Thirty Seven

407 51 69
                                    

"Hei."

"Hei."

Tas yang ia dibawa ditaruh di atas lantai. Hwang Hyunjin tak bergeming setelah datang kesini, karena di ruangan ini hanya mereka berdua. Cukup aneh baginya, apalagi setelah gadis itu tersadar dari komanya. Padahal ini adalah hal yang selalu ia nantikan, tapi tetap saja diantara mereka berdua ada sebuah sekat yang membatasinya.

"Ini siapa yang bawa kesini?" Kim Hyunjin menunjuk tumpukan buku fiksi diatas cerita.

"Ah, oh. Itu...yeji yang bawa. Dia suka baca cerita." Ucapnya berbohong. Hah, mana ada sejarahnya yeji membaca, dia aja malas baca.

"Oh iya?" Kim Hyunjin mengambil buku itu. Keadaannya sudah mulai membaik, meskipun nasal canul-nya masih terpasang. Ia sudah bisa bergerak meskipun hanya diatas kasur dan selang masing tersampir di kanan kiri tempat tidurnya.

Gadis itu terdiam sambil membuka-buka lembar per lembar.

"Waktu itu, gue merasa diri gue di surga. Ketemu sama mama, cerita segalanya sama dia. Gue merasa bahagia. Gue pikir gue lebih baik koma daripada hidup di dunia ini. Gak jelas arah hidup gue kemana."

"..."

"Tapi yang bikin gue berpikir adalah beliau nyuruh gue untuk hidup karena banyak orang yang sayang sama gue, orang yang nangis ketika gue gak ada. Kata gue, really, mom? Gue gak percaya masih ada orang nunggu gue saat ini. Gue tadinya berpikir gue gak peduli, tapi setelah itu...gue denger seseorang sedang berbicara ke gue."

"Meskipun samar-samar, tapi gue yakin dia sedang berbicara ke gue. I thought it was you."

"..."

Kim Hyunjin tersenyum singkat dan meraba buku fiksi itu sambil melihat tulisan yang ada disana.

"Terakhir gue dengar suara itu dan gue ikuti suara itu, sampai akhirnya gue sadar, gue ada di tempat ini. Dan melihat kalian semua. Meskipun cuma kalian bertiga, tapi gue bersyukur ada yang menyelamatkan gue."

"..."

"Tapi kayaknya gak mungkin lo baca cerita buat gue ya, kan? Karena lo bilang ini semua punya yeji. Jadi, mungkin emang yeji yang baca cerita ini buat gue."

Hwang Hyunjin terpaku dengan semua ucapan gadis itu. Ternyata benar, Indra pendengaran seseorang ketika sedang koma, tetap berfungsi. Membuatnya tetap sadar dan instingnya bekerja.

Pemuda itu bisa saja mengaku bahwa semua cerita itu dia yang baca. Tapi entah kenapa dia tak berani untuk mengatakan itu semua. Sebut saja dia pengecut karena tindakannya seperti orang pecundang dibalik layar.

"Permisi, makanan untuk makan siang nona Kim!"

"Ya, silakan."

Staff rumah sakit membuka pintu dan mengantarkan makanan. Kemarin-kemarin ia mengonsumsi makanan cair melalui NGT, sekarang ia mengonsumsi makanan lunak seperti bubur untuk makanan sehari-harinya selama disini.

"Terima kasih, pak."

"Ya, sama-sama nona Kim."

Nama pasien Kim Hyunjin bukan nomor lagi, melainkan Kim. Mereka semua sepakat untuk tidak menggunakan nama asli, hanya marganya saja.

Kim Hyunjin melirik makanannya yang seperti tidak berselera.

"Ugh, i hate hospital food." Ucapnya sambil bergidik. Ya tentu saja, makanan rumah sakit itu hambar.

"Lo harus makan itu kalau mau sembuh." Ucap Hwang Hyunjin.

Gadis itu menggelengkan kepalanya sambil menghela napas berat. Sejujurnya ia pun sudah mati bosan disini, selain tak bisa melakukan apa-apa, dia pun harus mendapatkan perawatan lebih karena tulang-tulangnya yang patah harus diobati sampai menyatu sempurna.

Client Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang