Eight

804 148 14
                                    

Bibir itu bergerak seiring berjalannya jari yang menelusuri setiap kata di buku pegangannya. Gadis itu sesekali menyelipkan rambut yang jatuh ke depan wajahnya. Heejin sesekali menghela napas saat dirasa pikirannya udah melalang buana kemana aja.

Heejin mengusak rambutnya yang tak gatal itu. Matanya menatap ke arah depan dengan pikiran yang udah terarah ke satu titik.

Padahal ini di perpustakaan. Tempat yang terkenal karena kesunyiannya. Tapi tetap saja Heejin gak bisa fokus gara-gara mikirin satu nama doang.

"Anjir emang. Kenapa sih gue tiba-tiba percaya gitu aja sama tulisan itu di kertas?!" Pekiknya pelan nyaris berbisik.

"Kenapa gue percaya begitu aja dengan 1 juta won?"

"Kenapa gue mau aja tanda tangan kertas itu...?"

Ya, ralat. Ia merasa menyesal karena udah menjalin kerja sama dengan orang lain yang sama sekali belom ia kenal. Seketika Heejin menyesal kenapa dengan begitu polosnya tergiur.

Ia membenarkan kalimat Kim yang katanya dirinya bakal menerima sesuatu yang besar jika ia terlibat dengan orang seperti Na Jaemin. Mungkin waktu itu Kim bilang kalo jalannya kasus Heejin bakal berjalan mulus, kayakㅡ

Kerjakan, tinggalkan, dan lupakan.

Kalo udah selesai gak bakal berhubungan dengan orang itu lagi. Ah, nyatanya ia malah lupa dengan point perjanjian itu. Ia harus follow up keadaannya.

Tapi nyatanya, Heejin harus berhenti sampai disini sebelum melangkah lebih jauh lagi dan berhubungan dengan Na Jaemin. Sudah cukup kehidupannya dilanda kesengsaraan.

Tunggu sebentar.

"Tapi dia gak punya riwayat sakit mental atau apapun itu." Heejin semakin bingung saat menemukan fakta bahwa Jaemin bukan gay.

Heejin bisa melihat gerak gerik Jaemin saat melihat orang-orang di club yang mengadakan pesta di dalamnya. Terlihat datar dan mengintimidasi selayaknya Jaemin memang tidak ingin disentuh oleh siapapun.

Mereka saja yang mendekatinya, tapi Jaemin tidak.

Lalu kenapa dia malah bilang ke Jeno kalo ia gay?

Heejin menghela napasnya pelan. Itu saja baru satu hal yang mengejutkan. Yang lainnya? Oh, ia baru menemukan fakta kalo Jaemin itu memang bukan orang sembarangan.

Ia mempunya segudang senjata api dan ruang rahasianya tersimpan di club tersebut. Heejin gak melihat secara seksama, yang jelas ia bisa melihat orang bertransaksi dengan alat tersebut atas komando dari jaemin, hanya saja Heejin keburu pusing saat itu.

Apakah Heejin berurusan dengan seorang mafia?

"Jeon Heejin, sepertinya Lo reinkarnasi dari pengkhianat kerajaan, makanya nasib Lo buruk." Gumam Heejin sambil menatap kosong.

Saat itu juga, Jaemin seperti mengancam dirinya untuk tidak pergi setelah ia mengetahui semuanya. Apalagi saat Jaemin memperlakukan dirinya dengan tatapan untuk segera mematuhinya.

Iyalah, Heejin gak mau mati muda. Dan, sepertinya, pergerakan Jaemin itu lebih kuat dibandingkan hukum.

Heejin menelungkupkan kepalanya ke meja. Merasa bingung. Udah beberapa kali doi di pergokin kayak orang gila dan diliatin sama orang-orang yang ada disana.

Harus kemana lagi dia mengadu? Kalo ke kim gak mungkin, tuh anak bisa emosi dan langsung naik pitam. Mungkin Jaemin bakalan di samperin sama dia.

Dan demi apapun, dia gak tau dimana si Kim, udah 2 hari dia gak pulang ke kosnya. Di chat atau ditelpon sama Heejin pun gak digubris.

Hwang hyunjin? Sepupunya itu gak bakal bisa diandalkan kalo masalah begini. Yeji? Sama aja kayak kembarannya.

Client Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang