BAB XXXV

135 36 0
                                    

Markus membiarkan dirinya melayang terjun ke jurang gelap di mana suara Helio berasal. Layaknya prajurit yang melakukan terjun bebas, Markus bahkan tanpa segan tetap membuka matanya lebar seraya memprediksi waktu dirinya sampai ke dasar. Yang mana hal itu justru membuatnya terkejut ketika tanah yang berumput lebat dan lembab itu menghantam tubuhnya namun, anehnya justru terpental tanpa rasa sakit. Pemuda keturunan bangsawan itu sedikit terlontar dari tempat asalnya mendarat dengan sedikit erangan.

"Markus!"

Helio yang kebetulannya masih memilih pilihan bodoh untuk tetap menunggu di tempat lantas bangkit dan menghampiri pemuda itu. Mengulurkan tangan dan membantunya berdiri.

Markus memegang belakang kepalanya karena sempat sedikit terbentur. Mulutnya masih mengeluarkan desisahan halus sementara matanya kini menatap lingkungan sekitar sebelum terjatuh pada Helio.

"Kau tidak apa-apa?"

"Ini di mana?"

"Menurutmu di mana? Kau melompat dari atas?"

Markus mengangguk. Ditatapnya kembali sekitar lalu beralih mendongak ke atas. Hanya setitik cahaya yang terlihat menandakan jarak dasar jurang dari atas sana. Namun, mengingat durasi dirinya mendarat pemuda bangsawan itu sedikit tidak paham.

"Yang lain di mana?" tanya Helio.

"Masih di atas."

"Kau meninggalkan mereka?"

Markus beralih menatap Helio. "Sebentar lagi mereka akan menyusul. Kami meninggalkan kuda hanya untuk mengejarmu, asal kau tau. Kenapa pula kau bertengkar dengan monyet besar itu?"

Helio mencibik mendengar disindir. "Bukan salahku," acuhnya.

Pemuda itu menghela napas lalu kembali ke tempat duduknya semula. Menekuk lutut dengan bibir yang menurun. Markus berjalan pelan menghampiri.

"Kau sendiri?"

"Tidak. Ada kau."

"Maksudku, di mana monyet itu?"

Dua bahu Helio bergerak ke atas bersamaan. Selanjutnya berganti keheningan di mana Markus lebih tertarik untuk meneliti sekitar mereka. Tanah berumbut lebat yang lembab dan tanah yang lembek seperti berjalan di atas air. Dinding yang tidak jauh berbeda dengan tanah pijakan. Banyak air sebab embun dan baru Markus sadari, udara di tempat mereka jauh lebih dingin dari pada di atas.

"Kau yakin mereka akan turun?" kata Helio.

"Tidak ada cara lain," balas Markus tanpa menatapnya.

Sementara di atas, North dan Juan baru saja sampai dengan empat ekor kuda yang mereka tuntun di belakang.

"Jade, kami-astaga, Jade!"

Tali kuda itu sontak North lepas demi bersimpuh lutut di samping saudara tirinya yang justru kian memucat dengan darah yang masih terus keluar. Bahkan tatapan Jade terlihat lebih lemah.

"Juan, berikan kotak obatnya cepat," tuntutnya.

Yang disebut dengan segera mengeluarkan kotak obat dari tas yang bergantung di tubuh kuda berbulu putih bersih. North dengan gerakan cepat namun, pasti mengobati luka Jade yang kembali terbuka meski tidak terlalu lebar. Sementara Juan hanya berdiri menonton dari belakang sebelum menatap sekiling dan menyadari ada yang kurang.

"Kak Markus di mana?"

Pertanyaan itu pun berhasil mengalihkan perhatian North. Tidak mendapatkan keberadaan pemuda keturunan bangsawan itu di antara mereka. Sebelum Jade bersuara memberi jawaban.

"Dia turun ke bawah."

"Apa?" Kejut North. "Dia turun ke bawah katamu? Kenapa?"

Dagu Jade tersentak ke depan di mana jurang itu berada. "Sahabatnya ada di bawah sana."

Sky Dream || NCT DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang