Four

812 157 35
                                    

Udah gak kehitung lagi Heejin menyumpah serapah Jeno di dalam hatinya. For God sakeㅡdia meninggalkan Heejin berduaan dengan orang yang tak dikenal! Baru sekitar 15 menit Heejin kenalan.

Heejin biasanya cepet akrab sama orang baru, apalagi yang satu frekuensi yakan. Tapi ini Na Jaemin. Demi neptunus, Na Jaemin itu orang terkenal dan Heejin hanya orang biasa.

Oh, apakah ini reinkarnasi dirinya terdahulu Karena sudah berbuat baik kepada kerajaan Korea saat itu?

Okeh sip. Heejin mengucapkan syukur akan hal itu.

Perlukah heejin meminta tanda tangan Jaemin untuk mengenang hari ini?

Kalo bisa sih sebanyak-banyaknya biar Heejin dapet duit hasil jual tanda tangan.

Tapi, ia merasa canggung. Sangat. Kegelisahan Heejin berlanjut saat mereka duduk berhadapan. Tadi Heejin memesan frappucino, sedangkan Jaemin memesan americano. Selama mereka menunggu pesanan, Heejin sama sekali belom memulai pembicaraan.

Gadis itu udah beberapa kali membenarkan posisi duduknya, sementara orang yang di hadapannya hanya melipatkan tangannya di dada tanpa melakukan apa-apa.

"Ehem." Heejin berdeham pelan demi memecahkan kecanggungan. Demi apapun, terakhir kali ia ngobrol sama cowok yang emang notabennya buat kencan, yaaaㅡsetahun yang lalu maybe.

Eungㅡby the way, ini bukan berarti dia menganggap Jaemin teman kencan.

Ya Tuhan, Heejin kesal sama Jeno sekaligus berterima kasih kepadanya.

"Namamu Jeon Heejin? Benar, kan?" Tanyanya saat ia meneguk americano di cangkir itu. Minuman mereka udah jadi ternyata.

"Ah, iya." Heejin tersenyum singkat sebagai balasan. Dasar jaim.

"Maaf tadi gak balas jabatan kamu. Saya beneran tertarik sama rambut kamu. Boleh kita ulang lagi?"

Ulang apa? Mainin rambut gue? Batin Heejin.

Jaemin mengulurkan tangannya.

Oh, mau jabat tangan.

"Nama saya Na Jaemin. Senang berkenalan dengan anda, nona Jeon Heejin."

Heejin membalas jabatan itu dengan agak canggung. "Ah iya, salam kenal tuan Na."

Jaemin menggelengkan kepalanya. "Jangan panggil tuan. Saya gak suka embel-embel itu disebut sama perempuan."

"Te-terus saya harus manggil apa?"

Jaemin menggedikkan bahunya. "Kak, atau pak. Atau untuk lebih akrab, kamu bisa manggil nama saya." Setelahnya ia menyunggingkan senyumannya.

Sial sekali. Senyuman itu membuat Heejin mati kutu. Sedikit menyeringai atauㅡentahlah. Baru kali ini Heejin gak bisa meniru senyuman orang.

"A-ah kalo begitu saya milih untuk manggil pak saja."

"Suit yourself. Bisa kita mulai?"

"Silahkan, euhmㅡpak jaemin."

Pemuda itu menganggukkan kepalanya singkat. Jaemin memberikan kode kepada butlernya untuk mendekat dan dia memberikan sebuah map kepada Jaemin.

"Nona Jeonㅡ"

"Heejin."

"Ah iya, nona Heejin. Saya lebih suka membuat perjanjian hitam diatas putih. Aturan ini sudah melekat di kehidupan saya sendiri, semoga kamu gak keberatan."

Jaemin menyodorkan isi map tersebut, dimana sudah ada kertas yang sudah bertuliskan sesuatu diatasnya.

Heejin mendekatkan kertas itu ke arahnya. Ternyata itu sebuah kontrak kerja.

Client Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang