✨Chapter 41✨

75 12 0
                                    

DIBACA!

Di beberapa part sebelumnya aku selalu ingatin buat jangan jadi silent readers, dan alhamdulillah ada beberapa pembaca yang sebelumnya enggak pernah vote jadi vote. Part-part setelahnya enggak aku minta vote, dan ya... vote enggak sebanyak part sebelumnya. Masa iya tiap aku up selalu mengingatkan pembaca untuk vote. Masa aku mesti minta vote dulu baru di kasih. MOHON KESADARANNYA. Nyari ide buat nulis cerita itu susah. Tolong dihargai.

Author koar-koar begini bukan karena pengen ceritanya di vote banyak orang, disukai banyak orang. Tapi agar Author juga lebih mengenal pembaca. Setiap pembaca yang kasih vote, notifnya pasti masuk, jadi Author bisa tahu siapa saja yang selalu baca dan aktif memberi vote  di cerita ini. Author juga ingin dekat dengan kalian... Jadi, ayo kita saling mendukung dan berbagi. Aku kasih update-an cerita ke kalian para readers, kalian kasih vote di setiap part. Simbiosis mutualisme, saling menguntungkan. Bisa nggak?

Terakhir, Author juga sering banget ingatin ini. Yang belum vote-vote part sebelumnya bisa mundur dulu untuk vote.

Happy Reading!

🌼🌼🌼

"Dokter, bayinya tidak menangis."

"Pasien mengalami pendarahan."

Detik itu juga, genggaman tangan Nia pada Athala melemas. Nia hilang kesadaran.

"Dokter, istri saya kenapa!?" tanya Athala.

"Istri bapak mengalami pendarahan pasca melahirkan. Tolong minggir dulu, Pak," jawab Dokter Gita tengah berusaha menghentikan pendarahan.

"Sayang, bangun," ucap Athala menggenggam erat tangan Nia.

"Pak, tolong minggir dulu agar kami bisa memberi penanganan pada pasien," ujar salah satu suster. 

"SAYA MAU MENEMANI ISTRI SAYA!" balas Athala.

"Saya mengerti, Pak. Sebaiknya bapak keluar dulu," kata suster itu. "Jika bapak masih tetap disini, bapak bisa menghalangi para petugas."

Dengan air mata yang mengenang di pelupuk matanya, Athala mencium kening Nia dalam. "Aku mohon bertahan, Sayang," ujarnya setelah itu menegakkan badannya.

Athala melihat bagaimana dokter lainnya menangani sang buah hati. Dunia Athala seketika hancur. Dua orang yang dia cintai tengah berjuang antara hidup dan mati.

Athala keluar dari ruangan bersalin disambut oleh kedua orang tuanya, mertuanya, dan Ares.

"Bagaimana, Rai? Ibu dan bayinya baik-baik saja 'kan?" tanya Afya.

Athala menundukkan pandangannya. Tubuhnya ambruk di lantai rumah sakit yang dingin seraya menangis.

"Athala, Nia dan bayinya baik 'kan?" tanya Desti.

"Bayinya tidak menangis dan Nia mengalami pendarahan," jawab Athala membuat Afya dan Desti langsung menangis.

"Ya Allah, anakku dan cucuku," ujar Desti yang menangis dan berusaha ditenangkan oleh Ares.

"Papi, Nia dan cucu kita, Pi. Lakukan sesuatu, Pi," racau Afya di pelukan Andreas.

Athala semakin menangis. Athala tidak siap kehilangan kedua orang yang dia cintai. Athala tidak siap akan hal itu.

Desti dan Afya sudah duduk di kursi tunggu meski dengan suara isakan yang masih terdengar. Andreas masih memeluk Afya sementara Ares menghampiri Athala.

"Bangun, Ath," kata Ares.

"Anak sama istri gue, Kak," ucap Athala menatap Ares. "Gue enggak becus jadi suami sama ayah, Kak!"

"Itu semua kehendak Allah, Ath. Lo enggak bisa menyalahkan diri lo sendiri," balas Ares. "Ayo shalat. Berdoa sama Yang Maha Kuasa agar istri dan anak lo diberi pertolongan," imbuhnya menepuk pundak Athala.

Athala mengusap air matanya dan berdiri. Athala berjalan mencari mushola untuk shalat malam.

🌼🌼🌼

Di sujud terakhirnya, Athala kembali menangis. Dia bertahan di posisi itu dalam waktu yang cukup lama. Sampai akhirnya dia selesai shalat kemudian berdzikir dan berdoa untuk keselamatan istri serta anaknya.

Tak terasa, sudah memasuki waktu subuh. Athala sekalian menunaikan ibadah shalat subuh. Ada Andreas, Ares, Afya, dan juga Destu. Mereka semua sama-sama mendoakan keselamatan Nia dan anaknya.

Selesai shalat, mereka kembali di depan ruang bersalin yang pintunya masih tertutup rapat. Athala menatap nanar pintu berwarna putih itu. Tak lama, Dokter Gita membuka pintu itu. Athala adalah orang pertama yang menghampiri Dokter Gita.

"Bagaimana kondisi istri saya, Dokter?" tanya Athala.

"Alhamdulillah, kami berhasil menghentikan pendarahan Ibu Nia," jawab Dokter Gita membuat semua orang sedikit bernapas lega.

"Lalu, anak saya?" tanya Athala.

"Bayinya laki-laki, Pak. Tetapi maaf, bapak dan keluarga yang tabah, Allah lebih menyayangi anak bapak," jawab Dokter Gita lagi membuat Athala kembali meneteskan air mata. Sementara Afya dan Desti kembali menangis.

"Cucuku," ujar Afya.

"Untuk saat ini, Ibu Nia belum sadarkan diri. Dan kami juga tidak bisa memberitahu pasti kapan Ibu Nia akan sadar," kata Dokter Gita. "Kami akan memindahkah ibu Nia ke ruang perawatan intensif setelah ini."

Athala menerobos masuk ke dalam ruang bersalin. Ia melihat istrinya yang terbaring dengan mata terpejam dibantu dengan alat pernapasan dan mesin detak jantung yang berbunyi nyaring. Athala menyapukan pandangannya. Kedua matanya tertuju pada bayi mungil dengan kulit kebiruan yang berada di tempat bayi. Athala melangkahkan kakinya dengan air mata yang sudah siap menetes.

Athala menggendong dan memeluk bayi laki-laki yang sudah tidak bernyawa itu seraya menangis. Semua petugas medis yang berada di dalam ruangan itu turut meneteskan air mata mereka.

"Bangun, Sayang. Papa mohon," ucap Athala masih memeluk anaknya.

Afya dan Desti yang melihat itu semakin menangis. Bahkan, Andreas dan Ares ikut meneteskan air matanya.

"Papa dan Mama sudah menyiapkan kamar yang bagus untuk kamu. Mamamu bahkan sangat antusias membeli baju-bajumu, Nak," kata Athala.

Tangisan Athala menyayat hati siapapun yang mendengarnya.

"Apa yang akan Papa katakan pada Mamamu nanti setelah dia sadar, Nak?"

Athala membelai pipi anaknya dengan ibu jarinya. "Jagoan, Papa. Bangun, Nak. Lihat, Kakek, Nenek, Oma, sama Uncle Ares sedih," ujarnya.

Athala berjalan sambil menggendong anaknya yang sudah tidak bernyawa mendekat pada Nia. Athala meletakkan anaknya dengan hati-hati di atas dada istrinya.

"Ini Mama, Nak. Dia sangat menyayangimu," kata Athala.

Athala kembali membelai lembut pipi anaknya. Menelisik kembali wajah anaknya yang sangat mirip dengannya. Bentuk bibirnya saja yang mirip dengan Nia. Athala kembali menggendong anaknya dan memeluknya kembali seraya menangis hebat.

Semua turut sedih mendengar tangisan kehilangan seorang ayah itu. Andreas melangkah menghampiri putranya. Namun, langkah Andreas terhenti saat mendengar suara tangis bayi. Athala menghentikan tangisannya dan menatap anaknya yang berada di gendongannya kini tengah menangis hebat.

Dokter yang memeriksa buah hati Athala dan Nia tadi buru-buru mengambil alih bayi yang berada di gendongan Athala untuk di periksa kondisinya.

"Ini adalah mukjizat dari Tuhan, Pak. Anak bapak kembali bernapas lagi," ujar Dokter Aubree, dokter yang menangani buah hati Athala dan Nia.

Athala tak henti-hentinya bersyukur dalam hati mendengar kata Dokter Aubree. Hatinya menghangat mendenar anaknya yang masih menangis kencang. Athala melangkahkan kakinya mendekat ke arah sang buah hati.

"Terima kasih sudah kembali ke pelukan Papa dan Mama, Nak," ucap Athala seraya menggenggam lembut tangan mungil anaknya.

🌼🌼🌼

TBC

-Amalll

INDESTRUCTIBLE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang