✨Chapter 37✨

84 12 0
                                    

Silahkan mundur untuk yang belum vote bab-bab selanjutnya!

Kalian mau jadi silent readers?

Tinggalkan jejak kalian!

Happy Reading!

🌼🌼🌼

Nia dan Athala kini tengah di bandara untuk mengantar Elisa menyusul Ethan ke Rusia dengan diantar oleh Citra, Bia, dan Sagara. Pasangan suami istri itu bergandengan tangan seakan-akan saling menjaga satu sama lain.

Setelah berpamitan, keempat orang itu pun berlalu untuk segera take off. Seluruh keluarga dan sahabat baik Elisa berharap yang terbaik untuk perempuan itu.

"Ayo kita pulang," ajak Athala menatap istrinya.

"Bentar," kata Nia kini menatap lekat Fauzia.

"Apa?" Fauzia balik bertanya dengan wajah yang kentara panik.

"Lo masih belum turutin ngidam gue, Zi," kata Nia.

"Yang mana?" beo Fauzia tak mengerti.

"Anak gue pengen lihat lo nikah," jawab Nia mengutarakan keinginannya beberapa waktu yang lalu. Nia sangat menginginkan melihat Fauzia menikah dan duduk di pelaminan.

Nia melihat Fauzia menghela napasnya pelan. "Sorry banget, Ni. Untuk kali ini gue enggak bisa turutin kemauan anak lo," jawabnya.

Entah kenapa mendengar jawaban dari Fauzia membuat kedua mata Nia berkaca-kaca. Hormon kehamilannya membuat emosi wanita itu tidak stabil.

"Lo mau anak gue ileran, Zi?" tanya Nia.

"Tinggal beliin sapu tangan buat nyeka ilernya saja susah," balas Fauzia membuat air mata Nia menetes.

Nadia menjitak kepala Fauzia. "Geblek!"

"Punya sahabat begini amat Ya Allah," celetuk Putri yang lelah menghadapi tingkah sahabatnya.

Athala menghela napasnya lalu mengusap perut buncit istrinya. "Sayang, ngidamnya yang lain saja ya?"" bujuknya.

Nia mengusap ingusnya kemudian menatap ketiga sahabatnya bergantian. "Anak gue pengen jus," katanya.

"Beli lah!" ujar Putri.

"Jus apaan?" tanya Nadia.

"Jus pare campur durian," jawab Nia membuat ketiga sahabatnya membelalakkan mata tak percaya. Bahkan, Athala sampai menganga dibuatnya.

"Gue ke rumah sakit duluan," pamit Fauzia ngacir begitu saja.

"Gue harus isi jurnal buat tahun ajaran baru." Nadia langsung melesat begitu saja. Padahal tahun ajaran baru masih lama.

"Gue habis ini ada jam kuliah," kata Putri yang langsung pergi begitu saja.

Nia menatap Athala dengan pandangan memelas. "Beliin ya?"

Dengan hati yang berat namun tetap tersenyum walau hatinya terpaksa, Athala menjawab, "iya."

Nia tersenyum senang. Hal itu membuat Athala juga ikut tersenyum karena kebahagiaan istrinya. Baginya, kebahagiaan Nia lebih dari sekedar apapun.

INDESTRUCTIBLE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang