Thirty Three

345 52 27
                                    

Doyum menghela napasnya pelan saat matanya menatap lurus ke arah seseorang yang lagi sibuk dengan peralatan dapurnya seorang diri. Masalahnya, ini sudah 2 jam orang itu berkutik dengan masakan tapi bad moodnya masih saja belum reda.

Doyum paham banget kalo Jay lagi ada masalah atau stress pastinya dia bakalan masak terus sampai bosan. Tapi, parahnya yang nyicipin makanannya pasti si doyum.

Jay sudah memasak pasta, steak, tteokpokki, sandwich, bahkan Jajangmyeon juga dimasak sama dia. Gila, dia masak udah kayak orang kesurupan. Untungnya enak.

"Jay, time out dulu. Ini masakan mubazir banget loh. Siapa yang mau makan coba?" Tukas doyum sedikit protes. Dia gak mau bikin Jay makin badmood gara-gara disinggung.

"Buang aja kalo gak mau."

"Jangan gitu lah. Yaudah, gue telpon anak-anak buat makan masakan lo." Ucap doyum akhirnya.

Dasar. Mentang-mentang orang kaya, seenaknya aja buang-buang makanan. Emang dia gak tau apa ribuan orang di luar sana mau makan makanan enak tapi gak bisa gara-gara gak punya uang?

Doyum memaki dalam hati.

"Jangan, Doy. Gue lagi males menyambut banyak orang."

"Ya terus ini siapa yang mau ngabisin makanan sebanyak ini? Gue udah gak sanggup. Gue kasih orang-orang di rumah lo aja ya?" Ucap doyum akhirnya. Pelayan di rumah Jay memang lumayan banyak sih.

"Terserah." Balas Jay singkat.

"Telepon Minhee aja, dia juga suka makan." Doyum berdecak. "Udah. Jangan masak lagi. Gue loakin peralatan dapur lo kalo lo tetep mau masak. Marah sih boleh, tapi jangan gini juga."

"..."

"Gue tau hilangnya kak hyunjin bikin lo stress, tapi lo juga harus sabar. Gak gampang buat nyari orang hilang. Gue paham banget, Jay. Tapiㅡ"

"Nggak, lo gak bakal paham, Doy. Lo gak bakalan paham rasanya kehilangan orang yang lo sayang. Lo gak paham rasanya khawatir ketika orang yang lo sayang tuh gak tau keadaannya gimana. Lo gak bakal paham."

"..."

"Polisi gak nemu apa-apa, Doy. Bahkan cctv aja gak menolong kakak gue. Kakak gue gak baik-baik aja, Doy! Lo gak bakal paham rasanya jadi gue! Stop ngomong kalo lo paham." Bentak Jay ke arah doyum.

"..."

"Sorry, gue kelepasan. Sorry, Doy."

"Iya, santai."

Doyum akhirnya memilih diam. Berdebat gak membuat mereka baik-baik aja. Yang ada keadaan malah tambah runyam. Doyum melirik kesana kemari yang mana ruangan tersebut malah semakin sepi karena para pelayan malah diusir sama Jay. Udah mah si Jay anak tunggal ya kan.

"Gue gak tau harus gimana lagi." Ucap Jay pelan.

"Gue gak tau harus nyari kak hyunjin kemana lagi, Doy. Gue pusing banget sumpah." Keluh Jay dengan jujur. Sumpah sih, dia emang jarang keluh kesah soalnya Jay tuh orangnya santai dan apa aja tuh punya. Sama kayak Minhee. Masalah pun sering dipendam atau yaudahlah gak usah dipikirin. Tapi ini soal kakak sepupunya Jay.

Doyum tau banget kalo Jay sangat bergantung sama kakak sepupunya ini. Bahkan tentang kehidupannya Jay, hyunjin selalu yang menasehatinya dan mengarahkan hal yang baik kepada jay. Orang tuanya Jay sangat sibuk, bahkan mereka gak ingat kalo punya anak.

"Paman lo juga belum menemukan apa-apa. Kita juga gak bisa apa-apa, Jay. Kita cuma bisa nunggu. Kalo pun kita ikut terjun ke lapangan, yang ada kita malah disebut perusuh. Semuanya kita serahin ke polisi. Sepandai apapun lo ngehacker, ini tuh udah di ranah detektif. Kita gak punya kemampuan untuk itu." Ucap doyum panjang lebar.

Client Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang