asap mengepul mengudara dari corong atap. Tampilnya sebuah kota membuat mereka kini diterjang rasa lega. North tersenyum lebar seraya menatap Jade yang masih menatap lurus ke sana.
"Kau selamat, Jade."
Tentara hitam kerajaan itu hanya mendelikkan dua bahunya bersamaan.
"Kota apa itu?" tanya Helio.
"Aku tidak tau apakah tebakanku benar, tapi melihat menara tinggi itu, terlebih dengan wilayah sekitarnya, kupikir itu adalah kota Chamogelos. Kota yang termasuk wilayah kanan kerajaan bersama Vrachos," jelas North.
"Kakak pernah ke sana?" suara Juan.
Tentara putih kerajaan itu tersenyum seraya melirik. "Sesuai dengan yang kujelaskan. Tentu saja aku pernah ke sana. Kota itu selalu melakukan pesta setiap hari."
"Pesta?" Markus ikut bersuara mendapat anggukan oleh North sebagai balasan.
"Kalau begitu tunggu apa lagi? Ayo ke sana. Aku belum sarapan," ujar Helio yang langsung mengambil langkah lebih dulu melewati mereka.
Sayang, baru dua langkah ke depan, pijakan pemuda tan itu tiba-tiba rubuh. Membuatnya meluncur ke bawah bersama teriakan yang panjang. Keempatnya pun tidak kalah terkejut atas apa yang baru saja terjadi. Juan sampai mengintip untuk memastikan namun, gerakan juga membuat tempat pijakan mereka menjadi rubuh. Keempatnya lantas meluncur ke bawah dengans sangat tidak etis.
Helio mengerang. Tubuhnya terasa sakit. Debu tanah memenuhi pakaiannya. Kegiatan berguling tidak disengaja itu berhasil membuat otot-ototnya terasa kaku dan mati rasa. Untuk bergerak kecil saja terasa sakit untuknya.
Teriakan Juan membuat matanya melirik. Mendapati pemuda itu ikut menggelinding ke bawah bersama tiga lainnya yang menyusul kemudian. Anak muda itu berdesis kesakitan seraya bangun perlahan. Tidak jauh berbeda dengan yang lain.
"Kalian baik-baik saja?"
"Apa ini terlihat baik-baik saja?" sindir Markus.
Jade berdiri lebih dulu dari mereka. Dilihat dari rautnya, pemuda itu terlihat tidak terlalu masalah dengan seluncuran mereka tadi. Dia bahkan masih mampu bergerak menepuk jubahnya dari debu tanah dan membantu North serta Juan berdiri. Kepalanya lalu mendongak ke atas.
"Kudanya tertinggal di atas."
"Lagi?" seru North dengan nada sedikit stres.
"Kita tinggalkan saja." Ucapan Markus membuat semua tatapan jatuh padanya. "Kecuali kalian ingin memanjat ke atas sana dan menurunkannya."
Helio berdiri dengan perlahan sembari menahan erangan. "Tidak apa. Aku tidak terlalu mempermasalahkan itu selagi itu bukan kudaku."
Markus lantas mendelik tajam padanya.
"Jadi bagaimana?" tanya Juan.
"Tidak ada pilihan lain. Pakai dua kakimu," jawab Markus.
Jawaban itu sudah mutlak. Mereka juga tidak mempunyai cara apa pun untuk ke atas sehingga meninggalkan empat kuda mereka di sana. Mereka juga yakin hewan itu akan baik-baik saja selagi tinggal di tempat yang tidak berbahaya. Para Troll bisa menjaganya.
Kelima pemuda itu kemudian melanjutkan perjalanan. Memakai tudung menutup kepala dan kulit dari sinar matahari. Hanya semalam namun, dampat yang diberikan terasa berbeda dari bawah tanah tebing sebelumnya. Udara menjadi terasa panas bersama sinar terik yang menyipitkan mata. Beberapa pohon masih ada berjajar namun, tidak banyak dan padat. Matahari masih bisa melihat mereka.
Mereka berbaris setelah keluar dari area pepohonan. Menatap padang rerumputan tipis yang melambai tertiup angin. Kota itu terpampang tidak jauh di depan. terlihat sangat luas dengan pagar yang membentang mengilingi.
Sudut bibir Helio lantas terangkat. "Kota pesta. Aku datang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky Dream || NCT Dream
Fantasy[!!!] 𝙒𝙞𝙡𝙡 𝙗𝙚 𝙗𝙖𝙘𝙠 𝙪𝙥𝙙𝙖𝙩𝙚 𝙤𝙣 𝙈𝙤𝙣𝙙𝙖𝙮! ⚠️ 𝗔𝗹𝘂𝗿 : 𝗟𝗮𝗺𝗯𝗮𝘁 ⚠️ Berawal dari gosip tentang Tanah Yang Hilang, penduduk negeri Arcus berbondong-bondong memecahkan lokasinya. Namun, hal itu hanya bertahan sementara hingga mu...