Twenty Five

439 71 28
                                    

"Iya, sayang iyaa. Aku beneran kok gak boong sama kamu soal bolos sekolah. Demi kamu sayang!"

Doyum hanya memutar kedua bola matanya malas melihat Jay yang lagi alay sambil telponan sama pacarnya. Nggak, dia tuh gak iri. Doyum cuma kesel aja sama kepribadian ganda punyanya Jay.

"Iya, aku janji aku bakalan belajar buat ujian, kan ada kamu yang jadi guru pribadi aku hehehehehe. Kamu kan yang paling aku cinta!"

Doyum mengepalkan tangannya saat melihat ekspresi Jay yang seakan dibuat-buat dan melihat ke arahnya seolah berkata 'iri ya???'.

"Iya, sumpah demiㅡSAKIT ANJING!"

Akhirnya, terlampiaskan juga.

"Kamu ngatain aku?!"

Doyum bisa mendengar suara teriakan dari sebrang panggilan itu.

"E-eh nggak yang, ini nih ada setan yang mengganggu kesenangan kita." Doyum memasang wajah datarnya seakan omongan Jay tuh emang gak penting.

"Yaudah deh, aku tutup ya?? Kamu tidurnya jangan malem-malem, jangan lupa sikat gigi, jangan lupa minum susu, jangan lupa mimpiin aku yaaa. Love you!"

Pemuda itu mematikan ponselnya dan memberikan tatapan membunuh kepada oknum yang bersangkutan.

"Lo bisa gak sih anjing jangan ganggu gua pas lagi telponan sama Isa?! Ganggu lu bangsattttt!" Jay ninju-ninju lengannya doyum secara membabi buta tapi tak keras.

"Omongan lo bikin mual, Jay. Gue malu diliatin orang, disangkanya kita homo." Ucap doyum sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"GUE GAK MAU HOMOAN SAMA LU NYETTTT!"

"BERISIK GOBLOK!"

Mereka berhenti bertingkah karena orang-orang di cafe tersebut mulai berbisik-bisik tentang kebisingan mereka.

"Lo gak bakal bisa normal Jay kalo lagi bucin. Setidaknya jauh-jauh dari gue."

Jay memasang wajah mengejek kepada doyum, "iri ya? Iri ya? Iri tanda tak mampu sayang~"

Jijik banget, serius.

"Temen lu mana sih? Lama amat." Tanya doyum mengganti topik pembicaraan yang baru.

Jay mengeluarkan sepuntung rokok utuh dari saku bajunya dan mulai menyalakan ujungnya. Sebenarnya ia bukan perokok, hanya saja di waktu tertentu ia akan merokok. Kalo misalnya ia ketauan merokok, bukan orang tuanya yang akan marah, justru kakak sepupunya. Ya siapa lagi kalo bukan Kim hyunjin?

Padahal kakaknya itu perokok juga, bahkan perokok berat. Jay sering ngelarang hyunjin buat ngurangin kebiasaan merokoknya itu tapi ya gak didengerin.

"Sabar. Lagi di jalan kali dia. Maklum lah orang sibuk dia tuh, banyak jadwal terbangnya."

"Temen lu udah kerja? Bukan pelajar kayak kita?"

"Pelajar juga, profesinya model majalah pria gitu. Biasalah orang kaya."

Doyum menganggukkan kepalanya paham. Memang dia gak akan paham soal orang kaya beserta dunianya yang tak akan bisa ia jangkau.

"Dia mau ada perlu sama gue katanya, padahal gue gak terlalu deket sama dia. Bisa dibilang anaknya gak punya banyak temen. Gue jarang banget ngeliat dia jalan bareng sama orang, selalu sendiri. Terus, pas waktu itu dia tiba-tiba kenal sama gue. Yaudah kita ngobrol dan yaudah ngalir gitu aja."

"Temen SMP lo, kan?"

Jay mengangguk, "waktu itu, gue ngeliat dia lagi diikuti sama dua orang di belakangnya setiap dia jalan di sekitaran sekolah. Gue awalnya gak paham kenapa tuh dua orang ngikutin. Ternyata itu bodyguard yang emang ditugasin buat jaga dia, Doy. Waktu itu sekolah gue lagi marak-maraknya murid kena kasus pencurian sama pembully-an. Makanya gak ada yang berani deketin dia." Ucap Jay panjang lebar.

Client Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang