BAB XXIII

152 32 1
                                    

Pemuda tinggi itu terbangun sebab terkejut, merasa lalai dalam tidur. Dia menghela napas kala menatap keluar. Matahari masih bersinar terang di siang ini. Kepalanya lalu melirik di belakang. Di mana kuda nampak terus mendengus dengan kaki yang bergerak hendaknya menggali.

Dirinya pun berdiri, dengan sedikit erangan kala bersimpuh lutut. Makanan kuda tersebut terlihat sudah habis.

"Kau haus, ya?" ucapnya seraya mengelus kepala kuda berbulu cokelat. "Maaf, aku lupa membawakanmu air. Mereka mengejarku tadi. Aku akan membawamu ke balai kota untuk minum."

Lantas ikatan pada tiang milik sang kuda dilepas. Pemuda itu kemudian menuntunnya keluar melalui jalan belakang. Berjalan menyisiri tanah kering di bawah terik matahari. Dirinya pun hanya bermodal kain yang menutupi kepala dan setengah wajah. Menghalau debu tanah yang beterbangan sebab diterpa angin.

Keheningan membuat suara tapak kuda lebih terdengar jelas layaknya menggema. Menampilkan hanya keduanya yang mengisi wilayah reruntuhan bangungan di tanah tandus.

Sebelum suara gemerisik mengalihkan perhatian. Pemuda itu terhenti seraya menatap sekitar. Memastikan apa yang didengar. Kala mendapat kepercayaan tidak ada apa pun, dia pun kembali melanjutkan. Namun, hal itu kembali terjadi. Suara gemersik itu kembali terdengar membuat pemuda itu mulai merasa sesuatu yang aneh.

Kepalanya sibuk menatap kiri-kanan bersama pupil yang menggeledah sekitarnya. Pegangan pada tali kuda perlahan menguat, siap untuk menariknya kapan saja.

Pemuda itu lalu kembali berjalan namun, dengan tempo yang lebih cepat. Dikarenakan instingnya yang mengatakan kalau sesuatu akan terjadi. Namun, kuda yang digiring tidak menunjukkan tanda-tanda terancam sama sekali. Tetap jalan secara damai menyesuaikan tempo jalannya yang sedikit lebih cepat.

"Ketemu!"

Seruan itu membuang sang pemuda berhenti total dan mematung di tempat. Dari kisaran jarak tiga meter di depan, seseorang tengah berdiri dengan tangan yang terbuka lebar.

"Sial," desis pemuda tinggi itu sebelum berbalik dan menarik kuda cokelat.

Sayangnya, dari belakang pun dirinya terkepung dengan dua pemuda lain. Berdiri tegak seraya menatapnya datar.

Pemuda itu kian panik. Dirinya terpaksa memilih melepas kuda demi melarikan diri. Mengambil arah yang berbeda di mana orang-orang tersebut mengepungnya.

"Biar aku saja."

Ucapan itu membuat pemuda dengan kaus hitam berlari cepat. Saking cepatnya hingga mampu mendahuli pemuda yang hendak kabur itu. Dirinya berdiri di depan selagi pemuda tinggi itu tidak memiliki kesempatan untuk berlari lagi. Dia jatuh terduduk sebab terkejut dan berseok ke belakang hingga punggungnya kini menyentuh sepasang kaki.

Wajahnya terangkat. Mendapat tiga pemuda lain yang menatapnya dengan raut yang berbeda. Pemuda berkulit tan lalu meraih kerah baju untuk membuatnya bangun.

"Dasar kau pencuri sialan. Di mana buku ayahku?!"

Tangan lainnya lalu ikut menggenggam kerahnya. Mulai-mulai dia mengguncang tubuh pemuda tinggi itu bersamaan dengan setiap ucapannya yang keluar.

"Bisa-bisanya kau mengambil barang peninggalan terakhir ayahku! Kau, sialan! Bahkan kuda kami pun kau ambil! Kau pikir tidak panas jalan kaki, hah?! Belum lagi untuk mengejarmu! Asal kau tau! Aku kelaparan! Lapar!"

Pemuda lain yang melihat aksinya hanya menghela napas kejengahan. Ditambah pemuda lain yang terkikik geli melihat hal itu justru lucu baginya. Sisa pemuda yang berkaus hitam tadi. Hanya memasang raut datar layaknya pengaturan tetap.

Pemuda yang diguncang hanya memasrahkan diri. Sedikit pusing dan takut menjadi satu. Bahkan untuk melepas genggaman pemuda yang mengamuk pun dia tidak berani sebab kalah jumlah.

Sky Dream || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang