Twenty Six

403 68 14
                                    

"Kak Nana!"

Bocah laki-laki yang dipanggil Nana itu tersenyum lebar saat seorang gadis cilik berlari riang ke arahnya. Tanpa aba-aba, gadis kecil itu memeluknya dan membuat dirinya terkejut. Tinggi tubuh mereka yang memang terpaut jauh dan membuat gadis kecil itu hanya bisa memeluk pinggangnya saja.

"Kak Nana kemana aja sih? Jinnie disini main sendilian disini gala-gala ndak ada kak Nana!" Serunya sambil cemberut.

Jaemin mengusap pucuk kepala gadis kecil itu yang kini merengut, "maaf ya, jinnie."

"Iya, sehalusnya kak Nana minta maaf sama jinnie. Sekalang kak Nana halus beliin jinnie es klim!"

"Es krim lagi?"

"Huum. Kata papa gapapa makan es klim, asal jangan banyak-banyak. Papa juga tau coal kodok." Gadis itu bercerita dengan pipi merahnya dan membuat jaemin tak bisa menahan untuk mencubit pipinya.

"Oh begitu. Jinnie kenapa masih di rumah sakit? Mamanya jinnie udah sembuh kan?"

Jinnie memasang wajah sedih, "kata papa, mama halus dilawat gala-gala mama kondisinya lemah. Jinnie ndak ngelti kak Nana, tapi jinnie beldoa biar mama sama dedek sehat!"

"Iya, ayo kita berdoa biar mamanya jinnie bisa sehat."

Dalam hati ia juga menyebutkan mamanya agar bisa sembuh juga. Sudah 5 bulan lamanya tapi mamanya masih butuh perawatan intensif setelah melahirkan adiknya. Dokter sendiri mengatakan bahwa mamanya mengalami kelemahan di bagian rahim dan membuatnya terus-menerus merasakan sakit di bagian itu. Sehingga mereka harus bolak-balik ke rumah sakit.

"Kak Nana, ayo kita main. Jinnie bosan."

"Jinnie mau main apa?"

Gadis cilik itu menaruh jari telunjuk dan ibu jarinya di dagu seperti pose berpikir. Tingkah menggemaskan itu membuat jaemin tertawa kecil karena kelakuan heejin.

"Jinnie tadi ngeliat piano besalllll banget! Tapi sama papa ndak boleh dimainin, katanya itu plopelti lumah cakit..."

"Oh iya? Piano? Dimana?"

"Eung... Jinnie lupa jalannya kak Nana... Tadi jinnie abis dali kantin lumah cakit."

Sebuah piano? Di rumah sakit? Mungkin memang benar apa yang dikatakan heejin, tapi sangat aneh sekali menaruh sebuah piano di rumah sakit. Mungkin gadis itu melihatnya di sebuah ruangan tapi dia tak tau itu ruangan apa.

"Jinnie mau main piano?"

Heejin mengangguk antusias sambil menarik tangan jaemin, "ayo kak Nana! Jinnie mau main piano!"

Tak ada cara lain untuk menolak heejin. Pemuda berusia sepuluh tahun itu pun hanya bisa pasrah ketika heejin menarik tangannya untuk segera mengikutinya. Akhirnya mereka pun berjalan di lorong-lorong rumah sakit. Para suster pun menaruh curiga dan bertanya kepada jaemin dan heejin, tapi jaemin selalu bisa menjawab pertanyaan suster itu. Dengan mudahnya mereka membiarkan jaemin dan heejin untuk berjalan tanpa pengawasan orang dewasa. Padahal rumah sakit bukan tempat anak kecil untuk berkeliaran.

Mungkin memang kata-katanya jaemin meyakinkan mereka.

Jaemin melihat sekitar dan menemukan sebuah ruangan khusus yang ternyata diisi oleh beberapa orang yang sedang menunggu.

"Itu kak! Pianonya!"

Ah, benar, ada piano. Berarti heejin tak berhalusinasi.

"Halo adek, cari siapa? Orang tuanya ada?" Tiba-tiba orang dewasa menghampiri mereka berdua.

Client Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang