✨Chapter 40✨

85 13 0
                                    

Happy Reading!

🌼🌼🌼

Pukul satu dini hari, ibu hamil itu terbangun dari tidurnya karena merasa mulas di area perutnya. Nia menggoyang-goyangkan lengan Athala untuk membangunkan laki-laki itu.

"Mas," kata Nia.

Athala hanya merespon gumaman yang tidak jelas. Itu membuat Nia mendengus pelan karena suaminya ini tipe orang yang kalau sudah tidur susah dibangunin.

"Mas, bangun!"

"Masih malam, Sayang. Ngidamnya tunda dulu," jawab Athala.

Nia mengusap perutnya. "Bapakmu enggak peka, dek," katanya.

Nia beranjak dari kasur berjalan mondar-mandir untuk mengurangi rasa sakit di perutnya. Sesekali menumpu badannya menggunakan kedua tangannya pada meja rias.

Nia kembali mencoba membangunkan suaminya. "Mas, bangun ih!" ujarnya karena merasa perutnya beberapa kali mengalami kontraksi meski belum sering.

Bukannya bangun, Athala malah semakin memeluk erat guling dan menyembunyikan wajahnya diantara guling dan bantal.

Merasa kesal dengan suaminya, Nia beranjak keluar kamar lalu menghampiri kamar tamu tapi sebelum itu, Nia mengambil hijab instan yang terselampir di sofa kamar. Kamar Nia dan Athala pindah di lantai bawah sejak usia kandungan Nia menginjak empat bulan. Alasannya simpel, karena Athala merinding sendiri jika melihat Nia naik turun tangga dengan perut besar.

Sudah empat hari ini, orang tua dan mertuanya bergantian menginap di rumah Nia. Malam ini giliran Afya dan Andreas yang menginap dan tidur di kamar tamu.

Nia mengetuk pintu dengan satu tangannya sementara tangannya yang lain dia gunakan untuk mengusap perut.

"Pi, Mi," katanya.

Tak lama pintu terbuka muncul Afya dengan wajah bantalnya. Afya menatap menantunya yang sudah dianggap seperti anaknya sendiri itu dengan bingung.

"Kenapa, Sayang? Butuh sesuatu?" tanya Afya.

"Mi, perut Nia mulas," jawab Nia.

Detik itu juga, Afya langsung membolakan matanya. "Ya ampun. PAPI! ANAKMU MAU LAHIRAN!" Suara Afya menggelegar membuat Andreas langsung bangun tergopoh-gopoh.

Nia tersenyum kecil melihat reaksi Andreas. Dia jadi mengingat Papanya yang sudah lama meninggal.

"Mana? Ayo ke rumah sakit," kata Andreas bergegas mengambil kunci mobil dan dompet. Bahkan tak sempat berganti baju dan masih memakai kaos oblong dan celana pendek selutut.

Afya menuntun Nia ke ruang tamu. "Bentar, kayak ada yang ketinggalan," ujarnya. "RAI KEMANA!?"

"Baru Nia mau bilang, Mi," kata Nia. "Mas Athala susah banget dibanguninnya. Makanya Nia bangunin Papi sama Mami."

Afya jadi greget sendiri mendengar perkataan menantunya. "Tunggu disini, Sayang. Biar Mami yang bangunin," ujarnya yang mendapat anggukan dari Nia.

Andreas menggiring menantunya untuk duduk di sofa ruang tamu. "Papi ngeri lihat kamu berdiri terus. Takut brojol di tempat," ucapnya yang membuat Nia tertawa sesekali meringis karena perutnya terasa kencang.

Disisi lain, Afya kini sudah berkacak pinggang menatap Athala yang asik tertidur dengan lelap. Afya langsung menyingkap selimut yang membungkus tubuh Athala.

"RAI!?" ujar Afya mengguncang tubuh putranya.

"Apa, Mi?" jawab Athala dengan kedua mata yang masih terpejam.

INDESTRUCTIBLE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang