✨Chapter 36✨

88 10 0
                                    

Mau curhat dulu

Dari part awal sampai part kemarin yang aku publish terakhir, yang baca sama yang vote selisih jauh banget.

Kalian pasti ngerti susahnya mikir ide nyusun cerita :)

Kalian pasti tau cara menghargai karya penulis :)

Karena satu vote dari kalian itu bisa bikin Author buat semangat menulis.

Kadang mikir, apa yang baca enggak suka sama alur ceritanya? Author sudah berusaha untuk menulis cerita yang baik dan bagus. Tapi kalau cerita ini enggak sesuai sama ekspektasi kalian para readers, kalian bisa memberi kritik yang membangun untuk kelanjutan cerita ini.

Pasti dari kalian merasa Authornya terlalu maksa atau yang lainnya. Bukan maksa :) Tapi kalian pasti tau rasanya membuat sesuatu dan mempublikasikannya terus dilihat doang tapi enggak ada penilaian :)

Terima kasih sudah mau mendengarkan curhatan Author.

Happy Reading!

🌼🌼🌼

Nia sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit satu minggu yang lalu. Selama itu juga, Athala melarang Nia melakukan kegiatan apapun yang melelahkan. Bahkan, Nia tidak diizinkan turun dari ranjang kecuali pergi ke kamar mandi, itupun Athala bersikukuh untuk menggendongnya.

Sejak kandungannya menginjak usia empat bulan, Athala mengalami mual-mual di pagi hari. Kata dokter itu wajar. Kondisi ini dianggap sebagai bentuk kehamilan simpatik ketika suami mengalami gejala kehamilan seperti yang dirasakan istri tanpa benar-benar hamil. Tetapi, pada jam sembilan keatas, Athala sudah baik-baik saja.

"Kamu enggak kerja?" tanya Nia pada Athala yang kini tengah merapikan ranjang. Nia kini duduk di sofa untuk sementara.

"Kamu nanti sendirian di rumah enggak ada yang jaga. Kamu belum benar-benar sehat, Sayang," jawab Athala.

Nia menghela napasnya pelan menghadapi tingkah suaminya yang posesif ini. "Mas, sini," katanya.

Athala berjalan ke arah Nia setelah memastikan urusan merapikan kasur sudah beres.

"Kenapa? Butuh sesuatu?" tanya Athala.

"Duduk sini," kata Nia menepuk ruang sofa kosong disebelahnya.

Athala menuruti ucapan istrinya untuk duduk disamping istri. "Kenapa, Sayang?" tanyanga lembut.

"Mas, jumlah karyawan kamu kalau ditotal keseluruhan berapa?" tanya Nia.

"Sekitar enam ribu orang," jawab Athala.

"Banyak 'kan?" tanya Nia.

"Banyak, Sayang," jawab Athala.

"Kamu di rumah tapi karyawan kamu di kantor butuh atasannya. Amit-amit, kalau seumpama perusahaan kamu gulung tikar, kamu enggak kasihan sama enam ribu karyawan yang bekerja untuk menafkahi keluarga mereka?" jelas Nia.

"Ada Rafly sama Zacky yang bantu aku, Sayang," ujar Athala.

Nia menganggukkan kepalanya. "Memang. Mereka berdua bisa diandalkan. Tapi, apa kamu enggak kasihan sama mereka berdua yang setiap hari kerja lembur terus?" kata Nia. "Yang atasannya kamu atau mereka berdua, Mas?"

"Aku lah!" jawab Athala cepat.

"Rafly sama Zacky juga butuh kamu buat arahin mereka. Kadang aku kasihan sama Zacky yang rela panas-panasan dari kantor ke rumah cuma buat minta satu tanda tangan kamu," ucap Nia kala mengingat wajah Zacky yang kepanasan siang itu.

INDESTRUCTIBLE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang