"Turunkan aku, monyet bedebah!"
Helio tiada henti meronta-ronta. Meremat bulu hitam tebal ekor monyet yang membawanya. Sesekali dipukul ataupun digigit. Namun, hal itu sama sekali tidak mendapatkan reaksi. Helio terus dibawa jauh, melompati dahan pohon ke dahan pohon yang lain.
Tentu saja pemuda tan itu dilampaui panik. Menoleh ke belakang, sosok empat teman yang lainnya sudah tidak terlihat. Helio kelimpungan, buntu dari ide untuk menyelamatkan dirinya.
"Lepaskan—oh? Waa!!"
Teriakan itu menggema sepenjuru hutan. Membuat beberapa burung lantas terbang keluar dari persembunyian. Markus bersama dengan ketiga pemuda lain lantas berhenti begitu mendengar teriakan Helio.
"Ayo, cepat!"
North kali ini memimpin. Berlari di depan dengan sangat gesit. Markus melompat tinggi. Mendarat di dahan dan berlari di atas dana layaknya seorang ninja. Jade hanya bisa menyusul di belakang bersama Juan yang sedikit kesusahan karena harus memeluk barang-barang Helio.
Helio membuka matanya perlahan. Jantungnya masih berdegup kencang. Napasnya cepat dan setengah-setengah.
Monyet hitam yang membawa Helio tadi membuang diri dalam sebuah lubang hitam yang besar. Berakhir dari gelantungan terakhir yang membuat Helio panik bukan main.
Kini sekitarnya nampak hijau. Sangat hijau. Saking hijaunya, warnya menjadi sedikit lebih gelap dari pada lumut. Tumbuhan lebih rimbun dan padat. Melihat ke bawah, pendaratan yang dilakukan oleh hewan besar hitam itu mulus di atas tanah berumput subur. Berbanding ke atas, Helio tidak bisa melihat apa-apa karena gelap. Hanya secercah cahaya kecil.
Ekor yang melilit tubuhnya lantas melonggar. Membuat tubuh pemuda rusuh itu terjatuh dengan tidak elit. Helio meremang seraya mengelus bokongnya.
"Monyet bedebah," umpatnya. Namun, kala melirik hewan hitam tersebut perlahan menghilang, Helio kembali panik.
"Hei, hei, hei! Tunggu! Kau mau ke mana?! Jangan tinggalkan aku di sini! Hei!"
Sayangnya, hewan besar itu keburu menghilang ditelan tumbuhan rimbun berwarna gelap.
Helio mendesah. Berdiri lalu menepuk pakaiannya. Udara di sini sedikit lebih dingin dan lembab. Sinar matahari bahkan tidak nampak menembus sama sekali. Kembali melirik ke atas, Helio kian dilanda kebingungan.
"Sekarang apa? Bagaimana caraku bisa naik ke atas? Monyet sialan. Habis membawaku lalu ditinggal. Ugh ... dingin."
Helio mengusap dua bahunya sambi menatap sekeliling. Didekatinya dinding-dinding berumput tebal. Berembun yang membuat telapak tangan pemuda itu basah.
"Aku harus apa? Menunggu? Nasib sial ini masih terlalu pagi."
Tidak ada yang bisa dia lakukan selain menggerutu dan terus menggerutu. Berakhir menghempas diri duduk di atas rumput lembab tanpa pikiran apa pun.
Sementara itu di atas, keempat pemuda yang mengejar Helio berakhir berhenti kala mendapat ujung tepi lahan. Sebuah lubang besar yang menjorok ke bawah layaknya jurang. Gelap dan terlihat tidak memiliki ujung landasan.
Markus menghela napas gusar. Kepalanya celingak-celinguk pada sekitar untuk mencari jejak.
"Helio! Kau di mana?!" teriaknya namun, tidak mendapat balasan.
Juan mengintip sedikit pada jurang di bawah. Bulu kuduknya tiba-tiba berdiri.
"Kak Helio tidak jatuh ke bawah, kan?"
North berpaling. "Tentu saja tidak, Juan. Jauhkan pikiran itu dari kepalamu."
"Tapi bagaimana kalau iya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky Dream || NCT Dream
Fantasy[!!!] 𝙒𝙞𝙡𝙡 𝙗𝙚 𝙗𝙖𝙘𝙠 𝙪𝙥𝙙𝙖𝙩𝙚 𝙤𝙣 𝙈𝙤𝙣𝙙𝙖𝙮! ⚠️ 𝗔𝗹𝘂𝗿 : 𝗟𝗮𝗺𝗯𝗮𝘁 ⚠️ Berawal dari gosip tentang Tanah Yang Hilang, penduduk negeri Arcus berbondong-bondong memecahkan lokasinya. Namun, hal itu hanya bertahan sementara hingga mu...