PART 1 - Perempuan Bernama Sea

235 6 0
                                    

Hari ini, Jakarta terlihat lebih mendung dari biasanya. Dari balik jendela pesawat, seorang perempuan muda memandangi awan yang menggelap dan matahari seolah tampak meringsut masuk ke dalam selimut mendungnya.

Seorang kru pesawat, mendatangi penumpang di seberang perempuan muda itu dan mengingatkannya untuk kembali menggunakan sabuk pengaman karena sebentar lagi pesawat yang mereka tumpangi akan segera melakukan landing. "Sir, please keep your seat belt fastened. We're going to landing for a few minute later."

Mendengar itu, perempuan muda itu pun segera ikut menggencangkan sabuk yang melingkar di pinggangnya.

Suara announcement pun mulai terdengar di dalam kabin pesawat ".... Para penumpang yang terhormat, sesaat lagi kita akan mendarat di Bandar Udara Internasional Jakarta SOEKARNO-HATTA. Kami persilahkan anda untuk kembali ke tempat duduk masing-masing, dan menegakan sandaran kursi, menutup dan mengunci meja-meja kecil yang masih terbuka dihadapan anda, dan mengencangkan sabuk pengaman ...."

Tak lagi didengarnya lanjutan pengumuman itu, karena perempuan muda itu mulai sibuk memasukkan perintilan bawaan ke dalam tas backpack miliknya.

Sekitar 4 jam yang lalu masih terasa silau dan teriknya matahari Filipina saat perempuan muda itu menaiki pesawat ini di Bandara International Ninoy Aquino. Dan hanya tinggal beberapa menit lagi, dirinya akan segera tiba kembali ke Jakarta. Meski hanya dalam rangka mengikuti conference mewakili kampus selama 2 malam saja, rasanya seperti short escape dari kebisingan dan kesibukan hutan beton yang tiada henti. Hei Jakarta, aku kembaliiiiiiiiiiiiiiiii.....

***

Dari Bandara Soekarno Hatta, Perempuan muda itu naik taksi menuju tempat kosnya. Benar saja, belum ada 5 menit masuk kedalam taksi, hujan sudah mulai turun dengan derasnya. Perjalanan pulang yang biasanya memakan waktu lebih kurang 1 jam, terpaksa molor karena macet. Berkali-kali, dilihat jam ditangannya. Bahkan sudah 2 jam lebih taksi ini belum juga tiba di kosan.

Tiba-tiba handphone di saku jaketnya berdering, terdengar suara khas makhluk penunggu sebelah kamar kosnya. Mona alias Ibu RT. Bukan Ibu RT sungguhan, tapi itu julukan kesayangannya untuk temannya yang super bawel, super khawatiran, dan super peduli terhadap dirinya. Terutama jika Mona tahu dirinya belum pulang dari perjalanan jauh dengan kondisi yang hujan begini.

"Mbak Sea, lo dimana sih? Landing jam berapa? Kok belum nyampe kosan sih? Ini udah hujan tau. Hati-hati ya lo pulangnya? Kalau ada apa-apa kabarin. Gue udah balik ke kost-an kok," tanya Mona menyerocos tanpa henti kepadanya.

Perempuan muda itu rupanya bernama Sea. Sebuah nama yang mengingatkan akan laut, tempat kesukaan dari sang pemilik nama.

"Woi... woi... woi... satu-satu tanyanya Bu RT. Semangat amat kangen sama guenya. Kangen gue atau sama oleh-olehnya," halau Sea geregetan.

"Ih elo mah, Mbak. Ini hujannya gede lo. Gue kan khawatir ama lo. Sepaket rasa khawatir gue sama oleh-oleh yang lo bawa buat gue. Hahaha...."

"Udah kebaca otak lo. So transparent. Haha... Eh, ngomong-ngomong jalanan macet banget, Mon. Ini abang taksinya juga daritadi nyari-nyari jalan tikus yang gak terlalu macet. Mana kaki gue udah pegel, pengin selonjoran banget dikasur."

"Emang masih jauh, Mbak?" tanya Mona penasaran.

"Gak sih. Bentar lagi juga sampe kayaknya. Kayaknyaaaaa..." Sejujurnya Sea pun juga berharap agar tak lama-lama terjebak macet di perjalanannya menuju kosan.

"Ya udah kalo begitu. Gue tunggu di kosan ya. Gue mau hair treatment dulu sambil nungguin lo. Siapa tau abis perawatan ada yang mau endorse gue jadi bintang iklan shampo. Aih, sedap. Hahaha...."

"Yo wes... Sak karepmu!" teriak Sea yang lalu menutup telpon.

***

Sea sudah ada di kosan. Tiba-tiba malamnya pintu kamarnya diketuk-ketuk. Mona pelakunya. "Yuhu, Ibu RT mau masuk. Boleh pintunya dibukakan, Mbak," serunya pelan-pelan.

Sea yang kebetulan sedang beres-beres koper, langsung mencomot kerudung bergo miliknya yang tergantung di belakang pintu kamar. Segera dipakainya. Kemudian berjalan kearah pintu kamar dan membuka pintu yang sengaja Sea kunci barusan. "Selamat datang Ibu RT. Ada apakah gerangan mengunjungiku malam-malam? Mau nanya oleh-oleh lo yang mana?" Sea mencoba mencari oleh-oleh yang memang dibelikan khusus untuk Mona.

"Wuih... Emang gak salah ya lo jadi dosen. Cerdas. Berkharisma. Berwibawa. Serta ketajaman insting lo memang tiada dua," ucap Mona sambil menyodorkan tangan kosongnya ke hadapan Sea, "mana oleh-oleh buat gue?"

Dua bungkus besar manisan mangga kering, sebuah kaos khas Filipina, tas Banig dan terakhir kopi Batangas. Seluruhnya disodorkan ke Mona. "Nih, semua buat lo. Baik kan gue."

"Asiiiiikkk... banyak banget. Mbakku yang satu ini memang the best. Tau aja anak kosan bokek kayak gue butuh doping cemilan untuk ganjel perut."

"Paling bisa. Merendah untuk meninggi. Membumi untuk melangit. Sosialita kaya raya tapi hobi banget ngegembel begini di kamar gue. Ngais-ngais cemilan mulu. Tolong bilang sama emak bapak lo, besok-besok masukin gue ke list utama bantuan sosial keluarga lo ya. Kalo perlu sekalian tambahin nama gue ke kartu keluarga lo. Masalahnya tiap hari anaknya menghantui cemilan gue mulu. Bisa membengkak uang jatah cemilan gue kalo begini terus. Hahaha.... "

"Haha... Salah lo sendiri, setting kamar mirip etalase minimarket. Isinya cemilan melulu. Runtuhlah iman cacing-cacing di perut gue. Lagian yang kaya raya itu emak bapak gue, Mbak. Gue mah cuma anak orang kaya doangaaaaan," celetuk Mona sambil tertawa meledek.

"Sama aja dodol." Saking kesalnya Sea mendengar lelucon tersebut, dijitaknya kening Mona. Mona hanya cengengesan tak membalas.

"I love you, Mbak." Mona membuka kedua tangannya seraya ingin memeluk Sea.

Sea geleng-geleng, "Moh aku."

***

Bersambung...

KALA SEA (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang