✨Chapter 23✨

83 10 0
                                    

BACA!!!

Satu vote dari kalian, bisa buat Author semangat untuk update

Pembaca yang baik pasti ngerti cara menghargai karya penulis

Makasih

Happy Reading!

🌼🌼🌼

Hari sudah siang, Nia kini tengah disibukkan dengan beberapa berkas-berkas yang menggunung di meja kerjanya. Wanita yang sebentar lagi akan menjadi seorang ibu itu mengusap pangkal hidungnya pelan karena terlalu lelah membaca.

Nia melirik jam tangannya, ternyata sudah pukul satu siang. Wanita itu segera beranjak dari tempat duduknya dan pergi ke mushola yang ada di kantornya untuk menunaikan ibadah shalat dhuhur sebagai seorang muslim.

Nia mengangguk seraya tersenyum saat beberapa kali berpapasan dengan karyawannya yang menyapanya.

"Siang Bu Nia!" sapa seorang perempuan dengan senyum lebarnya.

"Siang juga, Abel," jawab Nia.

"Ibu mau ke kantin?" tanya Abel.

Nia menggeleng pelan. "Tidak, saya mau shalat dulu," jawabnya. "Saya duluan, Bel," ujarnya lalu permisi menuju mushola.

Sesampainya di mushola, ternyata suasana lumayan sepi. Mungkin karena waktu istirahat dan banyak dipergunakan di kantin. Nia melangkahkan kakinya menuju tempat wudhu.

Setelah itu, Nia mengambil mukenah yang ada di etalase khusus tempat mukenah. Nia melirik ada tiga karyawannya yang hendak menjauh darinya.

"Kalian mau kemana?" tanya Nia.

"Kita disana saja, Bu," jawab Ime yang namanya dapat diketahui Nia dari name tag yang tersemat di baju.

Nia menggeleng. "Disinu saja. Lebih baik mengisi tempat yang kosong bukan?"

"Kami tidak enak, Bu. Ibu adalah atasan kami," jawab karyawan yang bernama Sena.

Nia menghela nafas lalu menatap mereka satu-persatu. "Kalau dalam masalah pekerjaan, memang saya atasan kalian. Tapi kalau dalam urusan ibadah, kita semua sama di mata Allah. Tidak ada yang berbeda."

Ketiga karyawan itu termenung mendengar ucapan atasannya yang begitu bijak. Akhirnya, mereka berempat memutuskan untuk shalat berjamaah.

🌼🌼🌼

"Perempuan itu harusnya duduk di rumah, ngurus rumah sama suami. Bukannya malah ngurusin pekerjaan kantor enggak jelas kayak gini."

Nia mendongakkan kepalanya mendengar suara seseorang yang tiba-tiba berada di ruangannya. Nia sempat terkejut saat ada Oma Wiji yang tengah berdiri di ambang pintu.

Nia bangkit dari duduknya kemudian berjalan mendekati Oma Wiji.

"Maaf, Bu. Saya tadi sudah menahan ibu ini supaya enggak masuk ke ruangan. Tapi ibu ini memaksa," kata Elin menatap Nia.

"Tidak masalah, Lin. Ini Oma Wiji, nenek suami saya," kata Nia.

Elin mengangguk kemudian berpamitan untuk kembali melakukan pekerjaannya yang sempat tertunda. Namun sebelum itu, Nia meminta Elin untuk membuatkan teh untuk Oma Wiji.

Nia mengulas senyumnya menatap Oma Wiji. Nia lalu menyalami tangan Oma Wiji dengan sopan.

"Oma kesini kok enggak bilang sama Nia?" tanya Nia.

INDESTRUCTIBLE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang